Gajah Mada (lahir ca 1280 – wafat ca 1364), dikenal juga dengan nama lain Jirnnodhara[3] adalah seorang panglima perang dan Mahapatih (Perdana menteri) yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.[4][5][6] Menurut berbagai sumber puisi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih.[4] Dia diangkat menjadi patih (perdana menteri) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi dan karirnya berlanjut hingga masa kekuasaan Hayam Wuruk yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.[7]Beliau diketahui menganut keyakinan Syiwa-Budha.
Pasca Insiden Bubat thn 1357 Masehi, Beliau diasingkan Ke Desa Madakaripura ,Probolinggo Hingga Akhir Hayat dan Meninggal dunia pada Thn 1364 Masehi.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton.[8] Ia menyatakan tidak akan istirahat atau menikmati kesenangan sebelum berhasil menyatukan Nusantara.[9]:363-364 Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.[10] Banyak masyarakat Indonesia masa sekarang yang menganggapnya sebagai pahlawan dan simbol nasionalisme Indonesia[11] dan persatuan Nusantara.[12]
Penggambaran rupa
Penggambaran Gajah Mada sebagai arca, kanan ke kiri:
Arca Brajanata, di Museum Nasional Indonesia, No.5136/310d.
Arca Bima, No.2776/286b.
Penggambaran rupa Gajah Mada yang populer di media sebenarnya adalah imajinasi dari Mohammad Yamin, di bukunya yang berjudul "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara", terbit pertama kali tahun 1945. Pada suatu hari di tahun 1940-an, Yamin mengunjungi Trowulan untuk melihat lokasi bekas kerajaan Majapahit. Ia menemukan pecahan terakota, salah satunya celengan berupa wajah seorang pria berwajah gempal dan berambut ikal. Berdasar bentuk muka wajah celengan itu, Yamin menafsirkan seperti itulah wajah Gajah Mada sang pemersatu Nusantara. Yamin kemudian meminta seniman Henk Ngantung membuat lukisan seperti terakota tersebut. Hasil lukisan lalu dipampang sebagai sampul muka buku karya Yamin. Banyak orang yang menentang pendapat Yamin, karena mustahil wajah tokoh sebesar Gajah Mada dipampangkan di celengan. Hal semacam itu adalah penghinaan karena biasanya para pemuka negara pada zaman Hindu Buddha, termasuk Majapahit, diarcakan. Beberapa orang bahkan yakin bahwa wajah yang disangka Gajah Mada itu tidak lain adalah wajah Yamin sendiri.[13]
Ada pula gambaran lain soal sosok Gajah Mada, berbeda dari yang diilustrasikan M. Yamin, yakni hasil penelitian arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar. Dia mengilustrasikan Gajah Mada selayaknya sosok Bima dalam pewayangan, yakni berkumis melintang.[14] Dalam media populer, Gajah Mada kebanyakan ditampilkan bertelanjang dada, memakai kain sarung, dan menggunakan senjata berupa keris. Meskipun ini mungkin benar dalam tugas sipil, pakaian lapangannya mungkin berbeda: Seorang patih Sunda menerangkan, seperti yang tertulis dalam kidung Sundayana, bahwa Gajah Mada mengenakan karambalangan (lapis logam di depan dada—breastplate) berhias timbul dari emas, bersenjata tombak berlapis emas, dan perisai penuh dengan hiasan dari intan berlian.[15][16]
Baju zirah yang mungkin dipakai Gajah Mada, kiri ke kanan:
Sebuah kuiras yang dipersembahkan oleh seorang brahmana, digambarkan di candi Borobudur.
Pakaian perang atau baju besi dari sebuah patung candi di Singasari.
Patung dewa memegang sebuah kuiras, dari Nganjuk, Jawa Timur, pada masa sebelumnya (abad ke-10 sampai ke-11).
