Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Ahmad Dahlan (bupati)

Ahmad Dahlan
Bupati Kutai
Masa jabatan
28 Oktober 1965 – 1979
PresidenSukarno
Soeharto
GubernurAbdoel Moeis Hassan
Abdoel Wahab Sjachranie
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
1982 – 1986[a]
Daerah pemilihanKalimantan Timur
Informasi pribadi
Lahir17 Desember 1928
Samarinda, Hindia Belanda
Meninggal7 Juli 1986(1986-07-07) (umur 57)
Jakarta, Indonesia
Partai politikPNI (1961–?)
Golkar (sejak 1975)
HubunganOemar Dachlan (kakak)
AlmamaterUniversitas Gadjah Mada
ProfesiPolitisi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Ahmad Dahlan (17 Desember 1928 – 7 Juli 1986) adalah mantan Bupati Kutai yang menjabat selama 13 tahun dari 1965 hingga 1979. Ia merupakan adik dari Oemar Dachlan, seorang wartawan terkemuka di Kalimantan Timur sekaligus mantan pejuang.[1]

Setelah berhenti menjadi bupati, Ahmad diangkat menjadi Kepala Inspektorat Wilayah Daerah (Itwilda) Tingkat I Kalimantan Timur. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI pada pemilihan umum 1982 dan duduk di parlemen hingga meninggal dunia pada 7 Juli 1986 karena kecelakaan di Jakarta.[2]

Riwayat Hidup

Masa kecil dan remaja

Ahmad lahir di Samarinda pada 17 Desember 1928. Ia mengawali pendidikannya di HIS Samarinda (kini SD Negeri 008 Samarinda) dan tamat pada tahun 1941, setahun sebelum kedatangan Jepang.[3] Pada masa Revolusi Nasional, Ahmad bergabung dengan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) dan ikut membantu sang kakak, Oemar, sebagai penulis muda dalam surat kabar Masjarakat Baru.[4][5] Meski bergerak di bawah tanah sebagai anggota BPRI, Ahmad tetap melanjutkan pendidikannya di MULO Balikpapan (kini SMP Negeri 1 Balikpapan) dan lulus tahun 1949.[3]

Setelah lulus dari MULO, Ahmad pindah ke Makassar dan masuk Sekolah Menengah Pegawai Pemerintah dan Administrasi tingkat Atas. Ia lulus dari sekolah tersebut pada 1952.[3] Semasa menjadi pelajar di Makassar, Ahmad bergabung dengan Pelajar Islam Indonesia (PII) cabang Sulawesi Selatan dan menjadi ketua bagian umumnya.[6]

Karier awal sebagai pegawai negeri

Setamatnya dari Sekolah Menengah Pegawai, Ahmad menjadi pegawai negeri dan ditugaskan di Ambon. Di sana, ia menjadi anggota Serikat Sekerdja Kementerian Dalam Negeri (SSKDN) dan pada 1954 menjadi sekretaris Persatuan Bekas Siswa Pamong Praja Provinsi Maluku. Ahmad juga diangkat menjadi Panitera II Sub-Panitia Pembentukan Desa Percobaan Daerah Maluku Tengah pada tahun 1953.[7]

Pada tahun 1955, ia kembali ke Samarinda dan menjadi ketua umum Mahakam Club selama setahun. Di tahun 1957, Ahmad mulai kuliah di Fakultas Sosial dan Politik (Sospol) Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1961.[3] Semasa kuliah, ia menjadi anggota Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Timur (KPMKT).[4] Ia merupakan salah satu penerima beasiswa Yayasan Mulawarman yang dikelola oleh pemerintah swapraja Kutai dan provinsi.[7]

