Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kadirun Yahya

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin, MSc.
Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin, MSc.

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi (lahir di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara 1917 - meninggal di Arco, Depok, Jawa Barat 2001, pada usia 84 tahun) adalah seorang ulama tasawuf atau tokoh sufi kharismatik dari Indonesia. Ia adalah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, salah satu tarekat terbesar di Indonesia, di mana tarekat yang dipimpinnya berkembang pesat di dalam maupun luar negeri. Lebih dari 700 tempat dzikir/surau/alkah telah didirikan, dan setiap tahunnya diselenggarakan kegiatan suluk (i'tikaf, ibadah dan dzikir intensif selama 10 hari) hingga 10 kali di berbagai tempat, di Indonesia dan Malaysia.[1]

Syekh Kadirun Yahya adalah salah satu ulama tarekat yang dinilai berhasil memadukan antara ilmu dzikir serta ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[2] Ia banyak membuat tulisan-tulisan ilmiah, serta menjadi pemakalah dan pembicara dalam berbagai forum ilmiah, untuk menyampaikan gagasan dan pemikirannya mendeskripsikan tarekat dalam bahasan sains, yang disebutnya sebagai "Teknologi Metafisika Al-Qur'an". Pemikiran, sosok kepribadian, dan pola dakwah Syekh Kadirun Yahya yang unik dan berbeda dengan ulama-ulama pada umumnya ini, juga telah banyak diteliti dan ditulis para akademisi, peneliti, dan penulis, baik dari Indonesia maupun luar negeri.

Syekh Kadirun Yahya juga memiliki perhatian khusus terhadap dunia pendidikan. Ia mendirikan lembaga pendidikan dari Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, SMA, SMK, sampai dengan Perguruan Tinggi di Medan.[3] Pada tahun 1956, ia mendirikan Akademi Metafisika, yang pada tahun 1961 berubah nama menjadi Universitas Pembangunan Panca Budi. Di perguruan tinggi ini Syekh Kadirun Yahya telah mengembangkan Fakultas Ilmu Kerohanian dan Metafisika, untuk merumuskan ilmu kerohanian (agama) dan sains dalam kerangka berpikir ilmu pengetahuan.

Biografi

Syekh Kadirun Yahya dilahirkan di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, pada tanggal 20 Juni 1917 bertepatan dengan 30 Sya'ban 1335 H dari ibu yang bernama Siti Dour Aminah Siregar dan ayah yang bernama Sutan Sori Alam Abdullah Harahap. Ayah Syekh Kadirun Yahya adalah seorang pegawai perminyakan (BPM) Pangkalan Berandan yang berasal dari kampung Sikarang-karang, Padang Sidempuan. Keluarga besarnya adalah keluarga islamis religius yang ditandai dengan nenek dari pihak ayah dan ibunya adalah dua orang Syekh Tarekat, yaitu Syekh Yahya dari pihak ayah dan Syekh Abdul Manan dari pihak ibu.[2] Keluarga ini sering dikunjungi oleh para Syekh pada zaman dahulu.

Riwayat Pendidikan

Prof. DR. H. Sayyidi Syeikh Kadirun Yahya Muhammad Amin
Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin dalam kegiatan akademis

Secara kronologis pendidikan yang ditempuh oleh Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya adalah:

  1. H.I.S (Hollandsche Inlandsche School) setingkat SD, di Tanjung Pura, 1924 – 1931 (tamat)
  2. MULO-B (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP, di Medan, tahun 1931-1935 (tamat dengan voorklasse)
  3. AMS-B (Aglemene Middelbare School), setingkat SMU, di Yogyakarta, tahun 1935-1938 (tamat dengan beasiswa)
  4. Kuliah Umum Ketabiban tahun 1938-1940
  5. Kuliah Ilmu Jiwa, Amsterdam tahun 1940-1942 (tamat)
  6. Belajar Tasawuf/Sufi tahun 1947-1954 mendapat 3 buah ijazah
  7. Kuliah Indologie dan Bahasa Inggris tahun 1951-1953
  8. M.O Bahasa Inggris 1e gedeelte tahun 1953 di Bandung
  9. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika tahun 1962
  10. Doktor dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika Tahun 1968
  11. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Fisika-Kimia,tahun 1973
  12. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Bahasa Inggris tahun 1975

Riwayat Pekerjaan

Adapun riwayat pekerjaan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya adalah:[2]

  1. Guru Sekolah Muhammadiyah di Tapanuli Selatan (1942 - 1945)
  2. Kepala industri perang merangkap guru bahasa Panglima Sumatra (Mayjen Suhardjo Hardjowardojo) dengan pangkat Kolonel Infanteri di Komandemen Sumatra Bukit Tinggi 1946 - 1950.
  3. Staf pengajar SPMA Negeri Padang pada tahun 1950 - 1955.
  4. Staf pengajar SPMA Negeri Medan pada tahun 1955 - 1961.
  5. Staf pada Departemen Pertanian pada tahun 1961 - 1968.
  6. Ketua umum Yayasan Prof. Dr. Kadirun Yahya pada tahun 1956 - 1998.
  7. Guru besar pada beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Sumatera Utara, Unpad, Universitas Panca Budi, Universitas Prof. Dr. Mustopo, SESKOAD, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (1960 - 1978).
  8. Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi/Perguruan Panca Budi pada tahun 1961 sampai dengan 1998.
  9. Aspri (Asisten Pribadi) Panglima Mandala I Sumatera di bawah pimpinan Letjen A. Yunus Makoginta, sebagai Kolonel Aktif pada masa Dwikora (1964-1965).
  10. Aspri (Asisten Pribadi) Panglima Mandala I Sumatra di bawah pimpinan Letjen A. Yunus Makoginta dengan pangkat Kolonel (1965 - 1967).
  11. Anggota Dewan Kurator Seksi Ilmiah di Universitas Sumatera Utara pada tahun 1965 sampai dengan 1970.
  12. Pembantu khusus dengan pangkat Kolonel aktif pada Dirbinum Hankam di bawah pimpinan Letjen. R. Sugandhy pada tahun 1967-1968.
  13. Diperbantukan dari Departemen Pertanian ke Penasehat Ahli Menko Kesra pada tahun 1968 hingga 1974.
  14. Penasehat pribadi (free lance) Menteri Pertahanan Malaysia, Dato’ Hj. Hamzah Bin Hj. Abu Samah, tahun 1974-1975
  15. Penasehat ahli Menko Kesra, tahun 1986 - 1998.
  16. Penasehat ahli/konsultan pada Direktorat Litbang Mabes Polri, Jakarta pada tahun 1990 hingga 2001.
  17. Anggota MPR RI periode 1993-1998.

