Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Hidayatullah II dari Banjar

Hidayatullah II
Sultan Hidajat-Oellah Halil-Illah (ejaan Belanda)
Lukisan Sultan Hidayatullah II di Museum Lambung Mangkurat
Sultan Banjar XV
BerkuasaSeptember 1859 – 2 Maret 1862
PenobatanSeptember 1859 di Banua Lima
PendahuluTamjidullah II
PenerusPanembahan Amiruddin
Mangkubumi Banjar
Berkuasa9 Oktober 1856 – 5 Februari 1860
Penobatan9 Oktober 1856
KelahiranGusti Andarun
1822
Martapura, Kesultanan Banjar
Kematian24 November 1904(1904-11-24) (umur 81–82)
Cianjur, Karesidenan Parahyangan, Hindia Belanda
Pemakaman
Sawah Gede, Cianjur
Pasangan
1 ♀ Permaisuri Ratu Mas Bandara

2 ♀ Ratu Mas Ratna Kediri

3 ♀ Ratu Siti Aer Mas (Goestie Sitie Ayer Maas) binti Pangeran Tahhmid bin Sultan Sulaiman dari Banjar

4 ♀ Nyai Arpiah

5 ♀ Nyai Rahamah

6 ♀ Nyai Umpay

7 ♀ Nyai Putih

8 ♀ Nyai Jamedah

9 ♀ Nyai Ampit

10 ♀ Nyai Semarang

11 ♀ Nyai Noerain

12 ♀ Nyai Ratoe Etjeuh Zuriat Wira Tanu I Raden Aria Wiratanu Datar atau Eyang Dalem Cikundul, Murid Sunan Gunung Jati[1][2]

Keturunan
1 ♂ Pangeran Sasra Kasuma/Sasra Kasuma anak Nyai Noerain lahir di Banjar

2 ♂ Pangeran Abdul Rahman anak dari Ratu Mas Ratna Kediri melahirkan Pangeran Abdul Majid

3 ♂ Gusti Muhammad Saleh anak dari Nyai Arpiah ia Menikahi Ratu Sari melahirkan Pangeran Abdul Manaf

4 ♀ Putri Bulan anak dari Ratu Siti Aer Mas menikahi ♂ Pangeran Amin bin SULTAN BANJAR ♂ Pangeran Ratu Sultan Tamjidillah II al-Watsiq Billah

5 Putri Bintang anak dari Ratu Mas Bandara menikahi ♂ Pangeran Abdul Karim bin SULTAN BANJAR Tamjidillah II melahirkan Pangeran sulaiman

6 ♀ Ratu Salamah anak dari Ratu Siti Aer Mas lahir di banjar Menikahi ♂ Pangeran Kesoema Indra bin Pangeran Kassir bin Sultan Sulaiman dari Banjar melahirkan ♂ Pangeran Mohhamad Hanafia

7 ♀ Ratu Saleha anak dari Nyai Rahamah lahir di banjar menikahi ♂ Pangeran Mohhamad Ali Bassa (Goesti Isa bin Goesti Sopie ) melahirkan ♀ Ratu Halimah

8 ♀ Ratu Sari Banun anak dari Nyai Rahamah (Gusti Serie Banun Menikahi Pangeran Muhammad Illah Wirakusuma III dari Banjar melahirkan ♂ Pangeran Abdullah berputra Pangeran Dawud

9 ♀ Ratu Ratna Wandari/Ratu Syarifah Rattena Wandarie Menikahi Pangeran Syarif Abu bakar melahirkan Pangeran Syarif abdulah,Pangeran Syarif abdurahman


Ratu Ratna Wandari/Ratu Syarifah Rattena Wandarie Menikahi pangeran Muhammad melahirkan pangeran Hanafi,Arif.

10 Pangeran Amarullah/Amrullah anak dari Nyai Ratoe Etjeuh Zuriat Wira Tanu I Raden Aria Wiratanu Datar atau Eyang Dalem Cikundul, Murid Sunan Gunung Jati melahirkan Ratu Kusuma Sari

11 Pangeran Muhammad Alibasah anak dari Nyai Ratoe Etjeuh Zuriat Wira Tanu I Raden Aria Wiratanu Datar atau Eyang Dalem Cikundul, Murid Sunan Gunung Jati

Nama takhta
Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Hidayatullah Halil illah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman[3]
WangsaWangsa Banjar
AyahSultan Muda Abdur Rahman
IbuRatu Siti Mariama binti Nyai Intan binti Alooh Oengka binti Kiai Adipati Singasari)[4][5]/Nyai Intan adalah istri Goesti Koesin Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangkoe Boemi Nata
AgamaIslam Sunni

Sultan Hidayatullah II, terlahir dengan nama Gusti Andarun, dengan gelar mangkubumi Pangeran Hidayatullah kemudian bergelar Sultan Hidayatullah Halil Illah (lahir di Martapura, 1822 – meninggal di Cianjur, Jawa Barat, 24 November 1904 pada umur 82 tahun), adalah pemimpin Kesultanan Banjar yang memerintah antara tahun 1859 sampai 1862.[4][6] Ia dikenal sebagai salah seorang tokoh pemimpin Perang Banjar melawan pemerintahan Hindia Belanda.[7][8][9]

