Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Darah dan Doa

Darah dan Doa
Cuplikan film Darah dan Doa
SutradaraUsmar Ismail
ProduserUsmar Ismail
Ditulis oleh
Pemeran
  • Del Juzar
  • Ella Bergen
  • Aedy Moward
  • Awaluddin Djamin
  • R. Soetjipto
Penata musikG. R. W. Sinsu
SinematograferMax Tera
PenyuntingDjohan Sjafri
Perusahaan
produksi
DistributorSpectra Film Exchange
Tanggal rilis
  • 1950 (1950)
Durasi128 menit
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
Anggaran350.000 rupiah

Darah dan Doa ([daˈrah ˈdan doˈa], dirilis di mancanegara dengan judul The Long March) adalah sebuah film perang yang dirilis di Indonesia pada tahun 1950. Sutradara sekaligus produser film Darah dan Doa adalah Usmar Ismail. Film ini mengisahkan cerita Komando Daerah Militer III/Siliwangi dan pemimpinnya Kapten Sudarto saat berkirab menuju Jawa Barat.

Film Darah dan Doa seringkali disebut sebagai film buatan Indonesia yang pertama setelah film Tjitra (1949) karya Umar Ismail yang dibuat oleh Belanda. Syuting pertama untuk film Darah dan Doa dilakukan pada tanggal 30 Maret 1950 dan ditetapkan sebagai hari film nasional di Indonesia.

Film Darah dan Doa awalnya diproduksi untuk ditayangkan di Festival Film Cannes, Biaya produksi yang tersedia sejumlah 350.000 Rupiah. Proses produksi Darah dan Doa nyaris berhenti karena kesulitan keuangan sebelum sutradara mendapatkan tambahan keuangan. Setelah menimbulkan kontroversi karena bahan temanya, film tersebut mengalami penyensoran dan akhirnya dirilis dengan kegagalan komersial. Namun, analisis retrospektif menyatakan hal yang lebih positif, dan Ismail dijuluki "bapak film Indonesia".[1]

Alur

Kodam Siliwangi, yang aslinya bermarkas besar di Jawa Barat, sementara dipindahkan ke Jawa Tengah menyusul Perjanjian Renville. Setelah meredam sebuah pemberontakan komunis di Madiun, yang menewaskan sejumlah anggota Partai Komunis Indonesia, mereka berpencar. Pemimpin kodam, Kapten Sudarto, bertemu dengan seorang wanita Indo bernama Connie, yang berasal dari Bandung. Keduanya menjadi teman, namun setelah serangan Belanda diluncurkan di ibukota Yogyakarta, mereka harus berpisah kala kodam tersebut bergerak menuju barat. Kapten Sudarto memimpin pasukannya – bersama dengan sejumlah wanita dan anak-anak – sejuah lebih dari 200 kilometer (120 mi), berrehat pada siang hari dan bergerak pada pagi dan sore hari. Mereka mengalami kelaparan, penipisan suplai, dan serangan udara Belanda. Di sepanjang jalan, Sudarto mulai jatuh cinta dengan seorang perawat bernama Widya.

Kodam Siliwangi melintasi sebuah desa yang nyaris seluruh penduduknya tewas karena serbuan Belanda. Usai diarahkan dari penyintas tunggal, mereka menuju ke desa terdekat. Di sana, mereka disambut hangat dan diberikan banyak makanan yang dibutuhkan. Kala kodam tersebut singgah selama semalam, Sudarto berjalan dengan Widya, sehingga menimbulkan kemarahan di kalangan kodamnya. Pada malam itu, kodam tidur nyenyak di kasur sementara penduduk desa berjaga. Namun, pada pagi harinya, para penduduk desa tersebut – yang sebetulnya berkaitan dengan kelompok militan Darul Islam – berbalik melawan mereka. Kodam tersebut berhasil melawan balik, walau Sudarto tertembak oleh kepala desa.

Kodam Siliwangi sedang bertempur, dalam sebuah adegan dari film tersebut

Sudarto memerintahkan agar kepala desa tersebut dieksekusi, dan tugas tersebut dilaksanakan oleh putra pria tersebut. Setelah itu, kodam melanjutkan perjalanan ke barat. Pada suatu malam, Adam – anak buah Sudarto – memberitahukannya bahwa kodamnya tak suka pada hubungannya Sudarto dengan Widya. Mereka beradu mulut, dan Widya – yang mendengar semuanya – berujar bahwa ia akan pergi. Keesokan paginya, pasukan Belanda meluncurkan serangan yang menewaskan banyak korban, termasuk Widya dan Adam. Karena Kodam Siliwangi berpencaran, Sudarto memutuskan untuk pergi ke Bandung sendirian untuk suplai yang sangat dibutuhkan; sementara ia pergi, perwira Leo ditugaskan untuk memimpin kodam. Setelah bertemu dengan pejuang kemerdekaan yang menawarkan suplai, Sudarto mengunjungi Connie dan ditangkap oleh pasukan Belanda.