Riwayat Berorganisasi

Prof. DR. H. Sayyidi Syeikh Kadirun Yahya dalam kegiatan militer
Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam atribut militer

Adapun riwayat berorganisasi Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya adalah:

  1. Anggota Sarjana Veteran
  2. Ketua Umum Yayasan PROF. DR. H. KADIRUN YAHYA, tahun 1956 – 1998.
  3. Ketua Umum Islamic Phylosophical Institute (non politik) dalam dan luar negeri, tahun 1960 – 1972.
  4. Anggota Presidium Seksi Ilmiah merangkap ketua Cabang Sumut Team Konsultasi Penganut Agama Seluruh Indonesia, tahun 1962-1972.
  5. Pendiri Universitas Pembangunan Panca Budi Medan (sebelumnya bernama Akademi Metafisika), berdiri tahun 1956
  6. Pendiri Perguruan Panca Budi Medan (bermula dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA/SPP, saat ini telah ada TK/PAUD, SD, SMP, SMA, SMK), berdiri tahun 1961
  7. Penasehat umum Yayasan Baitul Amin, Jakarta tahun 1963 – 2001.
  8. Anggota Konferensi Islam Asia Afrika Jakarta, tahun 1964.
  9. Penasehat Yayasan Hutapungkut (Ketua : H. Adam Malik), tahun 1965 – 1978.
  10. Anggota World Organization Religion and Science, tahun 1969 – 1970.
  11. Sponsor/Anggota Golongan Karya, Tahun 1970 – 1998.
  12. Anggota Asean Law & Association, tahun 1984 – 2001
  13. Ketua Majelis Pertimbangan Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sumatera Utara, tahun 1986 – 2001.
  14. Anggota Dewan Pembina / Kehormatan Badan Musyawarah Masyarakat Minang Sumatera Utara, tahun 1987 – 1990.
  15. Anggota Dewan Pembina Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah/Golkar, tahun 1989 – 2001.
  16. Penasehat Gerakan Seribu Minang (Gebu Minang), tahun 1989 – 2001.
  17. Anggota Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), tahun 1991 – 2001.

Piagam Penghargaan

Prof. DR. H. Sayyidi Syeikh Kadirun Yahya Muhammad Amin
Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin

Dari karya dan baktinya kepada negara, Syekh Kadirun Yahya mendapat piagam-piagam penghargaan,[4] antara lain:

  1. Satya Lencana Penegak, dari Menteri Pertahanan dan Keamanan RI, tahun 1996.
  2. Piagam ucapan terima kasih dari PEMDA TK I Jawa Barat atas bantuannya secara material, moril, dan doa untuk menghentikan letusan Gunung Galunggung, tahun 1982.
  3. Piagam ucapan terima kasih atas bantuan dalam bidang Kamtibmas, dari Kapolri Jenderal (Pol) RI Jenderal Anton Soedjarwo, tahun 1986.
  4. Piagam ucapan terima kasih atas bantuan dalam bidang Kamtibmas, dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjend. Pol. Soedarmaji, tahun 1986.
  5. Piagam ucapan terima kasih atas bantuannya memberikan dukungan moril dan doa menemukan lokasi jatuhnya pesawat Merpati, tahun 1988.
  6. Piagam ucapan terima kasih atas bantuan dalam bidang Kamtibmas, dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjend. Pol. Much. Poedy Sjamsoedin S, tahun 1988.
  7. Piagam ucapan terima kasih atas bantuan dalam bidang Kamtibmas, dari Komandan Datasemen Inteljen KODAM I / BB Letkol. Inf. Sutoro Santo, tahun 1989.
  8. Piagam ucapan terima kasih atas turut serta mensukseskan program Golkar, dari Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya, Bapak Sudharmono, SH, tahun 1987.
  9. Piagam ucapan terima kasih atas turut serta mensukseskan program Golkar, dari Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya, Bapak Wahono, tahun 1989.
  10. Piagam ucapan terima kasih atas bantuan dalam bidang Kamtibmas, dari Komandan Satuan Brigade Mobil Dit Samapta Kepolisian Daerah Sumatera Utara Letkol. Pol. Drs. P.E. Kalangi, tahun 1991.
  11. Pejuang / Perintis Kemerdekaan, dari Gubernur Daerah Tk. I Sumatera Utara Bapak Raja Inal Siregar, tahun 1992.

Sejarah belajar Tarekat/ Sufi

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya mengenal tarekat pada tahun 1943-1946 melalui seorang khalifah dari Syekh Syihabuddin Aek Libung (1892-1967) yang berasal dari Sayur Matinggi, Tapanuli Selatan.[5] Pada waktu itu masa pergolakan (penjajahan Jepang) dan ia belum terlalu mendalami tarekat.

Pernikahan Syekh Kadirun Yahya muda dengan putri Syekh Haji Jalaluddin yang bermukim di Bukit Tinggi, yang kala itu merupakan tempat pertemuan para Syekh tarekat, memberinya peluang untuk memperdalam tarekat.[6] Melalui mertuanya inilah Syekh Kadirun Yahya muda akhirnya berkenalan dengan Syekh yang kelak menjadi guru utamanya, yaitu Saidi Syekh Muhammad Hasyim Buayan, di mana Syekh Muhammad Hasyim Buayan mendapatkan ijazah tarekat Naqsyabandiyah dari Syekh ‘Ali al-Rida di Jabal Abu Qubays, Mekkah, yang dibantu oleh Syekh Husain. Keduanya adalah khalifah dari Syekh Sulaiman al-Zuhdi.[7]

Pada tahun 1947, Syekh Kadirun Yahya muda hadir di rumah murid Saidi Syekh Muhammad Hasyim, di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Ketika itulah ia pertama sekali mengikuti kegiatan tawajuh atau zikir berjamaah yang dipimpin oleh Saidi Syekh Muhammad Hasyim, seorang Syekh tarekat Naqsyabandiyah yang tinggal di nagari Buayan Lubuk Aluang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Saidi Syekh Muhammad Hasyim Buayan adalah orang yang disiplin dalam melaksanakan ketentuan tawajuh, dan biasanya siapa saja yang belum ikut tarekat belum diperbolehkan ikut dalam kegiatan ini. Tetapi pada waktu tawajuh hendak dilaksanakan, saat itu Saidi Syekh M. Hasyim Buayan melihat Kadirun Yahya muda, dan membolehkannya ikut tawajuh dengan diajarkan kaifiat (tata cara) singkat oleh khalifahnya pada saat itu juga. Ini merupakan peristiwa yang langka terjadi pada murid Tarekat Naqsyabandiyah seperti yang terjadi atas diri Syekh Kadirun Yahya, yaitu belum memasuki tarekat tetapi sudah mengikuti kegiatan tawajuh.