Menurut Munandar, pada awalnya Gajah Mada diarcakan sebagai tokoh Brajanata dalam cerita panji, dan sebagai Bima dalam cerita Mahabharata pada masa kemudian. Pada awalnya Gajah Mada tidak langsung diarcakan sebagai tokoh Bima, ia diarcakan sebagai tokoh Brajanata karena kisah Panji lebih dulu dikenal daripada kegiatan pembuatan arca-arca Bima yang agaknya mulai berlangsung pada pertengahan abad ke-15. Pemuliaan Gajah Mada pada tahap pertama bersifat profan—adalah dalam bentuk pengarcaannya sebagai Brajanata, namun selanjutnya terjadi pemuliaan Gajah Mada dalam tahap kedua yang lebih bersifat sakral, yaitu disetarakan dengan Bima sebagai salah satu aspek Siwa.[17] Pada arca yang terdapat di Museum Nasional, arca tersebut digambarkan berbadan tegap, kumis melintang, rambut ikal berombak, di bagian puncak kepala terdapat ikatan rambut dengan pita membentuk seperti topi tekes. Ia mengenakan busana dan perhiasan gelang dan kelat lengan atas berupa ular sebagaimana Bima.[18]
Arca Bima dibuat pada masa akhir Majapahit dalam pertengahan abad ke-15. Ciri-cirinya adalah: a) Memakai mahkota supit urang (rambutnya dibentuk 2 lengkungan di puncak kepala seperti jepitan udang), b) Berkumis melintang, c) Berbadan tegap, d) Memakai kain poleng (hitam-putih), e) Lingganya selalu digambarkan menonjol.[19] Pada arca Bima yang tersimpan di Museum Nasional, beliau digambarkan berdiri tegak dengan kedua tangan disamping tubuhnya, tangan kanan memegang gadha, lingganya digambarkan menonjol menyingkirkan selendang yang menjuntai di antara 2 kaki, memakai upawita ular, mahkota supit urang, wajah sangar, kumis tebal melintang, rambut di atas dahinya digambarkan ikal membentuk seperti jamang (hiasan dahi).[20] Adanya kesamaan antara arca Brajanata sebagai perwujudan Gajah Mada dengan arca Bima bukanlah suatu kebetulan, melainkan terdapat konsepsi yang mendasarinya: Konsepsi itu berkembang seiring dengan semakin jauhnya jarak peristiwa sejarah dengan para pemujanya pada masa yang lebih kemudian.[19]
Arti nama
Kata "Gajah" mengacu kepada hewan yang besar yang disegani hewan lainnya, dalam mitologi Hindu dipercaya sebagai wahana (hewan tunggangan) dari dewa Indra. Gajah juga dihubungkan dengan Ganesa, dewa berkepala gajah berbadan manusia, putra Siwa dan Parwati. Adapun kata "Mada" dalam bahasa Jawa kuno artinya mabuk, bisa dibayangkan jika seekor gajah sedang mabuk, ia akan berjalan seenaknya, beringas, menerabas segala rintangan. Maka apabila dihubungkan dengan tokoh Gajah Mada, nama itu dapat ditafsirkan dalam 2 sifat, yaitu:[21]
Ia menganggap dirinya sebagai wahana raja, pelaksana perintah-perintah raja, sebagaimana gajah Airawata menjadi wahana dewa Indra.
Ia adalah orang yang seakan-akan mabuk dan beringas apabila menghadapi berbagai rintangan yang akan menghambat kemajuan kerajaan. Sungguh merupakan pilihan nama yang tepat dan agaknya nama itu telah dipikirkan masak-masak maknanya sebelum dipakai untuk nama dirinya.[21]
Dalam prasasti Gajah Mada diketahui julukan lain beliau, yaitu Rakryan Mapatih Jirnnodhara. Mungkin nama itu hanya sekadar gelaran bagi Gajah Mada, tetapi dapat pula dipandang sebagai nama resminya. Arti kata Jirnnodhara adalah "pembangun sesuatu yang baru" atau "pemugar sesuatu yang telah runtuh/rusak". Dalam pengertian harfiah Gajah Mada adalah pembangun caitya bagi Kertanegara yang semula belum ada. Dalam pengertian kiasan ia dapat dipandang sebagai pemugar dan penerus gagasan Kertanegara dalam konsep Dwipantara Mandala.[3]
Lahirnya Gajah Mada
“Pada tahun saka 1213/1291 M, Bulan Jyesta, pada waktu itu saat wafatnya Paduka Bhatara yang dimakamkan di Siwabudha…Rakryan Mapatih Mpu Mada, yang seolah-olah sebagai yoni bagi Bhatara Sapta Prabhu, dengan yang terutama di antaranya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwarddhani, cucu-cucu putra dan putri paduka Bhatara Sri Krtanagarajnaneuwarabraja Namabhiseka pada waktu itu saat Rakryan Mapatih Jirnnodhara membuat caitya bagi para brahmana tertinggi Siwa dan Buddha yang mengikuti wafatnya paduka Bhatara dan sang Mahawrddhamantri (Mpu Raganatha) yang gugur di kaki Bhatara.”
