Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Banteng perunggu

Banteng perunggu, dari kata bronze bull atau dikenal juga dengan nama Banteng Sisilia adalah teknik penyiksaan dan hukuman mati yang diperkirakan ada pada masa Yunani kuno. Berdasarkan Diodors Siculus, menyatir kembali cerita dari Bibliotheca historica, Perillos dari Athena menemukan dan mengusulkannya kepada Phalaris, seorang tiran dari Akragas, Sisilia, sebagai cara untuk menghukum kriminal. Banteng ini dibuat dari perunggu, dengan rongga besar di dalamnya, dan pintu di satu sisi. Berdasarkan legenda, banteng perunggu didesain dalam bentuk dan ukuran persis seperti banteng biasa dan akustiknya bisa mengubah teriakan sang terhukum menjadi suara banteng. Sang terhukum, dikunci di dalam banteng ini, dan api dinyalakan di bawahnya, memanaskan perunggu sampai berpijar dan memasak hidup-hidup orang yang ada di dalamnya.

Namun beberapa akademisi mempertanyakan apakah benar teknik ini benar ada, berdasarkan beberapa laporan bahwa penemuan yang menakutkan ini sebenarnya hanyalah suatu Propaganda.

Banteng perunggu untuk Phalaris

Kepala dari banteng ini didesain begitu kompleks dengan sistem saluran dan penghalang sehingga suara terpidana diubah menjadi seperti suara banteng mengamuk. Phalaris diceritakan memerintahkan supaya banteng ini didesain sedemikian rupa agar asapnya tercium harum. Berdasarkan legenda, saat dibuka, tubuh terhukumnya dikumpulkan kembali dan tulangnya dibentuk menjadi perhiasan mengkilap dan dibentuk menjadi gelang.

Cerita yang ada menuding bahwa saat selesainya konstruksi banteng ini, Perillos berkata pada Phalaris, "Teriakannya akan melewati pipa-pipa yang ada, menghasilkan suara menghiba, menyedihkan, paling mendayu dari seluruh teriakan yang ada." Perillos percaya dia akan mendapat hadiah atas penemuannya ini. Namun yang terjadi sebaliknya, Phalaris jijik dengan kata-kata tersebut. Ia memerintahkan Perillos mengecek sendiri sistem suaranya, menipunya agar mau masuk ke dalam banteng itu sendiri. Saat Perillos masuk, ia langsung dikunci dan api dihidupkan, sehingga Phalaris dapat mendengar suaranya. Sebelum Perillos mati, Phalaris membuka pintu dan mengeluarkannya. Kemudian Phalaris membawa Perillos ke puncak gunung, dan melemparnya ke bawah. Phalaris sendiri diceritakan akhirnya dibunuh di dalam banteng perunggu, saat dijatuhkan oleh Telemachus, moyang Theron. Pindar, who lived less than a century afterwards, expressly associates this instrument of torture with the name of the tyrant Phalaris.

Penyiksaan pemeluk krisitani

Bangsa Romawi terkenal menggunakan banteng perunggu untuk menyiksa dan membunuh beberapa pemeluk kristiani awal, salah satunya Santo Eustace, berdasarkan cerita turun temurun. Ia dipanggang di banteng perunggu bersama anak dan istrinya oleh Raja Hadrian. Hal serupa terjadi pada Santo Antipas, Bishop Pergamon saat persekusi oleh Raja Domitian dan martir pertama dari Asia Minor, yang dipanggang hidup-hidup di dalam banteng perunggu pada tahun 92 M. Alat ini diklaim masih digunakan dua abad setelahnya, saat penganut kristiani lainnya, Pelagia dari Tarsus, dibakar pada tahun 287 oleh Raja Diocletian.

Gereja Katolik menyatakan bahwa cerita kematian santo Eustace oleh banteng perunggu adalah "sama sekali salah".

Tautan Referensi

Kembali kehalaman sebelumnya