Terlahir sebagai anak dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah, Gusti Andarun merupakan kandidat utama pewaris takhta Kesultanan Banjar untuk menggantikan kakeknya Sultan Adam, namun posisi tersebut malah diisi oleh kakak tirinya Tamjidullah II yang mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda.[10] Peristiwa ini menimbulkan perpecahan di lingkungan keluarga bangsawan Banjar dan masyarakat, dimana terdapat kubu pendukung Tamjidullah yang dekat dengan Belanda dan kubu pendukung Gusti Andarun yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah Hindia Belanda tersebut.[4] Untuk meredam ketegangan tersebut, di tahun 1856 pemerintah Hindia Belanda lalu mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan) Banjar dengan gelar Pangeran Hidayatullah.[11][12]

Pengangkatan tersebut ternyata tidak bisa meredakan ketegangan antara keluarga bangsawan, masyarakat, dan pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan ini pun menjadi pemicu dimulainya Perang Banjar, dimana pada 18 April 1859, pasukan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara Oranje-Nassau di Pengaron.[13][14] Pemerintah kolonial lalu memakzulkan Tamjidullah dan mencoba menobatkan Hidayatullah sebagai sultan, namun Hidayatullah menolak tawaran tersebut. Ia sendiri dinobatkan oleh para panglima Banjar menjadi sultan pada September 1859, dengan gelar Sultan Hidayatullah Halil Illah.[15][16]

Ia memimpin Perang Banjar sampai di tahun 1862, ketika ia dan keluarganya berhasil ditangkap oleh pihak Hindia Belanda.[17] Sultan Hidayatullah beserta keluarga dan sebagian pengikutnya lalu diasingkan ke Cianjur, dimana ia menghabiskan sisa hidupnya disana sampai ia wafat di tahun 1904.[18] Atas sikapnya yang anti-imperialis dan kepemimpinannya dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Banjar, di tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkannya Bintang Mahaputera Utama.[19]

Kehidupan awal

Silsilah

Pangeran Hidayatullah terlahir dengan nama kelahiran Andarun. Anak-anak bangsawan Banjar yang baru lahir dan masih muda dipanggil Antung (= yang beruntung). Setelah beranjak dewasa akan dipanggil Gusti (= Tuan). Gusti Andarun lahir di Martapura di tahun 1822, dari pasangan Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah dan Ratu Siti [Maryamah] binti Pangeran Mangkubumi Nata, yang juga bangsawan keraton Banjar (golongan tutus/purih raja). Nama kedua Gusti Andarun adalah Pangeran Hidayatullah. Nama Pangeran hanya boleh diberikan oleh Sultan, setelah pernikahan. Pangeran Hidayatullah mewarisi darah biru keraton Banjar (berdarah kasuma alias ningrat murni) dari kedua orangtuanya, dimana Pangeran Hidayatullah merupakan calon utama penerus kepepimpinan Kesultanan Banjar, sesuai dengan surat wasiat dari kakeknya Sultan Adam.[20] Di masa yang telah lampau terdapat seorang sultan Banjar yang bernama Hidayatullah. Untuk membedakan dengan sultan Hidayatullah yang pertama, maka Pangeran Hidayatullah Andarun ini oleh penulis sejarah Banjar disebut Pangeran Hidayatullah II. Pangeran Hidayatullah juga memiliki kekerabatan dengan keluarga ningrat Sumbawa, dimana bibi buyutnya yang bernama Putri Sarah/Laiya binti Sultan Tahmidullah I menikah dengan Dewa Masmawa Sultan Mahmud, sultan Sumbawa kesepuluh dan menurunkan sultan-sultan Sumbawa di generasi selanjutnya.[21][22]

Polemik suksesi Banjar

Sultan muda Abdurrahman awalnya merupakan putra mahkota Kesultanan Banjar, namun ia wafat lebih awal dari ayahnya Sultan Adam di tahun 1852.[23] Peristiwa ini menimbulkan polemik dalam keluarga ningrat Banjar mengenai siapa yang paling berhak menggantikan Sultan Adam. Terdapat tiga kandidat penerus takhta Banjar, yaitu Gusti Andarun, cucu Sultan Adam dari menantu permaisurinya Ratu Siti, Gusti Wayuri atau Tamjidullah II, cucu dari menantu selirnya Nyai Besar Aminah yang merupakan keturunan Dayak-Pacinan. Ia berusia lebih tua 5 tahun dari Gusti Andarun, dan Prabu Anom, anak Sultan Adam juga adik dari Abdurrahman, yang diusulkan oleh Nyai Ratu Kamala Sari, permaisuri dari Sultan Adam.[12][24]