Dalam situasi Agresi Militer Belanda II, pada tahun 1949 Syekh Kadirun Yahya mengungsi ke pedalaman Tanjung Alam, Batu Sangkar, Sumatera Barat. Di sini ia mencari sebuah masjid/surau, untuk shalat dan berdzikir, selama berjam-jam, berhari-hari. Pada suatu hari datanglah ke Masjid tersebut sekelompok orang dengan maksud melaksanakan khalwat/suluk, yang dipimpin oleh seorang khalifah dari Syekh Abdul Majid Tanjung Alam (1873-1958), seorang Syekh dari Guguk Salo (Tanjung Alam, Batusangkar) yang juga dikenal dengan sebutan Syekh Abdul Majid Guguk Salo. Khalifah dari Syekh Abdul Majid ini meminta agar Syekh Kadirun Yahya memimpin suluk tersebut, dan semula ditolaklah permintaan tersebut. Tetapi setelah berkonsultasi lebih lanjut, maka ia bersedia dengan syarat harus ada izin dari Syekh Muhammad Hasyim. Setelah mendapatkan izin barulah ia memimpin suluk. Ini merupakan sebuah peristiwa yang langka, di mana Syekh Kadirun Yahya belum pernah mengikuti suluk, tetapi diberi kepercayaan dan amanah untuk mensulukkan orang.

Setelah kejadian tersebut, Syekh Kadirun Yahya menemui Syekh Abdul Majid untuk meminta suluk. Setelah suluk berakhir, ia mendapatkan satu ijazah dari Syekh Abdul Majid. Menurut menantu/wakil/penjaga suluk yaitu khalifah H. Imam Ramali, Syekh Abdul Majid Guguk Salo pernah berkata bahwa Syekh Kadirun Yahya, adalah orang yang benar-benar mampu melaksanakan suluk dan kelak akan dikenal di seluruh dunia sebagai pembawa tarekat Naqsyabandiyah.

Selanjutnya Syekh Kadirun Yahya, kembali menjumpai Saidi Syekh M. Hasyim Buayan untuk mempertanggung jawabkan kegiatan beliau yang “di luar prosedur lazim” tersebut dan sekaligus meminta suluk. Hal ini diperkenankan oleh Saidi Syekh M. Hasyim Buayan dengan langsung membuka suluk.

Selama gurunya masih hidup, setiap minggu Syekh Kadirun Yahya berziarah kepada Saidi Syekh M. Hasyim Buayan (tahun 1950–1954). Setelah gurunya wafat, ziarah tetap dilanjutkan antara 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) kali dalam setahun. Pada tahun 1950, Saidi Syekh M. Hasyim Buayan mengangkat Kadirun Yahya menjadi khalifah. Pemberian ijazah kepada Kadirun Yahya sekaligus menempatkannya dalam daftar silsilah ke-35 dalam urutan silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah. Dua tahun kemudian Syekh Kadirun Yahya mendapatkan predikat Syekh penuh dengan gelar Saidi Syekh.[8]

Penilaian Saidi Syekh M. Hasyim Buayan tentang Syekh Kadirun Yahya adalah: Saidi Syekh Kadirun Yahya, mendapatkan apresiasi tinggi, antara lain dari segi ketakwaan, kualitas pribadi dan kemampuan melaksanakan suluk sesuai dengan ketentuan akidah dan syariat Islam. Syekh Kadirun Yahya, menjadi satu-satunya murid Saidi Syekh M. Hasyim Buayan yang diangkat menjadi Saidi Syekh di makam gurunya, yaitu Saidi Syekh Sulaiman al-Khalidi Hutapungkut (1841-1917) di Hutapungkut, Kota Nopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan diumumkan ke seluruh Negeri.

Dalam Ijazah Syekh Kadirun Yahya dicantumkan kata-kata, “Guru dari orang-orang cerdik pandai, Ahli mengobat", yang baru beberapa puluh tahun kemudian terbukti kebenarannya. Syekh Kadirun Yahya diberi izin untuk melaksanakan dan menyesuaikan segala ketentuan Tarekat Naqsyabandiyah dengan kondisi zaman, sebab semua hakikat ilmu telah dilimpahkan gurunya padanya.[9]

Pada suatu saat yang lain, Syekh Syihabuddin Aek Libung Sayur Matinggi juga memberikan ijazah dan pengakuan sebagai Syekh Tarekat kepada Syekh Kadirun Yahya.[10] Syekh Syihabuddinn Aek Libung Sayur Matinggi pernah berkata kepada anak kandungnya yang menjaga suluk, yaitu Syekh Husein, bahwa muridnya yang benar-benar dapat menegakkan Suluk adalah Syekh Kadirun Yahya.[11]

Pada tahun 1969, Syekh Kadirun Yahya berziarah dan bertemu dengan Syekh Muhammad Said Bonjol. Syekh Muhammad Said Bonjol memutuskan untuk memberikan kepada Syekh Kadirun sebuah benda berwujud semacam mahkota yang konon telah berusia lebih dari 300 tahun, yang dititipkan oleh guru Syekh Muhammad Said Bonjol, yaitu Syekh Ibrahim Kumpulan, di mana Syekh Ibrahim Kumpulan juga mendapatkannya dari gurunya, yaitu Saidi Syekh Sulaiman Al Qarimi (Jabal Abu Qubaisy, Mekkah), dengan pesan agar kelak diberikan kepada "seseorang yang pantas, yang memiliki tanda-tanda tertentu". Puluhan tahun berlalu, barulah “orang yang pantas” tersebut ditemukan oleh Syekh Muhammad Said Bonjol, yaitu Syekh Kadirun Yahya.

