Derby Tangerang adalah sebutan bagi persaingan antara dua klub asal Tangerang, yakni Persita Tangerang dan Persikota Tangerang.[1] Persaingan dan permusuhan dua klub ini diawali dari kebijakan pemekaranKabupaten Tangerang, yang kemudian lahirlah Kota Tangerang.[2] Derby Tangerang dikenal sebagai salah satu derby terpanas dalam sepak bolaIndonesia, tetapi sayangnya juga dikenal sebagai derby yang tidak memiliki esensi seperti derby di Eropa. Hasilnya pertandingan yang melibatkan Persita Tangerang dan Persikota Tangerang kerap ditunda, dibatalkan, dan berimbas pada kerugian klub.[3]
Sejarah
Tidak seperti Derby Indonesia antara Persija Jakarta dan Persib Bandung yang dapat dikatakan sudah tua dan lama, Derby Tangerang sebenarnya dapat dikatakan masih muda. Permulaan dari rivalitas dua klub Tangerang ini disebabkan pemekaran wilayah Tangerang (yang saat itu masih kabupaten). Saat masih bernama Kabupaten Tangerang, satu-satunya klub sepak bola yang ada adalah Persita Tangerang yang sudah berdiri sejak 1953.[2]
Setelah pemekaran Kabupaten Tangerang, kemudian lahirlah Kota Tangerang pada 1993. Berdirinya Kota Tangerang itu kemudian disusul dengan inisiasi mendirikan klub sepak bola untuk Kota Tangerang, dan lahirlah Persikota Tangerang pada 1995. Melalui kongresPersatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mensahkan Persikota Tangerang sebagai klub dan berhak ikut berkompetisi dalam Liga Indonesia musim 1996/97 atau satu tahun setelah berdiri.[2]
Penuh Kekerasan
Setelah berdirinya Persikota Tangerang, publik sepak bola Tangerang terbelah, mereka yang mewakili wilayah kabupaten mendukung Persita Tangerang atau disebut sebagai Benteng Viola. Sementara pendukung Persikota Tangerang disebut Benteng Mania. Dua kelompok suporter kerap bersitegang satu sama lain, meski sedang tidak ada pertandingan derby. Oleh karena itu, kerusuhan kerap terjadi saat kedua kelompok suporter ini bertemu atau sekedar berpapasan.[3]
Fatwa Haram
Kerusuhan terus menerus yang menimbulkan korban jiwa membuat sepak bola Tangerang terancam. Puncak dari kekisruhan ini adalah diterbitkannya fatwaharam oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pertandingan sepak bola di Tangerang, khususnya pertandingan antara Persita Tangerang dan Persikota Tangerang. Bahkan bukan hanya pertandingan resminya yang diharamkan, tetapi juga menggelar pertandingan sepak bola di Stadion Benteng pun termasuk diharamkan. Fatwa haram ini muncul karena setiap ada pertandingan di Stadion Benteng, selalu ada kerusuhan dan korban jiwa, jadi MUI memutuskan bahwa mengadakan pertandingan di Stadion Benteng lebih banyak mudharat daripada manfaat. Setelah terbitnya fatwa, kedua klub Tangerang itu menderita, Persikota Tangerang dan Persita Tangerang harus memulai liga dari divisi bawah lagi.[4]
Kenangan
Meskipun derby Tangerang hanya seumur jagung, tetapi tetap meninggalkan kenangan bagi para aktor lapangan. Salah satu mantan pemain Tim nasional sepak bola Indonesia yang mengenang derby Tangerang ialah Firmansyah, yang membela Persikota Tangerang selama 6 musim dari tahun 2000 sampai 2006. Selama membela Persikota Tangerang ia merasakan atmosfer derby Tangerang yang luar biasa, ia bahkan termasuk dalam skuad Persikota Tangerang saat sedang masa-masa jayanya.[5]