Meski Gusti Andarun merupakan keturunan tutus atau ningrat murni, Tamjidullah lebih mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda sebagai penerus takhta Banjar dikarenakan kedekatannya dengan kalangan pejabat kolonial selama membantu Pangeran Mangkubumi Nata dalam menjalankan tugas-tugasnya.[24] Campur tangan Belanda dalam pengangkatan Sultan Banjar berawal dari status Kesultanan Banjar sendiri yang menjadi tanah perlindungan (protektorat) dari VOC-Belanda sejak 13 Agustus 1787 di masa pemerintahan sultan Nata Alam. Pemerintah Hindia Belanda lalu menetapkan Tamjidullah sebagai sultan muda baru pada 8 Agustus 1852.[11] Sultan Adam memprotes penetapan tersebut karena Tamjidullah bukan keturunan ningrat murni, namun utusan yang dikirim untuk menyampaikan protesnya tersebut tidak diterima secara resmi oleh pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia. Sultan Adam pun lalu menulis surat wasiat yang menyatakan bahwa Gusti Andarun merupakan pewaris takhta Banjar yang sah dan menginginkan rakyat Banjar untuk mengangkatnya sebagai Sultan.[25]

Pada 30 April 1856, setelah mendapatkan tekanan dari pihak Hindia Belanda, Sultan Adam menyetujui pemberian konsesi tambang batu bara kepada pemerintah kolonial. Gusti Andarun sebenarnya sudah memahami bahaya yang dapat ditimbulkan dari pemberian konsesi ini, namun ia terpaksa ikut menyetujuinya karena pasukan Belanda sudah ditempatkan di berbagai pusat tambang tersebut.[26]

Diangkat sebagai mangkubumi

Pangeran Praboe Anom Putra Sulthan Adam adalah Sultan Muda Kesultanan Banjar yang dilantik oleh Sulthan Adam Al-Watsiq Billah (سلطان آدم الواثق بالله ) bin Sultan Sulaiman pada tahun 10 Juni 1855.Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Citra / Pangeran Praboe Abdullahjuga dikenal sebagai diplomat yang cerdas.Di dalam naskah Tutur Candi,namanya adalah Pangeran Prabu Citra. [27]: Ia salah satu kandidat Putra Mahkota pengganti Sultan Adam,namun Saat itu yang terpilih sebagai Mangkubumi adalah Pangeran Mangkubumi Tamjidullah bin Sultan Muda Abdul Rahman[28] Hingga Sultan adam 10 Juni 1855 menobatkan nya sebagai Sultan muda Putra Mahkota seorang pangeran yang berperan signifikan dalam sejarah politik dan sosial Kerajaan Banjar.[27][29][30] Pangeran Praboe Anom pada tahun 1851 Mencalonkan sebagai Pangeran Mangkubumi di Martapura Setelah kematian Abang kandungnya 7 September 1851 Pangeran Mangkubumi Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana Pihak Kerajaan Menunjuk Mangkubumi sejak 7 September 1851 Pangeran Mangkubumi Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah yang pendapatannya diambil dari provinsi Kelua, Amuntai, Sei Banar, Alabio, Negara. namun pihak Kolonial Hindia Belanda Menobatkan Pangeran Tamjidillah al-Watsiq Billah dilantik menjadi Pangeran Mangkubumi Banjarmasin bergelar Pangeran Mangkubumi Tamjidillah al-Watsiq Billah berdasarkan besluit per tanggal 13 November 1851 No. 2.Sebagai mangkubumi (rijksbestuurder) dan Putera Mahkota, Pangeran Ratu Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah memperoleh gaji f 12.000 dan hasil peramasan (tambang emas) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun


Pada Tanggal 5 Maret 1852.Sultan Muda Abdurrahman mangkat,Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Menobatkan Pangeran Mangkubumi Tamjidillah al-Watsiq Billah putra Sultan Muda Abdurrahman sebagai Sultan Muda Banjarmasin Pada Tanggal 10 Juni 1852 oleh dengan gelar Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah.Sultan Muda Pangeran Tamjidullah al-Watsiq Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman merupakan putera ke-2 Pangeran ke-2 dari Putra mahkota Pangeran Ratu Sultan Muda Abdul Rachman dengan Nyai Besar Dawang bergelar Nyai Besar Aminah Putri Dayak Tionghoa dengan nama lahir Gusti Wayuri.tidak disetujui oleh Sultan Adam al-Watsiq Billah karena melangkahi Pangeran Mangkubumi Prabu Citra Pangeran Praboe Anom,adik Kandung almarhum Sultan Muda Abdurrahman, bahkan Sultan Adam al-Watsiq Billah meminta Belanda untuk memecat Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah sejak 1852-1855 selama tiga tahun tidak mendapatkan hasil.Pangeran Mangkubumi Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom terlibat dalam berbagai peristiwa penting yang mempengaruhi dinamika kekuasaan di Kalimantan Selatan.dikenal karena keterlibatannya dalam politik kerajaan, langkah selanjutnya Sultan Adam al-Watsiq Billah melantik Pangeran Mangkubumi Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom sebagai Sultan Muda Martapura Pada Tanggal 10 Juni 1855 dengan gelar Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom Menggantikan Abang Kandung Nya yang meninggal dunia yaitu Sultan Muda Abdurrahman wafat Pada Tanggal 5 Maret 1852. Jabatan Sultan Muda Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom ini merupakan tandingan jabatan Sultan Muda Banjarmasin yang dijabat oleh Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah yang dilantik pemerintah kolonial Hindia Belanda. pemerintah Hindia Belanda mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi yang mengatur pemerintahan dari Martapura dengan gelar Pangeran Hidayatullah pada tanggal 9 Oktober 1856.[31] Pengangkatan Hidayatullah sebagai mangkubumi tertuang dalam Akte Van Beeediging Van Den Rijksbestierder Van Bandjarmasin, Pangeran Hidajat Oellah op 9 October 1856. (Besluit 4 Januari 1857 No. 41) Borneo, tertulis dalam bahasa Melayu di bawah:[32]