Demikian bunyi Prasasti Gajah Mada yang bertarikh 1273 saka atau tahun 1351. Sebagai mahamantri terkemuka, Gajah Mada dapat mengeluarkan prasastinya sendiri dan berhak memberi titah membangun bangunan suci (caitya) untuk tokoh yang sudah meninggal. Prasasti itu memberitakan pembangunan caitya bagi Kertanagara. Raja terakhir Singhasari itu gugur di istananya bersama patihnya, Mpu Raganatha dan para brahmana Siva dan Buddha, akibat serangan tentara Jayakatwang dari Kediri.
Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, agaknya Gajah Mada memiliki alasan khusus mengapa memilih membangunkan caitya bagi Kertanagara daripada tokoh-tokoh pendahulu lainnya. Padahal, selama era Majapahit yang dipandang penting tentunya Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit. kemungkinan besar bangunan suci yang didirikan atas perintah Gajah Mada adalah Candi Singhasari di Malang. Pasalnya, Prasasti Gajah Mada ditemukan di halaman Candi Singhasari. Bangunan candi lain yang dihubungkan dengan Kertanagara, yaitu Candi Jawi di Pasuruan. Candi ini sangat mungkin didirikan tidak lama setelah tewasnya Kertanagara di Kedaton Singhasari.[22]
Menurut Agus, berdasarkan data prasasti, karya sastra, dan tinggalan arkeologis, ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanagara hingga mendirikan candi baginya. Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan Sumpah Palapa. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas. Dengan wawasan Dwipantara Mandala, dia memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Dengan demikian Gajah Mada seakan meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh Dwipantara (Nusantara) yang awalnya telah dirintis oleh Kertanegara.
Kedua, dalam masa Jawa Kuno, candi atau caitya pen-dharma-an tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu, seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun tahun 1362 oleh cucunya, Hayam Wuruk. Atas alasan itu, Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih punya hubungan darah dengan Kertanagara.
Ayah Gajah Mada mungkin sekali bernama Gajah Pagon yang mengiringi Raden Wijaya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kediri. Gajah Pagon tidak mungkin orang biasa, bahkan sangat mungkin anak dari salah satu selir Kertanagara karena dalam kitab Pararaton, nama Gajah Pagon disebut secara khusus. Ketika itu, Raden Wijaya begitu mengkhawatirkan Gajah Pagon yang terluka dan dititipkan kepada seorang kepala desa Pandakan. Menurutnya, sangat mungkin Gajah Pagon selamat kemudian menikah dengan putri kepala desa Pandakan dan akhirnya memiliki anak, yaitu Gajah Mada yang mengabdi pada Majapahit.[22]
Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tunggadewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanagara. Dengan demikian, tidak mengherankan dan dapat dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Kertanagara karena Raja itu adalah eyangnya sendiri. Hanya keturunan Kertanegara saja yang akan dengan senang hati membangun caitya berupa Candi Singasari untuk mengenang kebesaran leluhurnya itu. Bahkan konsepsi Dwipantra Mandala dari Kertanagara mungkin menginspirasi dan mendorong Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.[22]
Biografi
Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang kariernya naik saat menjadi Bekel (kepala pasukan) Bhayangkara (pengawal Raja) pada masa Prabu Jayanagara (1309–1328). Terdapat sumber yang mengatakan bahwa Gajah Mada bernama lahir Mada,[23] sedangkan nama Gajah Mada[24] kemungkinan merupakan nama sejak menjabat sebagai patih.[25]
Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309–1328) ke desa Badander dan memadamkan pemberontakan Ra Kuti (salah seorang Dharmaputra, pegawai istana yang diistimewakan sejak masa Raden Wijaya). Sebagai balas jasa, dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca[26] disebutkan bahwa Jayanagara mengangkat Gajah Mada menjadi patih Kahuripan (1319). Dua tahun kemudian, dia menggantikan Arya Tilam yang mangkat sebagai patih di Daha / Kediri. Pengangkatan ini membuatnya kemudian masuk ke strata sosial elitis istana Majapahit pada saat itu. Selain itu, Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".[27][28]
Pasca Jayanagara mangkat, Arya Tadah yang merupakan Patih Amangkubhumi mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Ibusuri Gayatri yang menggantikan kedudukan Jayanegara dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Daha/Kediri. Gajah Mada sebagai Patih Daha sendiri tak langsung menyetujuinya, tetapi ia ingin membuat jasa terlebih dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak.
Tribuwana Wijayatunggadewi yang menjadi Rani Kahuripan menjadi pelaksana tugas pemerintahan Majapahit. Bahkan setelah Gayatri meninggal pada 1331, Tribhuwana Wijayatunggadewi tetap sebagai Maharani dari kerajaan Majapahit. Setelah Keta dan Sadeng dapat ditaklukan oleh Gajah Mada, barulah pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubhumi secara resmi menggantikan Arya Tadah (Mpu Krewes) yang sudah sepuh, sakit-sakitan, dan meminta pensiun sejak tahun 1329.
Ketika pengangkatannya sebagai Patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1334M) Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut:[9]:363
Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya:
[Akhirnya] Gajah Mada menjadi patih mangkubumi, [tetapi] tidak ingin amukti palapa. Gajah Mada [bersumpah], "Jika sudah takluk Nusantara, [maka] aku amukti palapa. Jika [sudah] takluk Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah aku amukti palapa".
Petrus Josephus Zoetmulder memaknai amukti palapa sebagai "menikmati suatu keadaan dimana segalanya bisa diambil", atau secara sederhana "menikmati kesenangan"; sedangkan menurut Slamet Muljana bermakna "menikmati istirahat".[9]:364
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakretagama, sumpah Gajah Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka membuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad Yamin dalam Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara. Gajah Mada pun meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat tenaga.
Arya Tadah memang pernah berjanji akan memberi bantuan dalam segala kesulitan kepada Gajah Mada. Namun, menurut Slamet Muljana, Arya Tadah sebenarnya juga ikut menertawakan program politik Gajah Mada itu karena pada hakikatnya, Arya Tadah alias Empu Krewes tidak rela melihat Gajah Mada menjadi patih amangkubumi sebagai penggantinya. Pengepungan Sadeng dan Keta di Jawa Timur terjadi pada tahun 1331. Ketika itu yang menjadi patih amanngkunhimi adalah Arya Tadah. Dia menjanjikan kepada Gajah Mada, sepulang dari penaklukkan Sadeng dia akan diangkat menjadi patih amangkubhumi menggantikannya. Alangkah kecewanya Gajah Mada, karena Kembar mendahuluinya mengepung Sadeng. Untuk menghindari sengketa antara Gajah Mada dan Kembar, Rani Tribhuana Tunggadewi datang sendiri ke Sadeng membawa tentara Majapahit. Kemenangan atas Sadeng tercatat atas nama Sang Rani sendiri. Semua peserta penaklukan Sadeng dinaikkan pangkatnya. Gajah Mada mendapat gelar angabehi, dan Kembar dinaikkan sebagai bekel araraman. Saat itu, Gajah Mada sendiri telah menjadi patih Daha.