Genealogi Kemuttashilan Sanad/Silsilah Tarekat Naqsyabandiah Al-Khalidiah

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya sebagai Mursyid Tarekat Naqsyabandiah Al-Khalidiah dengan silsilah keguruan[12] sebagai berikut:

  1. Saidina Abu Bakar Siddiq r.a
  2. Saidina Salman Al-Farisi r.a
  3. Al Imam Saidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddiq r.a
  4. Al Imam Saidina Ja'far Ash Shadiq r.a
  5. Al 'Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang dimasyhurkan namanya Asy Syekh Abu Yazid Al-Bustami Quddusu Sirruhu (qs)
  6. Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja'far Al Kharqani qs
  7. Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi Al-Farimadi qs
  8. Asy Syekh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadani bin Ayyub bin Yusuf bin Al-Husain qs dengan nama lain Abu Ali Assamadani
  9. Asy Syekh Abdul Khaliq Al-Fajduwani Ibnu Al Imam Abdul Jamil qs
  10. Asy Syekh Arif Riwgari qs
  11. Asy Syekh Mahmud Al-Injir Al-Faghnawy qs
  12. Asy Syekh Ali Ar-Ramitany yang dimasyhurkan namanya dengan Asy Syekh Azizan qs
  13. Asy Syekh Muhammad Baba As-Samasi qs
  14. Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah qs
  15. Asy Syekh As Sayyid Muhammad Baha'uddin Bin Muhammad Bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari q.s
  16. Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang dimasyhurkan namanya dengan Asy Syekh Alauddin al-Aththar qs
  17. Asy Syekh Ya'qub Al-Jarkhi qs
  18. Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar Assamarqandi bin Mahmud bin Shihabuddin qs
  19. Asy Syekh Muhammad Az-Zahid qs
  20. Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi qs
  21. Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani Assamarqandi qs
  22. Asy-Syekh Muayyiduddin Muhammad Al-Baqi Billah q.s
  23. Asy Syekh Ahmad Al Faruqy As Sirhindy qs
  24. Asy Syekh Muhammad Ma'shum qs
  25. Asy Syekh Muhammad Saifuddin qs
  26. Asy Syekh Asy-Syarif Nur Muhammad Al-Badwani qs
  27. Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jan Janan Muzhhar Al-'Alawi qs
  28. Asy Syekh Abdullah Ad-Dahlawy Al-'Alawy qs
  29. Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-Utsmani Al-Kurdi qs
  30. Asy Syekh Abdullah Affandi qs
  31. Asy Syekh Sulaiman Al-Qarimi qs
  32. Saidi Syekh Sulaiman Az-zuhdi qs
  33. Saidi Syekh Ali Ridha qs
  34. Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi qs
  35. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al-Khalidi qs

Guru Para Cerdik Pandai

Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin (dokumentasi tahun 1950-an)
Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin (dokumentasi tahun 1950-an)

Surau adalah tempat pembinaan murid-murid Tarekat Naqsyabandiah yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya. Pada tahun 1950, Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya mulai merintis sebuah surau di Bukit Tinggi. Di tempat ini juga pertama sekali beliau mengadakan suluk secara resmi atas izin dari gurunya, Syekh Muhammad Hasyim Buayan. Pada tahun 1955, Syekh Kadirun Yahya pindah ke Kampus SPMA Negeri Medan, sehingga aktivitas kesurauan juga ikut dipindahkannya ke tempat tersebut. Di tempat ini pula kelak berdiri Universitas Pembangunan Panca Budi sedangkan SPMA Negeri pindah ke Jln. Gatot Subroto Km. 12, Medan.

Latar belakang Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya, yang ilmuwan Fisika – Kimia, menguasai Bahasa Inggris, Jerman dan Belanda, serta menekuni Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika Islam khususnya Tasawuf dan Tarekat, telah mewarnai syiar perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di masanya.[13]

Syekh Kadirun Yahya pernah mengatakan, “Sewaktu manusia masih sederhana pemikirannya, agama tak mungkin diterangkan secara ilmiah yang sempurna. Walaupun sebenarnya Islam sebagai agama yang ilmiah dan amaliah. Oleh karena itu, sebagian besar agama diajarkan secara dogmatis dan kepercayaan semata-mata. Hanya sebagian kecil saja agama diajarkan secara ilmiah popular. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan, semakin nyata bahwa Islam adalah agama yang sangat ilmiah.”[14]

Dalam berbagai kajiannya, ia menyampaikan bahwa kekuatan agama sebagai sesuatu yang nyata, fakta dan realita. Kekuatan ayat-ayat suci Al-Qur’an adalah ilmu yang riil yang bisa dibuktikan seperti hukum-hukum fisika, kimia dan sebagainya. Hanya martabat dan dimensinya jauh lebih tinggi, mutlak dan sempurna.[15]

Untuk itu, pada tanggal 27 November 1956, Syekh Kadirun Yahya mendirikan Akademi Metafisika di bawah ‘Yayasan Akademi Metafisika’, di Medan. Kemudian pada tahun 1980 ‘Yayasan Akademi Metafisika’ diubah namanya menjadi ‘Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya’, sementara Akademi Metafisika berubah menjadi Universitas Pembangunan Panca Budi pada tahun 1961. Tujuan Syekh Kadirun Yahya mendirikan Yayasan ini adalah:

  1. Mengembangkan pendidikan dan pengajaran secara modern, baik pendidikan umum maupun pendidikan Agama Islam dari tingkat terendah sampai perguruan tinggi yang bersifat akademis maupun universitas;
  2. Mengembangkan ajaran Agama Islam berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadist dan Tasawuf Islam;
  3. Pengembangan ilmu ketabiban/kedokteran antara lain terhadap penyakit “lever abscess”, “lung abscess”, narkotika, kanker kulit, kanker payudara, hemarrhoide (wasir), jantung, tumor, batu empedu, pankreas, dan lever, prostat, AIDS, mentruasi bulanan yang tidak pernah berhenti selama 8 tahun, dan berbagai penyakit aneh serta ganjil yang tidak dapat disembuhkan secara medis sebab mengandung unsur ghaib dan lain lain.[16]
  4. Pembinaan kerohanian bagi masyarakat dan generasi muda yang “sesat jalan”, putus sekolah, kecanduan narkotika dan minuman keras, kenakalan remaja dan memberikan kepada mereka pendidikan formal/informal.[17]
  5. Terbinanya insan yang berpengetahuan tinggi baik duniawi maupun akhirati dalam suasana lingkungan yang sehat dan lestari.[18]
  6. Bidang bidang lainnya meliputi ketatanegaraan, menumpas Atheisme/komunisme, kemasyarakatan dan lain lain.