Besluit 4 Januari 1857 No. 41

Hadjrat Annabi Salallahu alaihi wassallam seribu dua ratus tudjuh puluh tiga pada kesembilan hari bulan Sjafar kepada hari Chamis djam pukul sepuluh pagi2.

Mendjadi hadjrat Almasih kesembilan hari bulan Oktober hari Chamis tahun seribu delapan ratus lima puluh enam, maka dewasa itulah sahaja Pangiran Hidajat Allah jang dengan permintaan Sri Paduka Tuan Sultan Adam Alwasikh Billah jang mempunjai tahta keradjaan Bandjarmasin beserta mupakatan dengan Sri Paduka Tuan van de Graaff residen Bandjarmasin jang memegang kuasa atas segala tanah sebelah Selatan dan Timur pulau Kalimantan sudah terima oleh Sri Paduka Jang Dipertuan Besar Gurnadur Djenderal dari tanah Hindia Nederland jang bersemajam di Betawi.

Mendjadi mangkubumi dikeradjaan Bandjarmasin bepersembahan suatu surat persumpahan ini kechadirat geburmin Hindia Nederland pada menjatakan ha mim Allah wal Rasul.

Pertama : bahwa dengan sesungguhnja sahaja berdjandji hendak maangkat pekerdjaan mangkubumi itu dengan hati jang tulus dan ichlas serta senantiasa hendak bepertolongan didalam maksud dan kehendak geburmin Hindia Nederland.

Kedua : bahwa sahaja berdjandji akan mengikuti dan mendengar sekalian titah dan perintah Sri Paduka Tuan Residen dari tanah Selatan dan timur pulau Kalimantan jang mendjadi wakil mutlaq geburnemin dipulau ini dan perintah Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin.

Ketiga : bahwa sahaja berdjandji hendak memelihara kari tulus dan ichlas antara geburnemin Hindia Nederland dengan Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin senantiasa djuga adanja.

Keempat : bahwa sahaja berdjandji hendak mendjalankan hukum jang adil dan berbuat sekalian jang mendjadikan selamat dan sentosanja Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin.

Kelima : bahwa sahaja berdjandji hendak mendjalankan sekalian aturan dan perintahan menurut seperti jang tersebut didalam kontrak jang telah diperbuat antara geburnemin Hindia Nederland dengan Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin serta mendjaga orang melanggar itu.

Kaenam : bahwa sahaja berdjandji dengan sebolih-bolihnja djua hendak mengerdjakan atas segala hal jang mendjadikan kebaikan dan sentosa keradjaan Bandjarmasin.

Ketudjuh : bahwa sahaja berdjandji tiada hendak berbuat keberatan dan kesusahan pada orang2 negeri hanja akan membuat aturan jang baik supaja segala orang didalam daerah Sri Paduka Tuan Sultan dihukumkan dengan hukum jang adil.

Kedelapan : maka sahaja mengaku lagi jang sahaja tiada sudah memberi sesuatu apa2 pembarian dan tiada sudah akan memberi apa2 kepada orang2 baik siapa2 jang oleh karena itu sahaja akan mendapat pekerdjaan mangkubumi ini. Maka demikian tersurat tiga kali sama bunjinja pada hadjemat jang tersebut diatas ini serta dibubuh tjap dengan tapak tangan sahaja sendiri dihadapan Sri Paduka Tuan Residen jang tersebut diatas ini dan dihadapan Sri Paduka Tuan Sultan Adam Alwasikh Billah dan Paduka Tuan Sultan Muda Tamdjid Illah serta sekalian radja2 dan menteri2 ditempat Sri Paduka Tuan Residen Bandjarmasin adanja.

Tjap : Sultan muda Tamdjid Illah.
Warna hidjau dalam lingkaran huruf Latin ditengah dengan huruf Arab.

Zegel : Sultan Adam.

Zegel : Zuid an Oost kust van Borneo
Ie main tiendrai.
ttd. van de Graaff.

Zegel ditulis dengan huruf Arab. Pangeran Hidajat Allah. Zegel warna merah.