Kala ditahan, Sudarto disiksa dan mulai menyesali tindakannya, khususnya kegemarannya bermain wanita. Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, Sudarto dibebaskan dari tahanan dan diberi tahu bahwa istrinya telah meninggalkannya dan ia berada di bawah penyelidikan karena kepemimpinan yang buruk. Usai bertemu dengan Leo, ia menyadari bahwa kodamnya sampai tujuan dengan selamat. Pada suatu malam, kala ia membaca buku hariannya, Sudarto dihadapi oleh seorang pria yang para kerabatnya tewas di Madiun. Usai keduanya beradu mulut, Sudarto ditembak mati.

Produksi

Usmar Ismail, sutradara dan produser film tersebut

Darah dan Doa disutradarai oleh Usmar Ismail, seorang mantan prajurit yang sebelumnya pernah menjadi asisten sutradara dalam Gadis Desa karya Andjar Asmara dan menyutradarai dua film buatannya sendiri, Tjitra dan Harta Karun (semuanya tahun 1949).[2] Kontrol kreatif terhadap karya-karya tersebut, yang semuanya diproduksi untuk South Pacific Film Corporation (SPFC) dan disponsori Belanda, dipegang oleh jurukamera A.A. Denninghoff-Stelling. Sementara itu, Ismail menjabat sebagai pelatih dialog belaka.[3] Kala Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia usai beberapa bulan konferensi pada 1949, Ismail dan staf SPFC lainnya mendiskusikan pendirian studio mereka sendiri, walau langkah tak diambil sampai tahun berikutnya.[4] Untuk produksi perdananya, Ismail memilih untuk mengadaptasi sebuah cerpen karya penyair Sitor Situmorang, yang diserahkan oleh Situmorang kepada Ismail. Ismail kemudian menyatakan bahwa cerita tersebut menarik karena ia menceritakan "secara jujur kisah manusia dengan tidak jatuh menjadi film propaganda yang murah."[5][6]

Kru untuk produksi tersebut terdiri dari jurukamera Max Tera, seorang mantan karyawan SPFC, dengan tata rias oleh Rancha', rancangan artistik oleh Basuki Resobowo, G. R. W. Sinsu pada musik, serta Sjawaludin dan E. Sambas bertugas untuk efek suara.[7][8] Melalui koneksi militernya, Ismail mendapatkan bantuan teknikal dari berbagai anggota Tentara Nasional Indonesia, terutama Kapten Sadono.[9][10] Pemeran film Darah dan Doa kebanyakan terdiri dari para pendatang baru yang menanggapi iklan-iklan surat kabar; pendekatan ini dipilih secara sengaja oleh Ismail, yang mencari "muka-muka baru dengan bakat-bakat yang segar."[11] Ismail mengadaptasi pendekatan ini dari para sutradara Italia seperti Roberto Rossellini dan Vittorio De Sica.[12] Del Juzar, seorang mahasiswa hukum Universitas Indonesia, berperan sebagai Sudarto,[13] dengan peran lain dipegang oleh Ella Bergen, Faridah, Aedy Moward, Awaluddin Djamin, Rd Ismail, Suzana, Muradi, dan Rosihan Anwar.[14]

Del Juzar pada 1953. Ia berperan dalam peran utama Sudarto.

Pada usia dua puluh sembilan tahun,[15] Ismail memulai syuting film Darah dan Doa pada 30 Maret 1950 di Subang, Jawa Barat.[14][16] Keesokan harinya, ia mendirikan studionya sendiri, Perfini, untuk memproduksi film tersebut.[17] Tak seperti film-film sebelumnya, Ismail mengalami batasan teknis yang berat.[18] Walaupun Tjitra membutuhkan biaya sejumlah 67.500 rupiah, kala pemfilman Darah dan Doa dimulai, Ismail baru mengumpulkan 30.000 – dan lebih dari separuhnya dipakai untuk menyewa studio dan fasilitas SPFC (yang telah berganti nama menjadi Produksi Film Negara [PFN]). Untuk perjalanan mereka ke Subang, para pemeran dan kru menyewa sebuah bus kecil. Pemfilman diselesaikan memakai kamera Akeley yang telah usang[4] dan kru menangani lebih dari satu peran.[9]

Faktor manusia juga berujung pada penundaan produksi. Ismail dan anggota kru lainnya berniat untuk mencapai realisme dengan menjadikan segala adegang film sama seperti dalam kehidupan nyata; Ismail kemudian menyesal keputusan itu setelah menyadari bahwa "film itu adalah betul-betul seni make believe, membuat orang percaya tentang sesuatu, membuat kenyataan baru dari yang ada."[19] Sementara itu, tiga pemeran (termasuk pemeran utama, Del Juzar), bersaing untuk mendekati Faridah, sehingga terjadi pergesekan antar pemeran. Para pemeran juga memiliki penafsiran tersendiri soal peran-peran mereka, sehingga Ismail menghendaki agar mereka mengikuti pengarahannya.[19]

Kala pemfilman, Ismail menulis naskah syutingnya setiap malam dan mengembangkan bahan sumbernya. Setelah setiap hari pemfilman dilakukan, Ismail mengirim hasilnya ke PFN di Jakarta dan menerima cetakannya yang ditayangkan untuk para pemeran dan kru.[9] Salah satu pertunjukan ini menghasilkan kesepakatan antara Ismail dan pemilik bioskop lokal Tong Kim Mew, yang hadir pada waktu itu:[17] Tong akan memberikan dana produksi kepada Ismail, yang sudah berutang berat (ia menyatakan bahwa, pada titik ini, mereka sudah lama tidak mampu melunasi uang sewa), sementara Ismail memperkenankan Tong untuk menangani distribusi. Dengan pendanaan tersebut kru dapat menyelesaikan syuting, termasuk adegan-adegan tambahan di Purwakarta.[a][9] Kala kembali ke Jakarta, Ismail dan kru menyadari bahwa beberapa rekaman tak dapat digunakan, karena "ceritanya tak jalan."[9] Karena itu, adegan tambahan direkam di pegunungan Jawa Barat, termasuk Gunung Lawu dan Gunung Gede. Adegan lainnya direkam di tepi Sungai Citarum.[9] Pada akhirnya, film Dara dan Doa menelan biaya sejumlah 350.000 rupiah[20] (kala itu sekitar US$90.000),[21] yang berjumlah tiga kali lipat dari rata-rata produksi sezaman.[22]

Perilisan

Darah dan Doa dirilis pada September 1950 dan didistribusikan oleh Spectra Film Exchange.[23] Film tersebut diberi judul Inggris The Long March; menurut antropologis visual Amerika Serikat Karl G. Heider, judul ini merujuk pada Pawai Panjang-nya Tiongkok tahun 1934.[b][24] Tak lama usai perilisan film tersebut, dua kontroversi timbul, sehingga film tersebut dicekal di beberapa daerah di Indonesia. Para anggota kodam militer lain menganggap bahwa film tersebut terlalu menonjolkan peran Siliwangi, sementara para anggota masyarakat umum sulit meyakini bahwa Darul Islam telah mengkhianati kepentingan bangsa.[25] Alhasil, film membutuhkan ijin Presiden Sukarno untuk dirilis ulang pada September 1950, usai presiden menerima penayangan pribadi di Istana Negara pada pertengahan 1950.[13][18] Pada akhirnya, sejumlah adegan telah dipotong.[23][26]

Saat rilis, Darah dan Doa, yang diiklankan sebagai film yang menampilkan "pertempuran sengit melawan pendjadjah" dan "Suka Duka dalam GERILJA",[23] pada umumnya memperoleh sambutan kritis yang negatif. Sebuah ulasan dalam surat kabar Merdeka menganggap bahwa Darah dan Doa tak selaras, dengan hanya sedikit adegan yang dapat diterima.[27] Armijn Pane, yang menulis empat tahun usai perilisan film tersebut, mengkritik penampilan prajurit pada kirab mereka, menyatakan bahwa seragam mereka seharusnya nampak lebih kotor.[28] Namun, sambutan luar negeri bersifat lebih positif. Contohnya, kritikus film Jepang Tadao Sato memuji konsep film tersebut, dan bahkan membandingkannya dengan karya Andrzej Wajda.[29]

Kritikus film Indonesia Salim Said berujar bahwa Ismail memutuskan untuk "tidak akan mempertimbangkan segi komersial" dan mengirim film tersebut ke Festival Film Cannes di Prancis.[15] Sebetulnya, Darah dan Doa mengalami kegagalan keuangan, dan keuntungan yang diperoleh belum mampu menutupi biaya produksi sampai Ismail merilis film berikutnya pada tahun berikutnya.[20] Film ini tak ditayangkan di Cannes.[15] Pada tahun 1960, perusahaan Perfini mengatributkan kegagalan film tersebut dengan konflik antara apa yang diinginkan rakyat dan apa yang terjadi; dituturkan bahwa Ismail tak berhendak menggambarkan militer yang ideal, melainkan militer yang apa adanya – serta orang-orang dalam film tersebut.[30]

Warisan

Ismail beranggapan bahwa Darah dan Doa mencerminkan "kepribadian bangsa".[31] Pada tahun 1962, ia menulis bahwa film ini merupakan film perdananya karena ia memiliki kontrol kreatif yang sedikit dalam produksi-produksi sebelumnya.[32] Usai menyutradarai film tersebut, ia membuat dua puluh lima film lainnya sebagai sutradara,[33] termasuk dua film (Enam Djam di Jogja [1951] dan Pedjuang [1959]) yang berkisah tentang Revolusi Nasional Indonesia;[34] perusahaan-perusahaan yang menyaingi Perfini juga merilis film tersebut dengan tema serupa,[c] meski Biran berpendapat bahwa film-film tersebut tak menyentuh pada esensi revolusi.[35] Untuk perannya sebagai sutradara Darah dan Doa dan karya berikutnya, Ismail dijuluki "bapak film Indonesia",[1] walaupun cendekiawan Thomas Barker berujar bahwa perannya dalam perkembangan industri film Indonesia dilebih-lebihkan oleh Orde Baru karena keperluan anti-komunis dan pro-nasionalistik mereka.[36]

Darah dan Doa seringkali dianggap sebagai film Indonesia "nasional" pertama, meskipun film pertama yang diproduksi di Nusantara, Loetoeng Kasaroeng karya L. Heuveldorp, telah dirilis 24 tahun sebelumnya.[14] Menurut sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran, film-film yang dirilis antara 1926 dan 1949 tak dapat disebut film Indonesia, karena film-film tersebut memiliki kekurangan esensi identitas nasional.[31] Kritikus film Nova Chairil menyatakan hal serupa, karena film Darah dan Doa merupakan film yang "disutradarai oleh orang Indonesia asli, diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, dan diambil gambarnya di Indonesia."[37] Namun, Barker dan rekan cendekiawan film Charlotte Setijadi-Dunn berpendapat bahwa film-film karya para produser beretnis Tionghoa – yang pada umum diabaikan karena dianggap terlalu berorientasi kepada laba – sudah mengandung sebuah identitas Indonesia; sebagai contoh, mereka mengutip Kris Mataram (1940) karya Njoo Cheong Seng. Tak seperti identitas nasional homogen yang ditawarkan dalam Darah dan Doa, mereka menyatakan bahwa film-film yang diproduksi orang Tionghoa tersebut menawarkan kemungkinan identitas heterogen.[38]

Komunitas film Indonesia mulai merayakan hari pertama syuting Darah dan Doa, 30 Maret, sebagai Hari Film Nasional pada 1950. Dalam konferensi Badan Film Nasional Indonesia tahun 1962, tanggal ini mulai diberi pengakuan yang lebih formal sebagai Hari Film Nasional, dan Darah dan Doa diakui sebagai "film nasional" pertama.[14][36] Hari Film Nasional resmi dinyatakan pada 1999, kala Presiden B. J. Habibie mengesahkan Keputusan Presiden no. 25/1999.[14] Menurut pemeran yang beralih menjadi sutradara Slamet Rahardjo, peringatan tersebut menandakan bahwa "bangsa Indonesia mengakui industri film lokal mereka dan berkehendak untuk mengembangkannya".[39]

Kirab panjang Kodam Siliwangi menjadi tema dari film lainnya, Mereka Kembali pada 1972.[14] Disutradarai oleh Nawi Ismail, film tersebut dibintangi Sandy Suwardi Hassan, Rahayu Effendi, Rina Hasyim, dan Aedy Moward. Mereka Kembali memenangkan penghargaan tunggal, Runner-Up untuk Pemeran Laki-laki Terbaik (Arman Effendy), di Festival Film Indonesia 1972.[40] Dalam membandingkan dua film tersebut, Heider menyatakan bahwa Darah dan Doa menggambarkan komunis dalam sorotan lebih simpatetik dan "mengabaikan" Darul Islam, sementara Mereka Kembali tak menggambarkan tragedi di Madiun dan menyudutkan Darul Islam. Ia menyatakan bahwa film sebelumnya dirilis dalam "waktu untuk penyembuhan, waktu untuk mengkonsolidasikan republik baru, bahkan menonjolkan orang-orang yang ... berjuang melawannya."[41] Ia kemudian menyatakan bahwa Darah dan Doa lebih ter-Eropanisasi dan individualistik, dengan fokus pada Sudarto, sementara Mereka Kembali memusatkan pentingnya kelompok dan mewakilkan "Indonesianisasi sinema nasional".[42]