Gajah Mada melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336 sampai 1357. Isi program politik ialah menundukkan negara-negara di luar wilayah Majapahit, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok), Seram, Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura). Bahkan, dalam kitab Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 nama-nama negara yang disebutkan jauh lebih banyak daripada yang dinyatakan dalam sumpah Nusantara.
Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda, karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan Nararya Sanggramawijaya atau secara umum disebut dengan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama dari Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294[29] dan Pararaton Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII[30] dan Invasi Yuan-Mongol ke Jawa pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam Kidung Panji Wijayakrama.
Dalam Kidung Sunda[31] diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayah dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.[32]
Akhir hidup
Tersebut pada tahun saka angin 8 utama (1285). Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam... Sekembalinya dari Simping segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran ke Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh.
Begitulah bunyi pemberitaan dalam Kakawin Nagarakretagama pupuh 70 bait 1–3 dikutip Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Raja Majapahit Rajasanegara atau Hayam Wuruk yang sedang melakukan perjalanan upacara keagamaan ke Simping (Blitar) dikejutkan dengan berita Gajah Mada sakit. Dia segera kembali ke ibu kota Majapahit.
Meski perannya di Kerajaan Majapahit begitu melegenda, akhir riwayat Gajah Mada hingga kini masih belum jelas. Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam Gajah Mada Biografi Politik menulis, ada berbagai sumber yang mencoba menjelaskan akhir hidup Gajah Mada. Sumber pertama adalah Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca itu mengisahkan akhir hidup Gajah Mada dengan kematiannya yang wajar pada tahun 1286 Saka (1364 M). Dari cerita-cerita rakyat Jawa Timur, Gajah Mada dikisahkan menarik diri setelah Peristiwa Bubat dan memilih hidup sebagai pertapa di Madakaripura di pedalaman Probolinggo selatan, wilayah kaki pegunungan Bromo-Semeru. Di wilayah Probolinggo ini memang terdapat air terjun bernama Madakaripura yang airnya jatuh dari tebing yang tinggi. Di balik air terjun yang mengguyur bak tirai itu terdapat deretan ceruk dan satu goa yang cukup menjorok dalam dan dipercaya dulu Gajah Mada menjadi pertapa dengan menarik diri dari dunia ramai sebagai wanaprastha (menyepi tinggal di hutan) hingga akhir hayatnya.
Adapun Kidung Sunda menyebutkan bahwa Gajah Mada tidak meninggal. Kidung ini membeberkan bahwa Gajah Mada moksa dalam pakaian kebesaran bak Dewa Visnu. Dia moksa di halaman kepatihan kembali ke khayangan. Namun, Agus Aris Munandar menyatakan bahwa akhir kehidupan Gajah Mada lenyap dalam uraian ketidakpastian karena dia malu dengan pecahnya tragedi Bubat. Selanjutnya, menurut Agus, bisa ditafsirkan bahwa Gajah Mada memang sakit dan meninggal di Kota Majapahit atau di area Karsyan yang tak jauh dari sana. Itu sebagaimana dengan keterangan kembalinya Rajasanagara ke ibu kota Majapahit dalam Nagarakretagama, segera setelah mendengar sang patih sakit.
Absennya Gajah Mada dalam politik Majapahit meninggalkan luka bagi sang raja. Hayam Wuruk sangat bersedih. Bahkan dikisahkan raja itu begitu putus asa. Dia langsung menemui ibunya, kedua adik, dan kedua iparnya untuk membicarakan pengganti kedudukan sang Patih Amangkubhumi. Namun, "Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gadjah Mada tak akan diganti,” tulis Nagarakretagama pupuh 71 bait 3.[33]
Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah Mada. Karena tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Mpu Nala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Amangkubhumi menggantikan posisi Gajah Mada.
Penghormatan
Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain Sukarno dan Mohammad Yamin sering menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagi revolusi nasional Indonesia untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.
Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. Satelittelekomunikasi Indonesia yang pertama dinamakan Satelit Palapa, yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di Nusantara dengan Sumpah Palapa-nya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.