Pemerintahan Kesultanan Banjar Martapoera & Pemerintahan Kesultanan Banjar Bandjarmasing 3 Juni 1825 - 3 maret 1862

Monarch Sultan Adam al-Wâthiq billâh Adam dari Banjar lahir 1782 Memerintah Bandjarmasing 3 Juni 1825- 1 November 1857
MonarchPangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman dari Banjar Sultan Muda
lahir 1799 Memerintah Bandjarmasing 3 Juni 1825- 5 Maret 1852
Monarch Pangeran Ratu Sultan Muda Pangeran Praboe Anom
lahir 1807 Memerintah Martapoera 10 juni 185523 Februari 1858
Monarch Sultan
Tamjidillah II al-Wâthiq billâh lahir 1816 Memerintah Bandjarmasing (3 November 1857 - 25 juni 1859)
Monarch Pangeran Mangkubumi
Pangeran Ratu Anom Wirakusuma al-Wâthiq billâh
lahir 1822 Memerintah Bandjarmasing 3 November 1857 - 25 juni 1859
Monarch Pangeran Mangkubumi
Pangeran Ratu Anom Hidayatullah Halillillah lahir 1822 Memerintah Martapoera 9 Oktober 1856 - 5 Februari 1860

Sultan Banjar Ketika Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857 karena sakit,pemerintah Hindia Belanda menobatkan Tamjidullah II sebagai sultan Banjar yang baru di Banjarmasin Pada tahun 1274 Hijriyah, yang bertepatan dengan tanggal 3 November 1857, dipilih sebagai pusat pemerintahannya,dimana penobatan ini ditentang oleh rakyat Banjar Sehari setelah penobatannya, Setelah Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah menjadi Sultan Banjar tanggal 3 November 1857,Sultan Tamjidillah II dilantik oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebagai Sultan Banjar lahir 1816 berusia 41 tahun sewaktu dilantik Sultan Banjar pada tanggal 3 November 1857. didampingi Pangeran Mangkoe Boemi Wira Kasoema (wirakusuma) Kepala Pemerintah Negri Kesultanan Banjar 1857-1859 Mangkubumi Banjamasin memperoleh gaji bulanan f 1.000 gulden (f 12.000 gulden setahun) Penghasilan sebagai Mangkubumi kerajaan Banjar yang pendapatannya diambil dari hasil pungutan dari Tambang Paramasan 40 tahil intan Berlian, (tambang intan Berlian) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun lobang intan di Titian Taras, dan Penghasilan kompensasi (f 200 gulden perbulan dari hasil pungutan dari sungai Gatal, Banjarmasin. lahir 1822 berusia 35 tahun sewaktu diumumkan pada 3 November 1857. Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah adalah cucu Sultan Adam al-Watsiq Billah. Tamjidillah II Anak dari Nyai Besar Aminah seorang Putri Dayak Tionghoa ,phan tong fang (petompang),setelah kematian Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857, Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom di Martapura dengan pendampingnya Pangeran Mangkubumi Hidayatulah di Martapura Sebagai Vazal Tandingan di Banjarmasin Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin.Setelah Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah menjadi Sultan Banjar tanggal 3 November 1857, maka pada tanggal 4 November 1857 Residen mengizinkan dengan bantuan serdadu yang ada di Martapura untuk menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom di Martapura pergi ke Martapura lari dari tahanannya di Banjarmasin (sekarang Kelurahan Melayu) karena mengurusi pemakaman ayahnya Sultan Adam al Watsiq Billah. Alasannya dan tuduhan yang dikenakan pada Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom ialah bahwa di Martapura membahayakan tahta, tetapi penangkapan itu tidak berhasil. Rakyat menjadi saksi atas tindakan Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin dalam usahanya menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom. Lima hari setelah pemakaman Sultan Adam Al Wasik Billah yang sangat dicintai rakyat, keraton Martapura ditembaki serdadu Belanda untuk menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom.


Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah turut terlibat dalam perjuangan melawan kekuatan kolonial yang mencoba menguasai wilayah Banjar. Ia berusaha mempertahankan kedaulatan kerajaan dari ancaman eksternal.Konflik Internal Seperti banyak kerajaan lainnya, Kerajaan Banjar juga menghadapi konflik internal, namanya dikaitkan dengan Mangkubumi Hidayatulah di Martapura Sebagai Vazal Tandingan di Banjarmasin Sultan Tamjidilah Dan Mangkubumi Wira Kasoema baik dalam bentuk persaingan kekuasaan antar anggota keluarga kerajaan maupun pemberontakan dari kelompok-kelompok yang tidak puas. pada tanggal 21 november 1857 Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah akhirnya Prabu Anom berhasil ditangkap oleh Pangeran Mangkubumi Hidayatulah menyerahkan kepada Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin.De bandjermasinsche krijg van 1859-1863, Volume 1 Oleh Willem Adriaan Rees halaman 17 https://books.google.co.id/books/content?id=JRQ5AQAAIAAJ&hl=id&pg=PA17&img=1&zoom=3&sig=ACfU3U2CzK4QPVfltT9DpE3uVT3KPAQ3Ng&w=1025 kemudian Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah dijebloskan ke penjara benteng Tatas selama 90 hari sejak 21 november 1857 - 23 Februari 1858.Sultan Tamjidullah al-Watsiq Billah menandatangani surat pengasingan pada tanggal 23 Februari 1858 dan Pangeran Mangkubumi Banjarmasin Wira kasoema menandatangani surat yang menyetujui pengasingan Belanda atas pamannya Prabu Anom ke Jawa.menandatangani surat pengasingan pada tanggal 23 Februari 1858.Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom dengan Nyai Ratu Kamala Sari, yang kemudian diasingkan ke Kota Bandung di awal tahun 1858 pada tanggal 23 Februari 1858. dan akhirnya ia diasingkan karena dianggap membahayakan jika berada di Banjarmasin dan kemudian dibuang ke Pulau Jawa Barat Peristiwa pengasingan ini membuat geram bangsawan lainnya.serta mengakibatkan keadaan keraton Bumi Kencana Martapura tegang dan tidak kondusif. Muncul gerakan perlawanan terhadap kepemimpinan Pemerintahan Banjarmasin yang dimulai oleh tokoh karismatik bernama Panglima Aling Datu Aling Panembahan Muda Aling Sultan Muda Aling atau Panembahan Muning dari Tapin, dimana pengikut gerakan ini semakin bertambah banyak karena banyak rakyat yang tidak puas terhadap kepemimpinan Pemerintahan Banjarmasin.

Perang Banjar dimulai

Langkah Hidayatullah untuk menggantikan Sultan Adam sebagai sultan menjadi lebih terbuka pada pada Februari 1859, ketika Nyai Ratu Kamala Sari beserta puteri-puterinya menyerahkan surat kepada Pangeran Hidayat, bahwa kesultanan Banjar diwariskan kepadanya, sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Sultan Adam juga mewariskan Keris Abu Gagang sebagai salah-satu regalia Banjar untuk mendukung keabsahan Hidayatullah sebagai penerus takhta Banjar.[25] Hidayatullah lalu mulai menghimpun kekuatan untuk bersiap melakukan serangan terhadap daerah-daerah yang dikuasai pemerintah kolonial seperti tambang batu bara. Pada 18 April 1859 terjadi penyerangan terhadap tambang batu bara Oranje-Nassau milik Hindia Belanda di Pengaron, yang dipimpin oleh Pangeran Antasari, Pembekal Ali Akbar, dan Mantri Temeng Yuda Panakawan atas persetujuan Hidayatulah.[13] Penyerangan ini menandai dimulainya Perang Banjar yang akan berlangsung sampai tahun 1906.[33] Setelah serangan yang dilancarkan terhadap tambang Oranje-Nassau, Hidayatullah lalu menggunakan taktik gerilya untuk menghadapi Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih canggih. Di bawah kepemimpinan Antasari, pasukan Banjar mampu menguasai seluruh Martapura pada Mei 1859.[14] Sementara Hidayatullah sendiri memilih Karang Intan sebagai basis pertahanannya dalam menghadapi pasukan Belanda.[14]

Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda melalui komando Kolonel A. J. Andresen memakzulkan Tamjidullah sebagai Sultan Banjar karena dianggap tidak bisa mengendalikan keadaan di Banjar. Belanda menilai penyerbuan tambang batubara yang dilakukan rakyat Banjar berkaitan dengan polemik suksesi Kesultanan Banjar. Pemerintah kolonial ingin menempatkan Hidayatullah sebagai sultan Banjar karena Hidayatulllah dinilai sebagai tokoh penting dalam penyerbuan ke tambang Pengaron. Hidayatullah harus bisa dijinakkan oleh Belanda melalui cara menempatkannya sebagai sultan sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Namun rencana pengangkatan oleh Belanda ini ditolak mentah-mentah oleh Hidayatullah dan seluruh bangsawan maupun rakyat Banjar, karena Belanda dianggap sudah terlalu banyak mencampuri urusan keluarga kesultanan, juga adanya kecurigaan bahwa pemerintah kolonial berencana untuk menangkap Hidayatullah jika ia memenuhi panggilan dari kolonel Andersen untuk datang ke Banjarmasin.[16][24]

Pertempuran Gunung Pamaton Pertama

Mayor Koch pun lalu melakukan penyerangan besar-besaran secara tiba-tiba ke benteng Gunung Pamaton tempat pertahanan Sultan Hidayatullah di tanggal 19 Juni 1861, mendahului rencana serangan umum terhadap Martapura oleh rakyat yang telah bocor ke pihak Belanda.[34] Rakyat seluruh daerah Martapura dan sekitarnya bangkit menahan serangan Belanda sehingga hampir di seluruh pelosok terjadi pertempuran. Pertempuran bahkan terjadi pula di daerah Kuala Tambangan di selatan. Di sekitar daerah Mataraman, panglima Pambakal Mail juga terlibat pertempuran menghadapi serdadu Belanda. Sementara itu di kampung Kiram, tidak jauh dari Gunung Pamaton dan daerah Banyu Irang, Pambakal Intal dan pasukan Tumenggung Gumar telah berhasil menghancurkan kekuatan Kopral Neyeelie.[19] Pasukan Belanda bukan saja menyerang benteng Gunung Pamaton yang belum berhasil dikuasainya, namun juga membakar rumah-rumah penduduk warga sipil, membinasakan kebun-kebun dan menangkapi penduduk, sehingga penjara Martapura penuh sesak.[35] Tumenggung Gamar yang lalu membawa pasukannya untuk memasuki kota Martapura ternyata tidak berhasil melakukan serangan, karena Belanda telah mempersiapkan pertahanan yang lebih kuat.[35]