Arsip video Indonesia Sinematek Indonesia menyimpan salinan 35 mm dan VHS dari Darah dan Doa.[14] Film tersebut juga disimpan di Cinémathèque Française.[27] Film ini masih ditayangkan dalam festival-festival.[43]

Catatan

  1. ^ Tong juga menyediakan dana untuk dua film Ismail berikutnya, Enam Djam di Jogja (1951) dan Dosa Tak Berampun (1951), dengan jumlah serupa (Biran 2009b, hlm. 123–125).
  2. ^ (Ismail 1983, hlm. 185) menyatakan bahwa hal tersebut adalah niat Sitor Situmorang kala menulis.
  3. ^ Beberapa contoh: produksi-produksi karya Persari (Sepandjang Malioboro [1950]; Hampir Malam di Djogja [1951]), dan Bintang Surabaja (Djembatan Merah [1950]; Selamat Berdjuang, Masku! [1951]).

Referensi

  1. ^ a b Kurniasari 2012, Reviving.
  2. ^ Biran 2009a, hlm. 360–364.
  3. ^ Biran 2009a, hlm. 367.
  4. ^ a b Ismail 1983, hlm. 165.
  5. ^ Susanto 2003, hlm. 243.
  6. ^ lsf.go.id, Mengenang 40 Tahun.
  7. ^ Filmindonesia.or.id, Credits.
  8. ^ Ismail 1950, 00:01:08.
  9. ^ a b c d e f Ismail 1983, hlm. 167.
  10. ^ Ismail 1950, 00:01:10.
  11. ^ Ismail 1983, hlm. 166.
  12. ^ Anwar 2004, hlm. 86.
  13. ^ a b Anwar 2004, hlm. 59.
  14. ^ a b c d e f g Filmindonesia.or.id, Long March.
  15. ^ a b c Said 1982, hlm. 49.
  16. ^ Ismail 1983, hlm. 165, 167.
  17. ^ a b Said 1982, hlm. 51.
  18. ^ a b Ismail 1983, hlm. 164.
  19. ^ a b Ismail 1983, hlm. 168.
  20. ^ a b Anwar 2004, hlm. 89.
  21. ^ NY Times 1951, Indonesians doubt.
  22. ^ Ismail 1983, hlm. 170.
  23. ^ a b c Aneka 1950, hlm. 20.
  24. ^ Heider 1991, hlm. 102.
  25. ^ Said 1982, hlm. 52.
  26. ^ Anwar 2004, hlm. 64.
  27. ^ a b Biran 2009b, hlm. 135.
  28. ^ Pane 1955, hlm. 1.
  29. ^ in Biran 2009b, hlm. 135.
  30. ^ Perfini 1960, hlm. 4.
  31. ^ a b Biran 2009a, hlm. 45.
  32. ^ Filmindonesia.or.id, Tjitra.
  33. ^ Filmindonesia.or.id, Usmar Ismail.
  34. ^ Anwar 2004, hlm. 61.
  35. ^ Biran 2009b, hlm. 125–127.
  36. ^ a b Barker 2011, hlm. 11–15.
  37. ^ Setijadi-Dunn & Barker 2011, hlm. 34.
  38. ^ Setijadi-Dunn & Barker 2011, hlm. 36, 48.
  39. ^ Sabarini 2008, National film day.
  40. ^ Filmindonesia.or.id, Penghargaan Mereka Kembali.
  41. ^ Heider 1991, hlm. 105–106.
  42. ^ Heider 1991, hlm. 129–130.
  43. ^ Zandri 2011, Reminiscing.