Budaya populer
Gajah Mada memiliki kampanye untuk peradaban Melayu dalam paket ekspansi game Age of Empires II, Rise of the Rajas. Kampanye tersebut berkisar pada berdirinya kerajaan Majapahit dengan invasi Mongol, penaklukan Nusantara setelah Sumpah Palapa dan Tragedi Bubat yang menyebabkan kejatuhannya. Beliau juga muncul di Age of Empires II Definitive Edition.[34]
Gajah Mada muncul dalam paket ekspansi Brave New World untuk video game PC Sid Meier's Civilization V sebagai pemimpin peradaban Indonesia.[35]
^Pengarcaan Gajah Mada sebagai Brajanata dan Bima menunjukkan bahwa ia adalah pemuja Siwa, tetapi agama Majapahit sendiri adalah campuran (sinkretisme) Hindu-Buddha, juga dikenal sebagai Siwa-Buddha.
^Sangat mungkin Gajah Mada masih berperan di Majapahit setelah peristiwa Bubat. Munandar menafsirkan bahwa beliau memimpin sendiri serangan ke Dompo bersama laksamana Wiramandalika Mpu Nala. Tafsir tentang peranan Gajah Mada dalam Padompo dapat dilihat di karya sastra koleksi Kesultanan Bima berjudul "Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa", hanya saja nama Gajah Mada tidak disebut secara langsung melainkan diibaratkan dengan Bima. Uraian kisahnya pun telah dilingkupi dengan berbagai mitos, legenda, dongeng, dan juga peristiwa sejarah sezaman ketika naskah itu pertama kali digubah dalam abad ke-17 dan 19. Lihat Munandar 2010, hlm. 99–100
^ abPigeaud, Theodore Gauthier Th. (1975). Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali: descriptive catalogue, with examples of Javanese script, introductory chapters, a general index of names and subjects. Steiner. ISBN3515019642, 9783515019644 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan).
^Pogadaev, V. A., 2001, Gajah Mada: The Greatest Commander of Indonesia. Historical Lexicon. XIV –XVI Century. Vol. 1. h.245-253, Мoscow: Znanie.
^C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993
^J.L.A. Brandes, 1902, Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok.
^Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
^ abcPurwanto, Heri (2023). Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari–Majapahit. Tangerang Selatan: Javanica. ISBN978-623-98438-4-7.
^Gunawan, Restu (2005). Muhammad Yamin dan cita-cita persatuan Indonesia. University of Michigan Press.
^Oktorino, Nino (2020). Hikayat Majapahit - Kebangkitan dan Keruntuhan Kerajaan Terbesar di Nusantara. Jakarta: Elex Media Komputindo. hlm. 128–129.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Nugroho, Irawan Djoko (6 August 2018). "Baju Baja Emas Gajah Mada". Nusantara Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 14 August 2019.
^R. S. Subalidinata, Sumarti Suprayitno, Anung Tedjo Wirawan Sejarah dan perkembangan cerita murwakala dan ruwatan dari sumber-sumber sastra Jawa, University of Michigan Press (1985)
^Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama diitemukan pertama kali saat penyerangan di Puri Cakranegara, Lombok (1894), dengan teks dalam huruf Bali. Pada bulan Juli 1978, ditemukan kembali di beberapa tempat di Bali yaitu: di Amlapura (Karang Asem), di Geria Pidada, di Klungkung dan dua naskah lagi di Geria Carik Sideman.
^Kern, Hendrik (1918). H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch. M. Nijhoff.
^Robson, Stuart O. (1995). Désawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca. Leiden: KITLV Press.
(Inggris) Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1960). Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume III: Translations (edisi ke-3 (revisi)). The Hague: Martinus Nijhoff. ISBN978-94-011-8772-5.
Agus Nugroho Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi TengahPetahanaMulai menjabat 27 Maret 2023 PendahuluRudy SufahriadiPenggantiPetahana Informasi pribadiLahir14 Agustus 1969 (umur 54)Bandung, Jawa BaratAlma materAkademi Kepolisian (1991)Karier militerPihak IndonesiaDinas/cabang Kepolisian Daerah Sulawesi TengahMasa dinas69080353Pangkat Inspektur Jenderal PolisiSatuanReserseSunting kotak info • L • B Irjen. Pol. Dr. Agus Nugroho, S.I.K., S.H., M.H. (lahir 14 Agustus 1…
Manchester UnitedNama lengkapManchester United Football ClubJulukanThe Red Devils (Setan Merah)[1]Berdiri1878; 145 tahun lalu (1878) dengan nama Newton Heath LYR F.C.StadionOld Trafford(Kapasitas: 74.310[2])PemilikManchester United plc (NYSE: MANU)Ketua bersamaJoel dan Avram GlazerManajerErik ten HagLigaLiga Utama Inggris2022–2023Liga Utama Inggris, ke-3 dari 20Situs webSitus web resmi klub Kostum kandang Kostum tandang Kostum ketiga Musim ini Manchester United Footba…
العلاقات الأندورية البرازيلية أندورا البرازيل أندورا البرازيل تعديل مصدري - تعديل العلاقات الأندورية البرازيلية هي العلاقات الثنائية التي تجمع بين أندورا والبرازيل.[1][2][3][4][5] مقارنة بين البلدين هذه مقارنة عامة ومرجعية للدولتين: وجه ال…
Dutch architect and author Erick van EgeraatErick van Egeraat in 2007Born (1956-04-27) 27 April 1956 (age 67)Amsterdam, NetherlandsNationalityDutchAlma materDelft University of TechnologyOccupationArchitectAwardsMedia Architecture Award (2014)RIBA Award (2007)European Property award (2013)Practice(designed by) Erick van EgeraatBuildings ING Head Office in Budapest Drents Museum in Assen The Rock tower in Amsterdam Incineration line in Roskilde Main building and Auditorium, Leipzig Univ…
Stadion Ernst Happel UEFA Informasi stadionNama lengkapErnst-Happel-StadionNama lamaStadion PraterPemilikPemerintah Kota WinaOperatorWiener Stadthalle Betriebs- und Veranstaltungsgesellschaft m.b.H.LokasiLokasiWinaKonstruksiMulai pembangunan1929Dibuat1929-1931Dibuka1931Direnovasi1986ArsitekOtto Ernst SchweizerData teknisKapasitas53.008PemakaiTim nasional sepak bola AustriaAustria Wina (Hanya pertandingan yang diorganisir UEFA)Rapid Wina (Hanya pertandingan yang diorganisir UEFA)Sunting kotak inf…
العلاقات التركية النيكاراغوية تركيا نيكاراغوا تركيا نيكاراغوا تعديل مصدري - تعديل العلاقات التركية النيكاراغوية هي العلاقات الثنائية التي تجمع بين تركيا ونيكاراغوا.[1][2][3][4][5] مقارنة بين البلدين هذه مقارنة عامة ومرجعية للدولتين: وجه ال…
Melodifestivalen 2016 Type Pré-sélection pour le Concours Eurovision de la chanson Création 1959 Édition 56e Pays Suède Localisation Friends Arena, Stockholm Organisateur Sveriges Television (SVT) Date Demi-finales :6 février 201613 février 201620 février 201627 février 2016Andra Chansen :5 mars 2016Finale :12 mars 2016 Participant(s) 28 artistes (7 artistes dans chaque demi-finale) Site web Site officiel Melodifestivalen 2015 Melodifestivalen 2017 modifier Le Melod…
American basketball team 1967-1976 This article is about the former professional basketball team (1967–1976). For other uses, see Kentucky Colonel (disambiguation). This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Kentucky Colonels – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (December 2015) (Learn how and wh…
Italian mountaineer, adventurer and explorer (born 1944) Reinhold MessnerMessner in 2017Personal informationNationalityItalianBorn (1944-09-17) 17 September 1944 (age 79)Brixen (Bressanone), South Tyrol, ItalyWebsiteOfficial websiteClimbing careerKnown forFirst to climb all 14 eight-thousanders, first to climb all 14 eight-thousanders without supplemental oxygen, and first to climb Mount Everest without supplemental oxygenFirst ascents Agnér northeast face Nanga Parbat Rupal face Heiligkre…