Serangan Belanda di tanggal 19 Juni 1861 terhadap benteng Gunung Pamaton akhirnya berhasil digagalkan oleh rakyat Banjar yang memiliki persenjataan yang lebih sederhana. Dalam pertempuran di Gunung Pamaton, banyak sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Letnan Ter Dwerde dan Kopral Grimm yang memimpin langsung serangan Belanda tewas terkena tombak dan tusukan keris di perutnya.[36] Sementara mayat-mayat pasukan Belanda yang terbunuh dihanyutkan di sungai Pasiraman, dimana Pambakal Intal dan pasukannya berhasil menguasai senjata para serdadu Belanda.[36] Benteng Gunung Pamaton saat itu dipertahankan oleh banyak pimpinan perang Banjar, selain Sultan Hidayatullah terdapat pula Demang Lehman, Tumenggung Gamar, Raksapati, Kiai Puspa Yuda Negara.[37] Terdapat juga panglima perempuan dalam pertempuran ini yaitu Kiai Cakrawati yang selalu menunggang kuda, dimana ia sebelumnya juga ikut mempertahankan benteng Gunung Madang.[36]

Pertempuran Gunung Pamaton Kedua

Di bulan Agustus 1861, Mayor Koch sekali lagi mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Gunung Pamaton. Sebelum serangan dilakukan. Mayor Koch menghancurkan semua ladang, lumbung padi rakyat, hutan-hutan, dengan harapan menghancurkan persediaan bahan makanan, serta menghancurkan hutan-hutan yang berpotensi dapat dijadikan benteng pertahanan oleh rakyat Banjar.[12] Mayor Koch gagal dalam usahanya untuk menangkap Sultan Hidayatullah dan pimpinan perang lainnya, karena sebelumnya benteng ini telah ditinggalkan, karena Hidayatullah menggunakan siasat gerilya dalam usaha melawan Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih unggul.[38] Namun ibu dari Sultan Hidayatullah, Ratu Siti, berhasil ditemukan oleh pasukan Hindia Belanda dan disandera di Martapura.[39]

Setelah ditipu dengan terlebih dahulu menyandera ibunya, Sultan Hidayatullah ditangkap oleh pihak Hindia Belanda pada 28 Januari 1862, dikarenakan adanya kabar bahwa ibunya akan dihukum gantung.[40] Hidayatullah menyerahkan diri karena ia mendengar kabar bahwa ada kemungkinan setelah ibunya dihukum gantung, jasadnya akan dimutilasi oleh pihak pemerintahan kolonial.[39] Lalu pada 2 Maret 1862 ia dibawa dari Martapura ke Banjarmasin, lalu menuju Batavia menggunakan kapal uap di tanggal 3 Maret 1862 dan akhirnya diasingkan ke Cianjur.[13][41] Tampuk kepemimpinan Kesultanan Banjar lalu diserahkan kepada Pangeran Antasari, yang dinobatkan pada 14 Maret 1862 dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.[42] Perang Banjar sendiri baru benar-benar berakhir di tahun 1906.[43]