Karier Politik

Karier di pemerintahan provinsi

Setelah kembali dari Yogyakarta, Ahmad menjadi pegawai negeri di Kantor Gubernur Kalimantan Timur dan menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI). Berkat keanggotaannya di PNI, ia dapat meraih jabatan tinggi dengan lekas.[1] Setahun setelah lulus kuliah, ia sudah menjadi sekretaris Panitia Persiapan Pendirian Universitas Negeri di Samarinda dan duduk sebagai anggota Presidium Universitas Mulawarman sekaligus menjadi dosen luar biasa di universitas tersebut hingga 1966.[4]

Pada tahun 1963, ia menjabat Sekretaris Badan Koordinasi Pembangunan Daerah Tingkat I Kaltim. Di tahun yang sama, ia juga menjadi Staf Pembantu Gubernur selama setahun dan Dekan Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan Universitas Mulawarman. Jabatan yang disebut belakangan dipegangnya hingga 1966, sama seperti jabatan lain yang ia pegang di perguruan tinggi tersebut.[7] Sebagai gantinya, ia menjadi anggota Dewan Penyantun Universitas Mulawarman.[6]

Sebagai Bupati Kutai

Setelah Aji Raden Padmo diberhentikan secara paksa dan ditangkap atas perintah Kolonel Soehario dengan tuduhan hendak mendirikan kembali pemerintahan swapraja pada Agustus 1964, terjadi kekosongan jabatan kepala daerah sebelum Roesdibjono diangkat menjadi pejabat bupati pada 21 November 1964 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. Up-14/11/46-2074.[8][9] Roesdibjono ditugaskan untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah yang baru dan dibantu oleh pejabat Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai, Soekardi.[9]

Ahmad akhirnya dipilih oleh DPRD-GR Kabupaten Kutai menjadi kepala daerah yang baru dan diangkat menjadi bupati pada 28 Oktober 1965 melalui SK Menteri Dalam Negeri No. Up-14/10/1965. Ia dilantik oleh Gubernur Abdoel Moeis Hassan pada 1 November 1965 dalam sidang khusus DPRD-GR Kabupaten Kutai di Tenggarong.[9] Meski pada awal jabatannya ia berstatus sebagai anggota PNI, pada masa Orde Baru ia keluar dari partai tersebut. Ahmad tidak langsung bergabung dengan Golkar dan baru secara resmi masuk ke dalamnya pada tahun 1975 di Samarinda. Meski demikian, sebagai pegawai negeri, ia secara otomatis tergabung dalam KORPRI.[4]

Langkah pertama yang ia lakukan sebagai bupati adalah mereformasi struktur pemerintah daerah Kabupaten Kutai. Pada masa jabatannya, struktur DPRD-GR Kabupaten Kutai berhasil disempurnakan pada 10 April 1967, yang mana pada hari itu sebanyak 30 orang anggota dewan baru dilantik oleh Pejabat Gubernur Kaltim Kolonel Soekadijo. Penyempurnaan dalam badan perwakilan daerah dilanjutkan dengan pelantikan Mansjursjah (PNI) sebagai ketua dan Eramsjah A.A. (PNI) serta Achmad Arsjad (PSII) sebagai wakil ketua oleh Residen Aji Raden Padmo pada 22 April 1967.[10][11]

Selain itu, Ahmad juga mengangkat Muhidin sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai yang baru. Ia dilantik dalam suatu sidang khusus DPRD-GR pada 15 April 1968. Terakhir, penyempurnaan diselesaikan dengan melantik empat orang anggota BPH (Badan Pengurus Harian) yang baru pada 12 Agustus 1968. Mereka adalah Mohd. Roesli (PNI), Iskandar L.S. (NU), Johan Gimak Sombeng (Parkindo), dan Mohd. Masjkun M.D. (IPKI). Kebijakan lain yang ia lakukan di bidang administrasi pemerintah daerah adalah mengeluarkan SK No. THP-l/SK-1966 yang berisi ketentuan baru mengenai struktur organisasi pemerintah daerah. Ketentuan tersebut disempurnakan lebih jauh dalam berbagai surat keputusan dan mencapai bentuk akhirnya dengan SK No. TH-lOl/C-2/OR-1969 sebagai implementasi dari Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 145/1969 yang dikeluarkan tanggal 1 Oktober 1969 dan mulai berlaku sejak 1 Januari 1970.[12]