Salah satu kegiatan utama dari Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya adalah mendirikan rumah ibadah (surau-surau) untuk mengamalkan dzikrullah/ melaksanakan latihan mental spiritual (i’tikaf/suluk).[19] Sampai tahun 2000-an sudah berdiri 700-an surau/tempat wirid di seluruh Indonesia, 15 (lima belas) di Malaysia, dan 1 (satu) di Amerika Serikat.[2]

Untuk membentuk hubungan antar surau di tingkat pusat dibentuk Badan Koordinasi Kesurauan (BKK), sedang tingkat propinsi dibentuk Badan Kerjasama Surau (BKS). Selanjutnya Badan Koordinasi Kesurauan (BKK) membentuk suatu badan yang disebut Pusat Kajian Tasawuf, untuk mengangkat Ilmu Metafisika ke permukaan, khususnya Tasawuf dan Tarekat dengan mengadakan seminar, ceramah, dialog dan sebagainya.

Semasa hidupnya, Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya sering tampil sebagai pemakalah seminar-seminar nasional dan internasional yang mengedepankan tema seputar Teknologi Al -Qur’an dalam Tasawuf Islam. Tercatat ada 15 kali seminar nasional dan 2 kali seminar internasional yang melibatkan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya sebagai narasumber. Semua karya-karyanya menegaskan apa yang telah dituliskan oleh guru-gurunya dalam ijazah kemursyidan, bahwa Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya adalah ‘Guru para cerdik pandai’.

Tulisan Ilmiah

buku-buku karya Prof. DR. H. Kadirun Yahya
Sebagian buku-buku karya Prof. DR. H. Kadirun Yahya

Adapun tulisan-tulisan ilmiah karya Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam format buku dan paper:[20]

  1. Sinopsis Sistem Mendarah Dagingkan Pancasila. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1979.
  2. Capita Selecta tentang Agama, Metafisika, Ilmu Eksakta, jilid I. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1982.
  3. Capita Selecta tentang Agama, Metafisika, Ilmu Eksakta, jilid 2. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1982.
  4. Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1982.
  5. Penjelasan Tentang Wasilah dan Mursyid. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1982.
  6. Filsafat Tentang "Ke-Akbaran dan ke-Dahsyat-an Kalimah Allah". Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1983.
  7. Teknologi Modern dan Al Qur’an (Mengiringi Seminar Islam pada IAIN Medan). Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1983.
  8. Teknologi Modern dan Al Qur’an atau Ilmu Metafisika Eksakta dalam mengupas 1SRA’ – MI’RAJ RASULULLAH SAW. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1984.
  9. Asas-Asas &. Dalil-Dalil Thariqatullah. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1984.
  10. Kumpulan Kuliah pada Lembaga Ilmiah Tasauf Islam. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1984.
  11. Mutiara Al-Qur'an dalam Capita Selecta tentang Agama, Metafisika, Ilmu Eksakta, jilid 3. Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1985.
  12. Pengantar Teknologi Al Quran. Paper diseminarkan dalam Seminar Internasional Teknologi Al Quran, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, 1986.
  13. Teknologi Al Qur’an (Teknik Munajat Kehadirat Allah SWT). Penerbit: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI), Medan, 1989
  14. Menganalisa sebab-sebab kekalahan-kekalahan hebat yang dialami Ummat Islam dewasa ini di Timur Tengah. Paper dalam Sarasehan Sehari, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, 1992.
  15. Prinsip dan Aplikasi Teknologi Metafisika Islam untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Manusia dalam Menyongsong Abad XXI, Paper diseminarkan dalam Seminar Nasional di kampus Universitas Brawijaya, Malang, 1993.
  16. Teknologi Maha Dahsyat dalam Al Qur’an. Paper diseminarkan dalam Seminar Nasional, IAIN Sumatera Utara, Medan, 1993.
  17. Relevansi dan Aplikasi Teknologi Al-Qur’an Pada Era Globalisasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Paper diseminarkan dalam rangka Dies Natalis ITS Surabaya ke-34 di Kampus ITS Surabaya, 1994.
  18. Membentuk Insan Kamil dan Masyarakat Harmonis Menghadapi Perkembangan Peradaban Manusia Sampai Akhir Zaman. Paper dalam Forum Diskusi Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1994.
  19. Teknologi Al-Qur’an: Dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Bogor: t.p., 1997

Pembicara dalam Forum Ilmiah

Prof. DR. H. Sayyidi Syeikh Kadirun Yahya dalam forum ilmiah
Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam forum ilmiah

Pada periode tahun 1986-1996 Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya sering kali mengadakan forum ilmiah maupun diundang sebagai pemakalah sekaligus pembicara dalam berbagai forum ilmiah seminar skala nasional dan internasional,[4] antara lain:

  1. Temu ilmiah Seminar Internasional, “Teknologi Al Qur’an Dalam Tasawuf Islam”, diadakan oleh Universitas Panca Budi (UNPAB) di Medan pada Bulan Juni 1986.
  2. Temu ilmiah / Seminar Internasional “Penerapan Energi dalam Teknologi Al Qur’an untuk Penanggulangan, Penyembuhan, Pengidap Penyakit Narkotika, Leukemia, Kanker, Alkoholik, AIDS, dan lain-lain”, diadakan di Universitas Panca Budi (UNPAB) bekerjasama dengan Dinas Penelitian dan Pengembangan MABES POLRI, di Medan pada Bulan Juni 1989.
  3. Seminar Sehari mengenai “Pembentukan Manusia Seutuhnya Melalui Tasawuf Islam”, diadakan oleh Universitas Panca Budi (UNPAB) di Medan pada Bulan Juni 1990.
  4. Seminar Ilmiah “ Teknologi Al Qur’an, Relevansi, Metodologi, dan Aplikasi”, diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta pada Bulan Januari 1993.
  5. Sarasehan Nasional “Teknologi Al Qur’an dalam Menghadapi Tantangan Zaman Demi Suksesnya Pembangunan”, diadakan oleh Kampus Baitul Amin di Sawangan Bogor pada Bulan April 1993.
  6. Seminar Nasional “Prinsip dan Aplikasi Teknologi Metafisika Islam untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Menyongsong Abad XXI dan Guna Membuktikan Secara Nyata, Fakta, dan Realita ke-Mahabesaran-an Firman-Firman Allah dan Sunnah Rasulullah SAW”, diadakan oleh Universitas Brawijaya dan ICMI Pusat, di Malang pada bulan September 1993.
  7. Seminar Nasional “Teknologi Mahadahsyat dalam Al Qur’an”, diadakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor pada Bulan Oktober 1993.
  8. Seminar Nasional “Teknologi Mahadahsyat dalam Al Qur’an”, diadakan oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Medan pada Bulan November 1993.
  9. Kongres Nasional Al Qur’an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (IPTEK) serta upaya dalam meningkatkan kesejahteraan umat, “Teknologi Al Qur’an dalam Menghadapi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern dan Dalam Mendukung Kebangkitan Islam di Akhir Zaman dengan Power dan Energi yang Digali dari Dalam Al Qur’an”, diadakan oleh Universitas Islam Riau Pekanbaru, bekerjasama dengan ICMI Pusat dan Pemerintah Daerah TK I Riau, pada tahun 1994.
  10. Seminar Nasional “Tekonologi Al Qur’an dalam Kaitannya dengan Era Globalisasi dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Serta Tekonologi Modern”, diadakan oleh Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan pada Bulan Juni 1994.
  11. Seminar Nasional “Kedahsyatan Teknologi Al Qur’an dalam Tasawuf Islam, Membentuk Insan Kamil dan Masyarakat Harmonis Menghadapi Perkembangan Peradaban Manusia sampai Akhir Zaman”, diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta pada Bulan November 1994.
  12. Seminar Nasional “Relevansi dan Aplikasi Teknologi Al Qur’an pada Era Globalisasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”, diadakan oleh Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) pada Bulan November 1994.
  13. Seminar Nasional dan Internasional “Technology of Al Qur’an, Creating the People’s Welfare and High Quality Human Resources”, diadakan oleh Universitas Brawijaya di Malang bekerjasama dengan Ikatan Ilmuwan Statistik Islam (ICCS) pada Bulan Agustus 1996.

Prinsip dan Motto Kerja

Pandangan hidup Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dan motto-nya dalam bekerja, dirumuskan dalam Piagam Panca Budi,[21] yaitu:

  1. Devotion or worship to God - Pengabdian kepada Allah Swt.;
  2. Devotion or worship to the nation - Pengabdian kepada Bangsa;
  3. Devotion or worship to the country - Pengabdian kepada Negara;
  4. Devotion or worship to the world - Pengabdian kepada Dunia;
  5. Devotion or worship to mankind and humanity - Pengabdian kepada Manusia dan Perikemanusiaan.

Motto kerja yang diajarkan oleh Syekh Kadirun Yahya kepada murid-muridnya[22] yaitu :

  1. Pray like how prophets pray - Beribadatlah sebagaimana Nabi/Rasul Beribadat.
  2. Stand lika a devotee - Berprinsiplah dalam mental sebagai pengabdi.
  3. Devoted as a patriot - Berabdilah dalam mental sebagai pejuang.
  4. Strive lika a soldier - Berjuanglah dalam kegigihan dan ketabahan sebagai prajurit.
  5. Work as an owner - Berkaryalah dalam pembangunan sebagai pemilik.

Pemikiran Syekh Kadirun Yahya

Teknologi Metafisika Al-Qur'an

Salah satu fenomena islam Indonesia sejak tahun 1990-an adalah perdebatan pendapat di antara ilmuwan muslim terkait hubungan agama dan sains, yang memunculkan istilah-istilah seperti islamisasi ilmu pengetahuan, ilmuisasi islam, obyektifikasi islam, keserasian, ayatisasi, integrasi, integrasi – interkoneksi, dan lainnya. Sejak 1970-1980-an mulai dikenal nama-nama seperti Rasjidi, Moenawar Chalil, Buya Hamka, Hidajat Nataatmaja, Kuntowijoyo, Mulyadhi Kartanegara, Amin Abdullah, hingga Kadirun Yahya, yang mempelopori gerakan agama dan sains ini dalam tiga agenda, yaitu politik penguatan identitas keislaman, semangat melawan sekulerisasi barat, dan sikap defensif yang merupakan bagian dari dakwah.[23]

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya menggagas pemikiran melalui ilmu metafisika akan mampu menjelaskan apa sebenarnya agama itu. Misteri tentang agama yang misterius, mistis, tak terlihat, dll, bisa didekati dengan menggabungkan ilmu-ilmu eksakta (matematika, fisika, kimia, mekanika, biologi, dll), agar agama lebih bisa diterima oleh pikiran manusia. Umumnya, ajaran agama sulit dipahami karena tidak ada penjelasan yang logis, sehingga iman umat manusia rentan untuk bergeser ke atheisme atau sekulerisme.

Syekh Kadirun Yahya menggunakan teori metafisika dari perspektif sains,[24] untuk menunjukkan ilmiahnya ayat-ayat Al-Qur'an, dan bukan hanya sekedar dogmatis. . Menurutnya ilmu metafisika eksakta sangat efektif untuk dipakai dalam menerangkan teori-teori ilmiah dari pelaksanaan teknis ilmu agama, termasuk di dalamnya bidang ilmu tasawuf dan sufi.

Bagi Syekh Kadirun Yahya, metafisika adalah fisika di alam meta, merupakan suatu kenyataan tentang keberadaan (realitas) sesuatu secara eksak di alam meta (gaib, transenden, abstrak), maka pendekatan ilmiah dalam pembahasan yang bersifat pasti dan memiliki batasan tertentu, akan lebih mudah mendapat pengertian dan pemahaman, di samping bahwa problem metafisika yang sesungguhnya dapat diterapkan dan dibuktikan eksistensinya, sehingga ilmu eksakta dapat dijadikan sebagai media pendukung dalam lingkungan metafisika dan ilmu pengetahuan.[20]

Dengan latar belakangnya sebagai ilmuwan Fisika – Kimia, menguasai Bahasa Inggris, Jerman dan Belanda, serta menekuni ilmu tasawuf dan tarekat, selain menggunakan dasar Al-Qur’an, al-Hadist dan ijma’ ulama’, Syekh Kadirun Yahya juga berdakwah menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.[25] Sehingga pemikiran Syekh Kadirun Yahya dinilai sesuai dengan perkembangan umat dan zaman di abad teknologi dan informasi. Inilah yang membedakan pola penyampaian dakwah antara Syekh Kadirun Yahya dengan ulama-ulama lainnya.