Karya kutipan

  • Anwar, Rosihan (2004). Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia [A Small History (Petite Histoire) of Indonesia]. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-428-7. 
  • Barker, Thomas (2011). "Mempertanyakan Gagasan 'Film Nasional'" [Questioning the Concept of 'National Films']. Dalam Cheng, Khoo Gaik; Barker, Thomas; Imanjaya, Ekky. Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita? [Where Will Our Cinema Go?]. Jakarta: Salemba Humanika. hlm. 31–56. ISBN 978-602-8555-38-8. 
  • Biran, Misbach Yusa (2009a). Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa [History of Film 1900–1950: Making Films in Java]. Jakarta: Komunitas Bamboo working with the Jakarta Art Council. ISBN 978-979-3731-58-2. 
  • Biran, Misbach Yusa (2009b). Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia [The Role of the Youth in the Development of the Indonesian Film Industry]. Jakarta: Ministry of Youth and Sports. OCLC 607257806. 
  • Hastuti, Rita Sri (14 March 2011). "Mengenang 40 Tahun Kepergian USMAR ISMAIL Dari Darah dan Doa" [Commemorating 40 Years After USMAR ISMAIL's Death, from Darah dan Doa]. lsf.go.id. Jakarta: Film Censorship Bureau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2014. Diakses tanggal 20 January 2012. 
  • Heider, Karl G (1991). Indonesian Cinema: National Culture on ScreenPerlu mendaftar (gratis). Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3. 
  • "Indonesians Doubt Ban Caused Crisis". New York Times. 12 June 1951. hlm. 5. Diakses tanggal 13 January 2013.  (perlu berlangganan)
  • Ismail, Usmar (sutradara dan produser) (1950). Darah dan Doa. Jakarta: Perfini. OCLC 51902911. 
  • Ismail, Usmar (1983). "Film Pertama Saya" [My First Film]. Usmar Ismail Mengupas Film [Usmar Ismail Discusses Film]. Jakarta: Sinar Harapan. hlm. 164–71. OCLC 10435722. 
  • Kurniasari, Triwik (24 June 2012). "Reviving Usmar Ismail's legacy". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2014. Diakses tanggal 23 September 2012. 
  • "Long March, The (Darah dan Doa)". filmindonesia.or.id. Jakarta: Konfidan Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 March 2017. Diakses tanggal 10 January 2013. 
  • "Long March, The (Darah dan Doa) | Kredit" [Long March, The (Darah dan Doa) | Credits]. filmindonesia.or.id. Jakarta: Konfidan Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 March 2016. Diakses tanggal 11 January 2013. 
  • Pane, Armijn (Juni 1955). "Bahasa dan Film" [Language and Film]. Bulanan Medan Bahasa. V (6): 1–6. 
  • "Penghargaan Mereka Kembali" [Awards for Mereka Kembali]. filmindonesia.or.id. Jakarta: Konfidan Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 March 2016. Diakses tanggal 10 January 2013. 
  • Perfini, ed. (1960). 10 Tahun Perfini [10 Years of Perfini]. Jakarta: Perfini. 
  • Sabarini, Prodita (23 March 2008). "National film day time to reflect to history". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 March 2016. Diakses tanggal 11 January 2013. 
  • Said, Salim (1982). Profil Dunia Film Indonesia [Profile of Indonesian Cinema]. Jakarta: Grafiti Pers. OCLC 9507803. 
  • Setijadi-Dunn, Charlotte; Barker, Thomas (2011). "Membayangkan 'Indonesia': Produser Etnis Tionghoa dan Sinema Pra-Kemerdekaan" [Imagining 'Indonesia': Ethnic Chinese Producers and Pre-Independence Cinema]. Dalam Cheng, Khoo Gaik; Barker, Thomas; Imanjaya, Ekky. Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita? [Where Will Our Cinema Go?]. Jakarta: Salemba Humanika. ISBN 978-602-8555-38-8. 
  • Susanto, A. Budi (2003). Identitas Dan Postkolonialitas Di Indonesia [Identity and Postcolonialism in Indonesia]. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 978-979-21-0851-4. 
  • "The Long March (Darah dan Doa)". Aneka. Jakarta. 1 (13): 20. 1 September 1950. 
  • "Tjitra". filmindonesia.or.id. Jakarta: Konfidan Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 December 2013. Diakses tanggal 23 August 2012. 
  • "Usmar Ismail | Filmografi" [Usmar Ismail | Filmography]. filmindonesia.or.id. Jakarta: Konfidan Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2014. Diakses tanggal 23 September 2012. 
  • Zandri, Er Audy (28 Maret 2011). "Reminiscing the glorious past of Indonesian films". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2016. Diakses tanggal 11 Januari 2013. 

Pranala luar

Read other articles:

This list is incomplete; you can help by adding missing items. (August 2018) This is a list of Nigerian films released before 1970. Nigerian Cinema Before 1970 1970s 1980s 1990s 1990 1991 1992 1993 19941995 1996 1997 1998 1999 2000s 2000 2001 2002 2003 20042005 2006 2007 2008 2009 2010s 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020s 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 vte Colonial era 1920s Title Director Genre Notes Ref 1926 Palaver Geoffrey Barkas Adventure Recognized as…

Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan.Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. Bagian dari seriIslam Rukun Iman Keesaan Allah Malaikat Kitab-kitab Allah Nabi dan R…

