Demografi merupakan gabungan dua kata berasal dari bahasaYunani, yaitu demos dan grafein yang artinya rakyat dan tulisan. Jadi demografi adalah setiap tulisan mengenai rakyat atau kependudukan manusia.[1] Analisis kependudukan tersebut dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.[2] Demografi merupakan studi ilmiah tentang penduduk terutama berkaitan dengan fertilitas, mortalitas, dan mobilitas. Demografi mencakup jumlah penduduk, persebaran geografis, komposisi penduduk dan karakter demografis serta bagaimana faktor-faktor ini berubah dari waktu ke waktu.[3] Maka dari itu, demografi fokus mengkaji permasalahan kependudukan secara kuantitatif, seperti jumlah, struktur, komposisi, dan ukuran kependudukan sehingga teknik-teknik perhitungan data kependudukan atau demografi sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil dan kualitas perhitungan yang baik.[4]
Para praktisi atau ahli di bidang kependudukan disebut sebagai demograf.[2] Para demograf tertarik pada statistik fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan mobilitas (perpindahan tempat) karena ketiga variabel ini merupakan komponen yang berpengaruh terhadap perubahan penduduk. Ketiga komponen tersebut diukur dengan tingkat kelahiran, tingkat kematian dan tingkat migrasi yang menentukan jumlah penduduk, komposisi umur dan laju pertambahan atau penurunan penduduk.[3]
Pada abad pertengahan banyak dari kalangan pemikir Kristen memberikan ide-ide klasik tentang demografi, seperti William dari Conches, Bartholomew dari Lucca, William dari Auvergne, dan William dari Pagula,[6] juga ilmuwan muslim seperti Ibnu Khaldun.[7]
Studi mengenai demografi di abad modern paling awal ialah buku karya John dari Graunt yang berjudul Natural and Political Observations Made upon the Bills of Mortality yang diterbitkan pada tahun 1662. Isinya berupa bentuk awal dari tabel kehidupan. Sejumlah data yang dimuat di buku tersebut ialah data seperti sepertiga dari anak-anak di London meninggal sebelum ulang tahun keenam belas mereka. Kemudian matematikawan seperti Edmond Halley, mengembangkan tabel kehidupan tersebut sebagai dasar matematika asuransi jiwa.
Pada tahun 1755, Benjamin Franklin menerbitkan esainya berjudul Observations Concerning the Improvement of Mankind, Peopling of Countries, etc., yang mengilustrasikan pertumbuhan eksponensial di koloni Inggris.[8] Karyanya kemudian diteliti lebih lanjut oleh Thomas Robert Malthus yang menulis pada akhir abad ke-18. Ia menyumbang gagasan bahwa jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan, maka akan cenderung melampaui pertumbuhan produksi pangan, yang menyebabkan timbulnya kelaparan dan kemiskinan yang terus meningkat.[9]
Pada tahun 1860 hingga 1910 merupakan periode transisi di mana demografi muncul dari bidang statistik sebagai kajian yang terpisah. Periode ini juga memunculkan sejumlah ahli demografi seperti, Adolphe Quételet (1796–1874), William Farr (1807–1883), Louis-Adolphe Bertillon (1821–1883) dan putranya Jacques (1851–1922), Joseph Körösi (1844–1906), Anders Nicolas Kaier (1838–1919), Richard Böckh (1824–1907), Mile Durkheim (1858-1917), Wilhelm Lexis (1837–1914), dan Luigi Bodio (1840-1920) yang turut berkontribusi pada pengembangan demografi beserta perangkat metodenya dan teknik analisis demografi.
Bonus demografi
Bonus demografi adalah peluang (windowofopportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Di Indonesia, fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kebijakan kependudukan yang menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru sampai sekarang.[10]
Periode bonus demografi dihitung berdasarkan economic support ratio yaitu jumlah tenaga kerja produktif yang menopang setiap seratus orang penduduk. Economic support ratio dapat memberikan gambaran secara lebih efektif potensi penduduk usia produktif yang tersedia untuk dioptimalkan dalam pembangunan.[11]
Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitur tahun 2020 hingga tahun 2030. Berdasarkan dataBadan Pusat Statistik hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungannya adalah 51.3%. Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif. Di negara-negara maju seperti di Eropa sudah melewati masa keemasan bonus demografi, sementara beberapa negara Asia seperti Tiongkok kini sudah mulai menikmatinya. Bonus demografi di negara-negara Eropa terjadi bervariasi antara tahun 1950-2000. Tiongkok mulai menikmati bonanza bonus demografi sejak tahun 1990 dan akan berlangsung sampai 2015. Di India, hampir sama dangan Indonesia, mendapatkan bonus demografi sejak tahun 2010. Sementara di negara-negara Afrika, bonus demografi bakal didapatkan hingga tahun 2045.[10]
Manfaat
Lebih banyak peluang pasar terutama dapat menarik investor untuk menanam modal di Indonesia.
^ abDjoko, M. A. S. Sri; Karyana, Yayat; Karim, Nur Azmi; Mirdad, Ade Jamal; Fatah, R. Hozin Abdul; Kusdiana, Dikdik; Pamungkas, Panji; Badranaya, Djaka (2017-05-13). Mobilitas Penduduk Dan Bonus Demografi. Bandung: UNPAD PRESS. hlm. 124. ISBN978-602-0810-00-3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)