Menurutnya, teknologi jangan selalu diartikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan mesin atau komputer. Secara sederhana teknologi adalah serangkaian metode yang mencakup pengertian yang lebih luas. Misalnya dalam mencangkul, diperlukan suatu metode atau cara. Tanpa menguasai bagaimana metode mencangkul, maka tidak dapat diperoleh hasil cangkulan yang baik, bahkan bisa membuat orang terluka. Dalam hal contoh sederhana yang lain, memasak misalnya, meskipun telah tersedia alat dan bahan yang diperlukan untuk memasak suatu masakan, tapi jika tidak mengetahui metode atau cara dalam memasak, maka masakan yang dimaksud tentu tidak akan jadi.[20]

Contoh yang lain, tentang air. Apabila diterapkan teknologi elektrolisa, air akan mengeluarkan tenaga dahsyat, air akan terurai menjadi oksigen dan atom hidrogen, yang jika disatukan kembali dan disulut dengan menggunakan api, maka akan meledak dan menyemburkan api yang dapat melebur besi. Jika air dialirkan melalui turbin yang dirangkai dengan dinamo, akan mengeluarkan energi listrik yang mencapai kekuatan hingga 170.000 KVA.

Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa ayat-ayat dalam al-Qur’an dan kalimah Allah (dzikir) juga tidak akan mampu mengeluarkan tenaga dahsyat, selama tidak dikuasai metodologinya, yang mana teknologi itu disebut oleh Syekh Kadirun Yahya dengan istilah “Teknologi Metafisika Al-Qur’an”. Dengan teknologi ini, kalimah Allah dan ayat-ayat al-Qur’an akan dapat mengeluarkan energi-energi metafisis ke-Tuhan-an yang maha dahsyat.[26]

Unsur Tak Terhingga (Infinity)

Tuhan menurunkan energi tak terhingga (infinity) dalam bentuk firman-Nya. Kekuatan tak terhingga di dalam kalîmah Allâh, atau ayat-ayat khusus Al-Qur'an, dapat menghancurkan segala sesuatu yang negatif antara surga dan bumi. Tujuan akhir dari setiap manusia adalah untuk mendapatkan akses ke faktor Tak Terhingga ini, yang hanya mungkin dilakukan dengan cara berhubungan (secara kerohanian) dengan Nabi.

Sama seperti energi listrik harus dibawa oleh kabel dari sumbernya ke lampu, energi ilahi yang tak terhingga ini hanya bisa didapatkan dengan menghubungkan (rohani) melalui Nabi dan rantai orang-orang suci,[9] yaitu para ulama pewaris ilmu Nabi. Energi tak terbatas kalîmah Allâh ini dijelaskan Syekh Kadirun Yahya dalam rumus tak terhingga pada konsep matematika:

1 / ~ = 0

[angka berapa pun] / ~ = 0

[iblis, setan, hantu, kanker, narkotika, atom, nuklir, apapun yang fisik maupun metafisika] / ~ = 0

unsur tak terhingga (~) di sini menurut Syekh Kadirun Yahya adalah kalimah Allah atau ayat-ayat Al-Qur'an

Unsur tak terhingga (~) dalam konsep matematika ini yang dipergunakan Syekh Kadirun Yahya untuk mendefinisikan kebenaran hakiki tentang Tuhan dan tasawuf (tarekat). Unsur tak terhingga (~) ini mencerminkan keunikan Tuhan, di mana Tuhan duduk di takhta-Nya (Arsy), yang berada pada jarak tak terbatas/ tak terhingga dengan kita.

Karena jarak sama dengan kecepatan dikalikan dengan waktu

s = v x t

di mana

s = spazium = distance = jarak

v = velocitas = speed = kecepatan

t = tempo = time = waktu

maka komunikasi dengan Tuhan membutuhkan kecepatan yang tak terhingga (~), atau akan mengambil waktu yang tak terhingga (~)

s = ~, dan oleh karena itu v atau t harus = ~

Para nabi, yang secara teratur berkomunikasi dengan Tuhan, dapat melakukannya karena rohani mereka (diri spiritual mereka) memiliki "radiasi frekuensi" yang tak terhingga untuk mencapai Tuhan. Menurut Syekh Kadirun Yahya, ini adalah "cahaya di atas cahaya" yang disebutkan dalam Al-Qur'an 24:35. Ini adalah cahaya dengan frekuensi dan energi tak terhingga, yang muncul dari Tuhan dan tersambung dengan diri rohani Rasulullah, yang kemudian diteruskan kepada para ulama pewaris ilmu Rasulullah (silsilah keguruan mursyid-mursyid tarekat) Inilah yang dikatakan sebagai "Tali Tuhan" (habl min Allâh), yang melaluinya individu dapat terhubung dengan unsur tak terhingga tersebut.[9]

Syekh Kadirun Yahya mendefinisikan metafisika eksakta sebagai kajian yang membahas masalah-masalah metafisika, yaitu yang bersifat abstrak, transenden dan gaib melalui pendekatan pada ilmu eksakta (matematika, fisika, kimia, mekanika, biologi, dll).[20]

Syekh Kadirun menjelaskan sintesis sains, teknologi, dan tasawuf modern, dengan menggunakan rumus eksakta fisika dan matematika sebagai metafora untuk menjelaskan hubungan antara manusia dan Tuhan, dan sebagai wujud atau simbol bahwa segala sesuatu dapat diperhitungkan secara ilmiah. Ia menjelaskan tentang teknologi metafisika berupa penyaluran kekuatan tak terhingga di dalam kalîmah Allah, yaitu dzikir dengan metode tarekat, memusatkannya, dan mengarahkannya untuk berbagai tujuan di dunia ini.[6]

Tarekat sebagai Metodologi

Ditegaskan oleh Syekh Kadirun Yahya, bahwa kebenaran agama jangan hanya dipertahankan dengan hujjah akal, tetapi harus mampu dibuktikan kebenarannnya secara ‘real’, yang itu bisa didapatkan melalui metode tarekat. Dan metode tarekat itu sendiri harus bisa dibuktikan kebenarannya melalui sains matematika, fisika, dan kimia yang terukur. Ia berpandangan, bahwa menunjukkan ‘kekeramatan‘ (karamah) diperlukan untuk membuktikan kebenaran (Islam atau amalan tarekat) dan menangkis pendapat bahwa agama adalah khayalan.[27]

Pada dasarnya ilmu tarekat di dalam al Qur’an merupakan metode pelaksanaan teknis dari suatu amalan yang sangat tinggi, yaitu dzikir. Di sinilah yang dimaksudkan oleh Syekh Kadirun Yahya bahwa tarekat merupakan sebuah metodologi di dalam ilmu tasawuf, yaitu melalui pengamalan dzikir, pengamalan kalimah Allah.

