Al-Harits bin al-Hakam bin Abi al-Ash bin Umayyah (bahasa Arab: الحارث بن الحكم بن أبي العاص بن أمية) adalah seorang penasihat senior dan sepupu Khalifah Utsman bin Affan (berkuasa 644—656 M). Ia ikut serta dalam pertempuran melawan pasukan Bizantium di Afrika Utara pada tahun 647 dan kemudian diangkat menjadi pengawas pasar di Madinah, ibukota khalifah saat itu. Sejumlah keturunannya aktif sebagai pemilik tanah dan menjadi gubernur di bawah kerabat mereka, para khalifah Umayyah yang termasuk dalam keluarga Marwaniyah, keturunan saudara al-Harits, Marwan bin al-Hakam, yang memerintah dari tahun 684 hingga 750.
Biografi
Al-Harits adalah putra dari al-Hakam bin Abi al-Ash dan saudara dari Marwan bin al-Hakam, salah satu khalifah Umayyah. Dia adalah sepupu pertama dari pihak ayah Khalifah Utsman bin Affan (berkuasa 644—656 M). Ibu al-Harits adalah Aminah binti Alqamah bin Shafwan al-Kinaniyah, yang merupakan ibu dari Marwan. Ketika Utsman menjadi khalifah, al-Harits dan Marwan memainkan peran berpengaruh sebagai penasihat utama khalifah.
Menurut Ahmad al-Baladzuri, pada tahun 647 (atau 648 atau 649) khalifah mengangkat al-Harits sebagai komandan pasukan yang dikirim untuk memperkuat pasukan gubernurnya di Mesir, Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Setelah bala bantuan datang, Abdullah bin Sa'ad mengambil alih komando dari al-Harits dan memimpin pasukan muslim dalam pertempuran melawan Eksarkatus Afrika (wilayah Afrika Utara yang berada di bawah kekuasaan Bizantium).
Utsman menunjuk al-Harits sebagai pengawas pasar Madinah, yang saat itu menjadi ibu kota khalifah. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan kaum Anshar (penduduk asli Madinah) yang menganggapnya sebagai pelanggaran kendali atas kota asal mereka. Riwayat-riwayat muslim menyebutkan suatu kejadian tertentu yang membangkitkan permusuhan kaum Anshar, yaitu al-Harits menggunakan jabatannya untuk membeli barang dan menjualnya di pasar dengan keuntungan yang cukup besar. Protes yang diajukan kepada khalifah sebagai tanggapan dibubarkan dan kaum Anshar semakin marah ketika Utsman menghadiahkan al-Harits hadiah unta yang dikumpulkan sebagai sadaqah. Utsman sebelumnya telah membuat marah anggota masyarakat, khususnya Abu Dzar al-Ghifari, ketika ia memberi al-Harits sejumlah besar uang dari upeti yang dikumpulkan selama ekspedisi militer di Afrika Utara Bizantium. Al-Harits juga diberi tanah oleh Utsman di al-Manzur, di sekitar Madinah.
Pasangan dan anak
Al-Harits memiliki pasangan dan anak yaitu:[9]
Banyak keturunan Al-Harits disukai di bawah pemerintahan Marwani. Putra Al-Harits, Abu Bakar, menikah dengan Ramlah putri Marwan bin al-Hakam. Marwan menjadi khalifah pada tahun 684 dan leluhur dari khalifah Umayyah cabang Marwani yang berkuasa sampai tahun 750. Putra Al-Harits lainnya, Abdul Wahid, mempunyai sebuah perkebunan yang bernama Marj Abdul Wahid di Syam. Abdul Wahid berinvestasi di dalamnya, dan semula ia menjadikan padang rumputnya milik pribadi sebelum ia menjadikannya untuk dimanfaatkan kaum Muslim. Penyair yang bernama Al-Qathami memujinya dalam syairnya. Putra Al-Harits lainnya, Abdul Malik, adalah seorang komandan yang diangkat oleh sepupunya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan, sebagai komandan ekspedisi untuk menjaga wilayah antara Syam dan Madinah. Abdul Malik bin Al-Harits juga pernah bentrok dengan Abdullah bin az-Zubair lewat gubernurnya yang bernama Sulaiman bin Khalid dengan cara mengirimkan pasukan hingga mereka membunuhnya.[13] Abdul Malik bin Al-Harits menikah dengan putri Marwan yang lain dan namanya adalah Ummu Utsman binti Marwan.[14]
Cucu Al-Harits, Sa'id bin Abdul Aziz, yang dijuluki Sa'id Khudzainah (khudzainah adalah julukan yang digunakan oleh orang Arab untuk menyebut istri bangsawan Iran dan pada dasarnya berarti 'putri kecil') adalah gubernur Khurasan pada tahun 720 di bawah ayah mertuanya, Maslamah bin Abdul Malik, cucu dari Marwan. Maslamah saat itu menjabat sebagai gubernur Irak dan Khurasan di bawah saudaranya, Khalifah Yazid bin Abdul Malik.[16] Cucu Al-Harits lainnya, Khalid bin Abdul Malik, menjabat sebagai gubernur Madinah untuk Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, yang merupakan cucu Marwan juga. Ismail bin Abdul Malik, saudara Khalid, menikah dengan Hammadah, putri Hasan bin Hasan, cucu Khalifah Ali, dan dia memiliki dua putra dari hasil pernikahannya dengan Ismail.
Referensi
Daftar pustaka
- Ahmed, Asad Q. (2011). The Religious Elite of the Early Islamic Ḥijāz: Five Prosopographical Case Studies. Oxford: University of Oxford Linacre College Unit for Prosopographical Research. ISBN 978-1-900934-13-8.
- Donner, Fred (2014). "Was Marwan ibn al-Hakam the First "Real" Muslim". Dalam Savant, Sarah Bowen; de Felipe, Helena. Genealogy and Knowledge in Muslim Societies: Understanding the Past. Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-4497-1.
- Hitti, Philip Khuri (1916). The Origins of the Islamic State, Being a Translation from the Arabic, Accompanied with Annotations, Geographic and Historic Notes of the Kitâb Fitûh al-Buldân of al-Imâm Abu-l Abbâs Ahmad Ibn-Jâbir al-Balâdhuri, Volume 1. New York and London: Columbia University & Longman, Green & Co.
- Kennedy, Hugh (2023). The Prophet and the Age of the Caliphates: The Islamic Near East from the 6th to the 11th Century (edisi ke-2). Abingdon, Oxon and New York: Routledge. ISBN 978-0-367-36690-2.
- Madelung, Wilferd (1997). The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-56181-7.
- Marsham, Andrew (2022). "Kinship, Dynasty, and the Umayyads". The Historian of Islam at Work: Essays in Honor of Hugh N. Kennedy. Leiden: Brill. hlm. 12–45. ISBN 978-90-04-52523-8.
- McMillan, M.E. (2011). The Meaning of Mecca: The Politics of Pilgrimage in Early Islam. London: Saqi. ISBN 978-0-86356-437-6.
- Powers, Stephan, ed. (1989). The History of al-Ṭabarī, Volume XXIV: The Empire in Transition: The Caliphates of Sulaymān, ʿUmar, and Yazīd, A.D. 715–724/A.H. 96–105. Seri SUNY dalam Studi Timur Dekat. Albany, New York: State University of New York Press. ISBN 978-0-7914-0072-2.