Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi
Sel darah merah
Informasi umum
Nama lain	Iron-deficiency anaemia, Simbol kimiaFeDA, Sideropenic Anemia
Spesialisasi	Hematologi
Penyebab	Defisiensi zat besi
Aspek klinis
Gejala dan tanda	Merasa lelah, lemas, pusing, sakit kepala, Prasinkop, sesak napas, penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, kebingungan, pucat
Komplikasi	Gagal jantung, Aritmia, infeksi
Diagnosis	Uji darah
Perawatan	Perubahan pola makan, minum obat, operasi
Pengobatan	suplemen besi, vitamin C, transfusi darah
Distribusi dan frekuensi
Prevalensi	1.48 miliar (2015)
Kematian	54,200 (2015)

Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi. Pada dasarnya anemia merupakan penurunan jumlah sel darah merah atau hemoglobin dalam aliran darah.^[1] Zat besi ini nantinya akan digunakan untuk membentuk hemoglobin yang akan membawa oksigen ke seluruh tubuh lewat aliran darah di pembuluh darah. Ketika tubuh kekurangan zat besi hemoglobin yang akan membawa oksigen ke seluruh tubuh jumlahnya menurun sehingga menyebabkan kinerja tubuh menjadi tidak efektif.^[2] Anemia defisiensi besi juga dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, menurunnya imunitas tubuh, keterlambatan pada tumbuh kembang, adanya penurunan pada aktivitas yang dilakukan sehari-hari, dan perubahan tingkah laku pada penderita.^[3]

Diagnosis anemia defisiensi besi didasarkan pada pemeriksaan darah yang meliputi pemeriksaan hitung darah atau complete blood count (CBC), kadar hemoglobin, kadar zat besi dalam darah, dan kadar feritin.^[1] Beberapa penyebab anemia defisiensi besi adalah sebagai berikut:^[4]

1. Pola makan atau asupan makan yang tidak mencukupi
2. Adanya pendarahan di saluran pencernaan
3. Adanya gangguan penyerapan zat besi
4. Menstruasi
5. Kehamilan
6. Donor darah
7. Infeksi cacing atau parasit

Tanda dan gejala pada anemia defisiensi besi tidak terlau spesifik.^[3] Pada anemia ini tanda dan gejala bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan kecepatan berkembangnya anemia, usia, dan juga kondisi kesehatan masing-masing individu. Pada beberapa kasus, penderita anemia defisiensi besi tidak memiliki gejala.^[2]

Beberapa tanda dan gejala yang umum terjadi adalah sebagai berikut:^[2]

1. Kelelahan;
2. Warna kulit terlihat lebih pucat dari biasanya;
3. Rambut dan kulit menjadi lebih kering dan kasar;
4. Kuku mudah terkelupas dan sering patah;
5. Adanya palpitasi pada jantung;
6. Adanya kelainan pika (suka menguyah atau memakan sesuatu yang tidak lazim);
7. Pembengkakan dan nyeri pada lidah dan mulut;
8. Tangan dan kaki menjadi dingin;
9. Lebih sering terkena infeksi;
10. Memiliki nafsu makan yang buruk.

Jika sudah dilakukan pemeriksaan dan terbukti mengalami anemia defisiensi besi maka, pengobatan bisa segera dilakukan. Pengobatan pada anemia tersebut dilakukan berdasarkan penyebab anemia dan tingkat keparahannya.^[1] Beberapa pengobatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:^[1][3]

1. Penggunaan tablet oral zat besi;
2. Pemberian zat besi secara intramuskular atau intravena;
3. Transfusi darah;
4. Penggunaan obat-obatan agen perangsang erythropoiesis (ESA).

Berdasarkan penelitian, anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan karena adanya kekurangan zat gizi. Perubahan pola makan dengan mengkonsumsi makanan yang akan tinggi zat besi juga diperlukan untuk meningkatkan jumah zat besi dalam darah. Makanan tinggi vitamin C dapat memudahkan tubuh mengabsorbsi zat besi. Sedangkan makanan yang mengandung kalsium, serat dan tanin yang terkandung dalam teh harus dikurangi karena dapat mengurangi penyerapan zat besi.^[3]

1. ^ ^{a b c d} "Anemia - Iron-Deficiency Anemia | NHLBI, NIH". www.nhlbi.nih.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-12-05. 
2. ^ ^{a b c} "14 Signs and Symptoms of Iron Deficiency". Healthline (dalam bahasa Inggris). 2022-01-17. Diakses tanggal 2022-12-07. 
3. ^ ^{a b c d} Abdulsalam, Maria; Daniel, Albert (2022). "Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi". Sari Pediatri. 4 (2): 74–77. 
4. ^ Dan L, Longo; Camaschella, Clara (2015). "Iron-Deficiency Anemia". The New England Journal of Medicine. 372 (19): 1832–1843. doi:10.1056/NEJMra1401038.