Bupati Ahmad juga berperan penting dalam menghidupkan kembali upacara erau yang sebelumnya tidak lagi diselenggarakan sejak bubarnya swapraja Kutai pada 20 Januari 1960. Erau kembali diperingati mulai 28 September 1971, bersamaan dengan hari ulang tahun Kota Tenggarong. Keputusan ini didukung oleh Gubernur Abdoel Wahab Sjahranie. Meski sebenarnya erau diadakan untuk merayakan penobatan raja, tetapi pada masa Orde Baru erau mendapat makna baru sebagai simbol penghargaan pemerintah terhadap etnis Kutai. Erau yang sebelumnya diadakan selama 40 hari lamanya, kini dipangkas menjadi seminggu. Upacara erau kembali dihidupkan sebagai respon atas "hegemoni" dari kelompok pendatang di Kabupaten Kutai.[13]

Karier pasca bupati

Setelah berhenti menjadi bupati pada tahun 1979, Ahmad diangkat menjadi Kepala Itwilda Tingkat I Kaltim. Di tahun yang sama, ia juga menjadi Wakil Ketua IV Kwartir Daerah Pramuka Kaltim dan anggota Dewan Penasihat KNPI Kaltim.[14] Pada pemilihan umum 1982, ia dicalonkan oleh Golkar untuk daerah pemilihan Kalimantan Timur dan berhasil terpilih menjadi anggota DPR RI.[15]

Kematian

Sebelum masa jabatannya sebagai anggota DPR berakhir, Ahmad dan sang istri, Siti Khadijah, mengalami kecelakaan di Jalan Asia-Afrika Pintu IX akibat kendaraan taxi yang mereka tumpangi slip dan terbalik saat hendak pulang ke kediamannya di Wisma DPR-RI, Senayan, setelah berbelanja di kawasan Blok M. Ahmad, istri, dan kedua anaknya dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mendapatkan perawatan. Kedua putranya selamat, sedang Ahmad dan istrinya menghembuskan napas terakhir mereka pada 7 Juli 1986 pukul 14.30 WIB. Jenazah mereka diberangkatkan dari Jakarta keesokan harinya untuk dikebumikan di Samarinda. Ia meninggalkan 10 orang anak, empat di antaranya sudah berkeluarga.[2]

Catatan

  1. ^ Berakhir lebih awal karena meninggal dunia.

Referensi

  1. ^ a b Magenda 1991, hlm. 57.
  2. ^ a b "Anggota DPR-RI Drs. H. Ahmad Dahlan dan K.H.A. Wahib Wahab Dari Fraksi Karya Pembangunan Meninggal Dunia". Parlementaria. 126-127: 100. Juli–Agustus 1986. 
  3. ^ a b c d Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 728.
  4. ^ a b c d Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 730.
  5. ^ Sanusie 1986, hlm. 60.
  6. ^ a b Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 729.
  7. ^ a b c Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 728-729.
  8. ^ Magenda 1991, hlm. 62.
  9. ^ a b c Amin 1979, hlm. 279.
  10. ^ Amin 1979, hlm. 311-312.
  11. ^ Badan Perencanaan dan Pengawas Pembangunan Daerah 1968, hlm. 14.
  12. ^ Amin 1979, hlm. 306.
  13. ^ Tjahjoko 2020, hlm. 107-109.
  14. ^ Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 729-730.
  15. ^ Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 47.

Daftar Pustaka

Jabatan politik
Didahului oleh:
Roesdibjono (pj.)
Aji Raden Padmo
Bupati Kutai
1965–1979
Diteruskan oleh:
Awang Faisjal
Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya