Gejolak pasar saham Tiongkok 2015–2016
Gejolak pasar saham Tiongkok dimulai dengan pecahnya gelembung pasar saham pada tanggal 12 Juni 2015.[1] Sepertiga nilai Saham-A di Bursa Efek Shanghai hilang dalam waktu satu bulan dari peristiwa ini. Guncangan susulan besar terjadi pada "Senin Kelabu" sekitar tanggal 27 Juli dan 24 Agustus. Tanggal 08-09 Juli 2015, pasar saham Shanghai telah jatuh 30 persen selama tiga minggu ketika 1.400 perusahaan, atau lebih dari setengah yang terdaftar, mengajukan penghentian perdagangan dalam upaya untuk mencegah kerugian lebih lanjut.[2] Nilai pasar saham Tiongkok terus turun meskipun adanya upaya pemerintah untuk mengurangi kejatuhannya.[3][4] Setelah tiga minggu stabil, indeks Shanghai kembali turun pada tanggal 24 Agustus mencapai 8,48 persen, menandai kejatuhan terbesar sejak tahun 2007.[5] Dalam pertemuan tahunan "menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 188 negara angggota lembaga pemberi pinjaman yang berbasis di Washington", Dana Moneter Internasional (IMF) bulan Oktober 2015, yang diadakan di Peru, kemerosotan Tiongkok mendominasi diskusi di mana peserta menanyakan apakah "penurunan ekonomi Tiongkok (akan) memicu krisis keuangan baru."[6] Pada akhir Desember 2015 pasar saham Tiongkok telah pulih dari guncangan dan telah mengungguli S&P untuk tahun 2015, meskipun masih jauh di bawah posisi tertingginya tanggal 12 Juni.[7] Pada akhir tahun 2015, Indeks Komposit Shanghai naik 12,6 persen.[7] Pada bulan Januari 2016 pasar saham Tiongkok dilanda aksi jual besar-besaran dan perdagangan dihentikan pada tanggal 4 dan 7 Januari 2016 setelah pasar jatuh 7%, yang terakhir dalam waktu 30 menit pembukaan. Bencana pasar saham memicu kekacauan global di awal tahun 2016.[8][9][10] Menurut artikel tanggal 19 Januari 2016 di Xinhua, kantor berita resmi pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, Tiongkok melaporkan tingkat pertumbuhan PDB 6,9 persen untuk tahun 2015 dan "volume ekonomi lebih dari sepuluh triliun dolar AS."[11] Jurnalis Forbes berpendapat bahwa "kejatuhan pasar saham tidak menunjukkan kempisnya ekonomi fisik Tiongkok." Tiongkok mengubah fokusnya dari manufaktur ke industri jasa[12] dan ketika ekonominya mengalami perlambatan, tetap masih bisa tumbuh mencapai 5%.[13] Sebelum terjadinya gejolak pasar sahamPasar saham di Tiongkok mengalami kelahiran sebenarnya di awal tahun 1990-an dengan pembukaan Bursa Efek Shanghai dan Shenzhen yang sudah lama ditunggu-tunggu. Tahun 2000, pasar saham Tiongkok telah memiliki lebih dari 1.000 perusahaan terdaftar, dengan nilai kapitalisasi pasar hampir sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) keseluruhan Tiongkok, dan pada akhir tahun 1998, investor telah membuka hampir 40 juta rekening investasi.[14] Ketika semakin banyak perusahaan yang go public, investor menyerbu bursa Shanghai dan Shenzhen. Pasar saham dan ekonomi Tiongkok tumbuh dengan cepat, dan pada tahun 2012, jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Shanghai dan Shenzhen telah meningkat menjadi lebih dari 2.400, dengan nilai kapitalisasi pasar hampir 50% dari PDB riil Tiongkok, dan mencakup lebih dari 200 juta saham dan rekening reksadana aktif.[15] Referensi
Pranala luar
|