Centauresse et FauneCentauresse et Faune.Artiste Augustin CourtetDate 1849Type SculptureLocalisation Parc de la Tête d'or, Lyon (France)Coordonnées 45° 46′ 39″ N, 4° 50′ 44″ E Géolocalisation sur la carte : Lyon Géolocalisation sur la carte : France Géolocalisation sur la carte : parc de la Tête d'or modifier - modifier le code - modifier Wikidata La Centauresse et le faune ou Centauresse et Faune est une sculpture d'Augustin Cour…

العلاقات البرازيلية الزيمبابوية البرازيل زيمبابوي   البرازيل   زيمبابوي تعديل مصدري - تعديل   العلاقات البرازيلية الزيمبابوية هي العلاقات الثنائية التي تجمع بين البرازيل وزيمبابوي.[1][2][3][4][5] مقارنة بين البلدين هذه مقارنة عامة ومرجعية للدو…

Halaman ini berisi artikel tentang habitat yang dapat mencukupi diri. Untuk ilmu yang mempelajari masa lalu makhluk yang terkubur, lihat Arkeologi. Desain konsep untuk proposal NOAH (New Orleans Arcology Habitat), yang dirancang oleh E. Kevin Schopfer[1] Berkas:Try2004.gifGambaran hiperstruktur atau megakota Shimizu Mega-City Pyramid di program Extreme Engineering Discovery Channel. Arkologi (lakuran dari kata arsitektur dan ekologi)[2] adalah bayangan prinsip desain arsitektur u…

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkulu TengahDewan Perwakilan RakyatKabupaten Bengkulu Tengah2019-2024JenisJenisUnikameral SejarahSesi baru dimulai9 September 2019PimpinanKetuaBudi Suryantono (NasDem) sejak 4 Oktober 2019 Wakil Ketua IPeri Haryadi, S.Sos. (PDI-P) sejak 4 Oktober 2019 Wakil Ketua IIEvi Susanti, S.IP. (Gerindra) sejak 4 Oktober 2019 KomposisiAnggota25Partai & kursi  PDI-P (4)   NasDem (4)   Hanura (3)   Perindo (3)…

This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Whole Lot of Leavin' – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (June 2011) (Learn how and when to remove this template message) 2008 single by Bon JoviWhole Lot of Leavin'Single by Bon Jovifrom the album Lost Highway ReleasedMay 9, 2008 (Europe Only)[1]…

Russian politician In this name that follows Eastern Slavic naming customs, the patronymic is Vasilievich and the family name is Fomichyov. Vyacheslav FomichyovВячеслав ФомичевMember of the State Duma for Moscow OblastIncumbentAssumed office 12 October 2021Preceded byMaksim SurayevConstituencyBalashikha (No. 117)Deputy of the 6th Moscow Oblast DumaIn office18 September 2016 – 18 September 2021 Personal detailsBorn (1965-04-26) 26 April 1965 (age 58)Saransk,…

Questa voce sull'argomento Stati Uniti d'America è solo un abbozzo. Contribuisci a migliorarla secondo le convenzioni di Wikipedia. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. Dipartimento di guerra degli Stati Uniti State, War, & Navy Building di Washington DC, sede del dipartimento dal 1871 fino alla sua soppressione. Stato Stati Uniti Istituito1789 daGeorge Washington Soppresso1947 daHarry Truman SuccessoreUnited States Department of the ArmyUnited States Department of th…

K. H.Mas Mansoer Ketua Umum Muhammadiyah ke-4Masa jabatan1937 – 1942PendahuluK. H. Hisjam bin HoesniPenggantiKi Bagoes Hadikoesoemo Informasi pribadiLahir(1896-06-25)25 Juni 1896Soerabaja, Hindia BelandaMeninggal25 April 1946(1946-04-25) (umur 49)Surabaya, Jawa Timur, IndonesiaMakamGipo, SurabayaKebangsaanIndonesiaSuami/istriSiti Zakijah HalimahOrang tuaK. H. Mas Achmad Marzoeqi (Ayah)Raudhah (Ibu)KerabatSyafrudin Budiman (cicit)Alma materUniversitas Al-AzharPenghargaan sipil…

Untuk kegunaan lain, lihat The Age of Innocence. The Age of InnocenceTheatrical release posterSutradaraMartin ScorseseProduserBarbara De FinaSkenarioJay CocksMartin ScorseseBerdasarkanThe Age of Innocenceoleh Edith WhartonPemeran Daniel Day-Lewis * Michelle Pfeiffer * Winona Ryder NaratorJoanne WoodwardPenata musikElmer BernsteinSinematograferMichael BallhausPenyuntingThelma SchoonmakerDistributorColumbia PicturesTanggal rilis 17 September 1993 (1993-09-17) Durasi139 minutesNegaraUnit…