1971 film by C. V. Rajendran Sumathi En SundariTheatrical release posterDirected byC. V. RajendranScreenplay byChithralaya GopuStory byPrasantha DebStarringSivaji GanesanJayalalithaaCinematographyThambuEdited byN. M. ShankarMusic byM. S. ViswanathanProductioncompanyRam Kumar FilmsRelease date 14 April 1971 (1971-04-14) Running time138 minutesCountryIndiaLanguageTamil Sumathi En Sundari (transl. My beautiful Sumathi) is a 1971 Indian Tamil-language romantic comedy film, direc…
هذه المقالة عن ولاية القضارف. لمعانٍ أخرى، طالع القضارف (توضيح). ولاية القضارف الاسم الرسمي القضارف موقع القضارف الإحداثيات 13°51′33″N 34°55′31″E / 13.85917°N 34.92528°E / 13.85917; 34.92528 تقسيم إداري البلد سودان العاصمة القضارف الحكومة والي ميرغني صالح علي ) خص…
Spanish-language television network This article is about an American bilingual television network. For Light Combat Tactical All-Terrain Vehicle, see L-ATV. For a defunct Spanish-language television network, see LAT TV. For a defunct over-the-air television network in Indonesia, see Lativi. Television channel LATVTypeBilingual broadcast television network(music, talk and variety series, children's programs)CountryUnited StatesBroadcast areaNationwide via OTA digital television(covering 37% of t…
HeathenGli Heathen al 70000 Tons of Metal 2016 Paese d'origine Stati Uniti GenereThrash metal[1]Speed metal Periodo di attività musicale1984 – 19922001 – in attività EtichettaMascot Records Album pubblicati4 Studio3 Live0 Raccolte1 Modifica dati su Wikidata · Manuale Gli Heathen sono un gruppo musicale statunitense di genere thrash metal, proveniente dalla San Francisco Bay Area. Indice 1 Storia 2 Formazione 2.1 Formazione attuale 2.2 Ex comp…
Isotope of aluminium Aluminium-26, 26AlGeneralSymbol26AlNamesaluminium-26, 26Al, Al-26Protons (Z)13Neutrons (N)13Nuclide dataNatural abundancetrace (cosmogenic)Half-life (t1/2)7.17×105 yearsSpin5+Decay modesDecay modeDecay energy (MeV)β+4.00414ε4.00414Isotopes of aluminium Complete table of nuclides Aluminium-26 (26Al, Al-26) is a radioactive isotope of the chemical element aluminium, decaying by either positron emission or electron capture to stable magnesium-26. The half-life of 2…
Questa voce sull'argomento calciatori polacchi è solo un abbozzo. Contribuisci a migliorarla secondo le convenzioni di Wikipedia. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. Jan Jałocha Nazionalità Polonia Altezza 174 cm Peso 74 kg Calcio Ruolo Centrocampista Termine carriera 2007 CarrieraSquadre di club1 1974-1986 Wisła Cracovia214 (19)1986-1988 Augusta? (?)1988-1990 Bayreuth65 (10)1990-1995 Eintracht Treviri? (?)1996-1997 VfL Trier 1912? (?)2002-2003 Vf…
Region or constituency of the Scottish Parliament Not to be confused with Perth and North Perthshire (UK Parliament constituency). Perthshire NorthCounty constituencyfor the Scottish ParliamentPerthshire North shown within the Mid Scotland and Fife electoral region and the region shown within ScotlandPopulation72,577 (2019)[1]Current constituencyCreated2011PartyScottish National PartyMSPJohn SwinneyCouncil areaPerth and KinrossCreated fromNorth Tayside,Perth Perthshire North is a constit…
العلاقات التركية الغانية تركيا غانا تركيا غانا تعديل مصدري - تعديل العلاقات التركية الغانية هي العلاقات الثنائية التي تجمع بين تركيا وغانا.[1][2][3][4][5] مقارنة بين البلدين هذه مقارنة عامة ومرجعية للدولتين: وجه المقارنة تركيا غانا المساحة (…