Referensi

  1. ^ https://www.tribunnews.com/ramadan/2017/05/29/dalem-cikundul-murid-sunan-gunung-jati-penyebar-islam-di-cianjur
  2. ^ https://historia.id/politik/articles/pangeran-yang-terbuang-DWezl/page/2
  3. ^ (Belanda) van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. 2. D. A. Thieme. hlm. 162. 
  4. ^ a b c Sjamsuddin, Helius (2001). Pegustian & Temenggung Akar Sosial, Politik, Etnis, dan Dinasti Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859–1906. Balai Pustaka & Penerbit Ombak. hlm. 120. ISBN 979666626X.  ISBN 978-979-666-626-3
  5. ^ http://silsilahkayutangi.blogspot.com/p/silsilah-kiai-adipati-singasari-raja.html
  6. ^ Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar. hlm. 38. 
  7. ^ M. Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran Antasari. Indonesia: Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 18. 
  8. ^ Kielstra, Egbert Broer (1892). De ondergang van het Bandjermasinsche rijk (dalam bahasa Belanda). E.J. Brill. hlm. 85. 
  9. ^ C. E. van Kesteren, R. A. van Sandick, J. E. de Meyier (1891). De Indische gids (dalam bahasa Belanda). J. H. de Bussy. hlm. 821. 
  10. ^ Ratna, Dewi (2016-06-18). Ratna, Dewi, ed. "Sejarah kekacauan di Istana Banjar karena campur tangan Belanda". Merdeka.com. Diakses tanggal 2021-06-18. 
  11. ^ a b Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Kalimantan Selatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1983. 
  12. ^ a b c "Pangeran Hidayatullah dan Pertempuran Sengit di Gunung Pamaton". Sindonews.com. 2017-03-18. Diakses tanggal 2021-06-19. 
  13. ^ a b c Matanasi, Petrik. "Saat Pangeran Antasari Menyerang Tambang Asing". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-06-19. 
  14. ^ a b c "Ketika Perang Banjar Berkecamuk". Republika Online. 2019-03-25. Diakses tanggal 2021-06-20. 
  15. ^ "19 Juni 1861 : Sultan Hidayatullah Pimpin Perlawanan Terhadap Belanda di Gunung Pamaton". Koran Makassar. 2021-06-18. Diakses tanggal 2021-06-20. 
  16. ^ a b "Tokoh Sentral Perang Banjar, Pangeran Hidayat dan Tipu Muslihat Belanda". jejakrekam.com. 2018-09-27. Diakses tanggal 2021-06-20. 
  17. ^ "Sejarah Perang Banjar: Penyebab, Tokoh, & Aksi Pangeran Antasari". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-06-29. 
  18. ^ "Empat Raja yang Dibuang ke Cianjur". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2017-07-11. Diakses tanggal 2021-07-02. 
  19. ^ a b "Hari Ini di 1861 HIdayatullah Bertempur Melawan Belanda di Gunung Pamaton". Republika Online. 2013-06-19. Diakses tanggal 2021-06-09. 
  20. ^ Mardjoned, Ramlan (1990). K.H. Hasan Basri 70 tahun: fungsi ulama dan peranan masjid. Media Da'wah. 
  21. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Tijdschrift14
  22. ^ "Ensiklopedia Sumbawa | C. Pemerintahan Sultan (Bagian 1)". kebudayaan.sumbawakab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 2021-07-03. 
  23. ^ Arnold Meyer (1866). De onpartijdigheid van den schrijver van "De bandjermasinsche krijg" (dalam bahasa Belanda). De Veij Mestdagh. hlm. 10. 
  24. ^ a b c Subiyakto, Bambang (2020-03-02). Pangeran Hidayatullah: Perjuangan Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin. FKIP Universitas Lambung Mangkurat. 
  25. ^ a b "Surat Wasiat Sultan Adam dan Regalia Kesultanan Banjar". jejakrekam.com. 2017-11-12. Diakses tanggal 2021-07-30. 
  26. ^ M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
  27. ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
  28. ^ (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 70. 
  29. ^ Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap (dalam bahasa Belanda). 9. Lange. hlm. 120. 
  30. ^ (Belanda) Nederlanderh, Host Indie. Brill Archive. hlm. 140. 
  31. ^ "Landsdrukkerij". Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indië, voor 1858 (dalam bahasa Belanda). 31. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1858. hlm. 119. 
  32. ^ Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 158. 
  33. ^ "Perang Banjar Barito (1859-1906) : besar - dahsyat - lama : (deskripsi dan analisis sejarah) / Ahmad Barjie B. ; editor, Aliansyah Jumbawuya | OPAC Perpustakaan Nasional RI". opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2021-08-06. 
  34. ^ Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu. 
  35. ^ a b Mayur, Gusti (1979). Perang Banjar. Rapi. 
  36. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :8
  37. ^ Okezone, Tim (2022-06-19). "Peristiwa 19 Juni : Pertempuran Pribumi Lawan Belanda Pecah di Kalsel". Okezone.com. Diakses tanggal 2022-06-25. 
  38. ^ Senin; Maret 2022, 14 Maret 2022 20:54 WIB 14; Wib, 20:54 (2022-03-14). "Perang Banjar: Perlawanan Penjajahan Kolonial Belanda yang Berlangsung pada 1895-1905". indozone.id. Diakses tanggal 2022-06-25. 
  39. ^ a b Maskuriah, Ulul. "Bupati Ingin Pengeran Hidayatullah Sebagai Pahlawan Nasional". ANTARA News. Diakses tanggal 2022-06-12. 
  40. ^ Moeliono, Irmayanti (2013). Prosiding International Conference on Indonesian Studies: ethnicity and globalization. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 
  41. ^ "Sejarah Singkat Diasingkan ke Cianjur, Ini Kata Cucu Pangeran Hidayatulloh". Info Sembilan. 2021-03-31. Diakses tanggal 2022-06-15. 
  42. ^ Fajri, Dwi Latifatul (2022-03-18). "Biografi Pangeran Antasari, Pemimpin Kesultanan Banjar". Katadata. Diakses tanggal 2022-06-15. 
  43. ^ Wajidi (2007). Nasionalisme Indonesia di Kalimantan Selatan, 1901-1942. Pustaka Banua. 

Bacaan lanjut

  • Van Rees WA. 1865. De Bandjarmasinsche Krijg van 1859-1863, Arnhem: Thieme.
  • Pangeran Shuria Rum. 1989. Riwayat Perjuangan Pangeran Hidayatullah.

Pranala luar

Didahului oleh:
Pangeran Tamjidullah
Mangkubumi Banjar
9 Oktober 1856-5 Februari 1860
Diteruskan oleh:
Pangeran Wirakasuma
Didahului oleh:
Sultan Tamjidullah Al-Watsiq Billah
Sultan Banjar
1859-1862
Diteruskan oleh:
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin

{{Portal bar|Islam|Indonesia|Sejarah|Biografi}}

Kembali kehalaman sebelumnya