Ancient Greek city, forerunner of Constantinople This article is about the ancient city. For the city in the late Roman period (330–1453), see Constantinople. For the Ottoman and modern city (after 1453), see Istanbul. For the empire, see Byzantine Empire. For other uses, see Byzantium (disambiguation). ByzantiumByzantionLocation of Byzantion, corresponding to the modern-day Fatih district of IstanbulAlternative nameByzantion (earlier Greek name), Nova Roma (New Rome)LocationFatih, Istanb…

Daniel Agger Agger bersama Denmark di Euro 2012Informasi pribadiNama lengkap Daniel Munthe Agger[1]Tanggal lahir 12 Desember 1984 (umur 39)[2]Tempat lahir Hvidovre, DenmarkTinggi 1,91 m (6 ft 3 in)Posisi bermain BekKarier junior1996–2004 BrøndbyKarier senior*Tahun Tim Tampil (Gol)2004–2006 Brøndby 34 (5)2006–2014 Liverpool 175 (9)2014–2016 Brøndby 43 (2)Total 252 (16)Tim nasional2003–2004 Denmark U-20 10 (1)2004–2006 Denmark U-21 10 (3)2005–20…

Global initiative to stop trafficking of weapons of mass destruction This article uses bare URLs, which are uninformative and vulnerable to link rot. Please consider converting them to full citations to ensure the article remains verifiable and maintains a consistent citation style. Several templates and tools are available to assist in formatting, such as reFill (documentation) and Citation bot (documentation). (June 2022) (Learn how and when to remove this message) So San assault by Spanish sp…

1817-1819 U.S. Congress This article includes a list of general references, but it lacks sufficient corresponding inline citations. Please help to improve this article by introducing more precise citations. (February 2013) (Learn how and when to remove this message) 15th United States Congress14th ←→ 16thThe Old Brick Capitol, the temporary Capitol while the U.S. Capitol was being renovated after the Burning of Washington. (pictured here around 1861 in use as a Civil War prison)Mar…

Guido Canella (Bucarest, 19 gennaio 1931 – Milano, 2 settembre 2009) è stato un architetto italiano. È stato uno dei protagonisti più importanti ed originali dell'architettura italiana del dopoguerra. Docente presso la Facoltà di architettura civile del Politecnico di Milano, è stato direttore delle riviste Hinterland (34 numeri dal 1977 al 1985) e Zodiac (21 numeri dal 1989 al 1999). Nominato Professore Emerito al termine della sua carriera universitaria nel 2006, nel biennio 2007-2008 …

Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini.Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala.Tag ini diberikan pada Februari 2023. Jacob DeShazerJacob Daniel DeShazer pada 1945Lahir(1912-11-15)15 November 1912West Stayton, OregonMeninggal15 Maret 2008(2008-03-15) (umur 95)Salem, OregonPengabdianASDinas/cabangPasukan Udara Angkatan Darat Amerika SerikatLama dinas1940–1945…

Daffy Duck's Quackbusters - Agenzia acchiappafantasmiDaffy nel suo ufficio con PorkyTitolo originaleDaffy Duck's Quackbusters Lingua originaleinglese Paese di produzioneStati Uniti d'America Anno1988 Durata78 min Rapporto1,37:1 Genereanimazione, commedia, orrore RegiaGreg Ford, Terry Lennon SceneggiaturaGreg Ford, Terry Lennon ProduttoreSteven S. Greene Casa di produzioneWarner Bros. Animation Distribuzione in italianoWarner Home Video MontaggioJim Champin MusicheCarl Stalling, Milt Fran…

Cursive form of the Hebrew alphabet Judeo-español in Solitreo and Rashi scripts Comparison of Solitreo, Rashi and block scripts Solitreo (Hebrew: סוליטריאו ,סוֹלִיטְרֵיוֹ) is a cursive form of the Hebrew alphabet. Traditionally a Sephardi script, it is the predecessor of modern cursive Hebrew currently used for handwriting in modern Israel and for Yiddish. The two forms differ from each other primarily in that Solitreo uses far more typographic ligatures than the Modern He…

1945 agreement between the major 3 Allies regarding the end of World War II Treaty of Potsdam redirects here. For the 1805 treaty, see Treaty of Potsdam (1805). Not to be confused with Potsdam Declaration. The Big Three: Attlee, Truman, Stalin The Potsdam Agreement (German: Potsdamer Abkommen) was the agreement among three of the Allies of World War II: the United Kingdom, the United States, and the Soviet Union after the war ended in Europe on 1 August 1945 and it was published the next day. A …

Kembali kehalaman sebelumnya