Menurut Syekh Kadirun Yahya, kekuatan potensi kalimah Allah adalah maha dahsyat, sehingga mampu mempertahankan eksistensi dunia dari kehancuran total oleh tenaga apa pun.[28] Maka ilmu tersebut perlu diriset, di mana letak ilmiahnya, the how to do-nya, dari amalan-amalan tarekat yang kelihatannya mubazir dan seolah-olah hanya membuang waktu. Namun sebenarnya semuanya itu akan terbukti, kalau dilaksanakan dengan metode dzikir yang tepat, akan memperoleh manfaat yang besar dari kekuatan yang terkandung dalam al-Qur’an.[15]

Di dalam Al-Qur'an dan Hadist, Tuhan telah menunjukkan banyak contoh mengenai energi tak terhingga tersebut, seperti pada kejadian banjir Nabi Nuh, bencana yang dialami kaum Nabi Luth, mu’jizat Nabi Sulaiman, Nabi Daud melawan Goliath, Nabi Isa menghidupkan orang mati, krikil batu sijjil untuk memusnahkan tentara Abrahah, Nabi Ibrahim melawan Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, dan lain-lainnya.

Begitu juga dengan sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara Indonesia. Saat Islam mulai mendarat di tanah Jawa, dengan para ulama yang dikenal dengan sebutan “Wali Songo” mulai mendakwahkan Islam. Semula rakyat merasa keberatan, bahkan menolaknya, dengan alasan mereka telah mempunyai agama kebatinan Jawa. Di sinilah kemudian diterjunkan ke garda depan kekuatan-kekuatan metafisika berupa tasawuf dan ilmu sufinya, dengan berbagai fenomena keajaiban dan karamahnya. Barulah kebatinan di tanah Jawa tersebut mundur dan tunduk menerima Islam. Kemudian dilanjutkanlah dakwah Islam itu dengan pengajaran ilmu fiqh sebagai pengatur dalam tatakrama kehidupan umat Islam.[20]

Demikian pula tidak sedikit kisah-kisah karamah Syekh Kadirun Yahya dalam mempraktekkan teknologi metafisika ini, seperti memadamkan letusan gunung Galunggung di Jawa Barat atas permintaan Pemda Tk I Jawa Barat dengan menggunakan helikopter dan melempar batu serta menyiramkan air dzikir kalimah Allah, memberantas pemberontakan gerombolan komunis di Hutan Pahang Malaysia atas permintaan perwira angkatan bersenjata Malaysia dengan menggunakan helikopter dan melemparkan batu-batu bermuatan dzikir kalimah Allah, menyembuhkan berbagai penyakit berat dan penyakit ganjil, penyembuhan kecanduan narkoba, mengusir gangguan jin, dll. Semua itu merupakan praktek menyalurkan energi tak terhingga kalimah Allah, melalui berbagai media seperti batu, air, dan tongkat, yang telah didoakan dan diberi muatan dzikir kalimah Allah.[15]

Kisah-kisah menarik tentang sosok pribadi dan perjalanan spiritual Syekh Kadirun Yahya, peran aktifnya dalam dunia pendidikan, dunia sosial kemasyarakatan, dunia militer dan ketatanegaraan, serta cerita-cerita karamahnya dengan berbagai penjelasan ilmiah mengenai teknologi Al-Qur'an ini, membuat tarekat yang dipimpinnya mendapatkan banyak pengikut. Murid-muridnya berasal dari beragam kalangan, mulai masyarakat kelas bawah, menengah, sampai kelas atas,[29] dari usahawan, profesional, artis, seniman, akademisi (guru, mahasiswa, dosen, doktor, sampai profesor), kalangan militer (polisi dan tentara, dari pangkat rendah sampai perwira tinggi), kalangan pejabat (dari kepala daerah, menteri, sampai keluarga Diraja Malaysia), baik di Indonesia maupun di Malaysia.[30]

Paradigma dan Kontroversi Tarekat dan Sains

Sebagai seorang profesor yang menekuni ilmu-ilmu fisika, kimia dan matematika, serta menulis risalah-risalah tentang metafisika, Syekh Kadirun Yahya dianggap telah berhasil merekonsiliasi pengalaman mistis dalam tarekat dengan ilmu sains. Kombinasi antara pengetahuan ilmiah dengan reputasi pencapaian spiritual yang tinggi ini, menjadi daya tarik khusus bagi kalangan mahasiswa dan kaum intelektual untuk mempelajari tarekat yang dibawanya.[31]

Bagi sebagian dari para pengikutnya, dzikir dengan metode tarekat dianggap sebagai salah satu solusi penting untuk menjawab masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, bahkan berbagai permasalahan yang lain.[32] Apalagi kemudian Syekh Kadirun Yahya juga mendirikan sebuah perguruan tinggi, Universitas Pembangunan Panca Budi di Medan, untuk mendorong program pendidikan metafisika yang ia kembangkan.[33] Dari situlah pemikiran sufistik ditafsirkan kembali sebagai sumber inspirasi untuk praktek keagamaan kontemporer yang sesuai dengan perkembangan jaman.

Namun selain mendapatkan banyak pengikut, ada pula sebagian kalangan yang menolak pemikiran Syekh Kadirun Yahya maupun tarekat yang dibawanya.[34] Pemikirannya tentang teknologi metafisika Al-Qur'an untuk menjelaskan tarekat, cerita-cerita karamahnya, perjalanan hidupnya, dan praktek-praktek teknis tarekat yang dilakukan jamaah tarekatnya, dianggap kontroversial oleh para penentangnya, bahkan terjadi intimidasi terhadap jamaah tarekat ini di beberapa daerah.[5] Penolakan-penolakan dan intimidasi ini pun disanggah dengan cara damai oleh para pengikut Syekh Kadirun Yahya melalui berbagai tulisan ilmiah dan forum-forum ilmiah.

Walaupun terdapat kontroversi di sebagian kalangan, namun karya-karya ilmiah pemikiran Syekh Kadirun Yahya telah banyak menginspirasi para penulis, akademisi, dan peneliti di Indonesia, Malaysia, maupun beberapa negara lainnya. Tercatat lebih dari 30 tulisan ilmiah dalam bahasa Indonesia, bahasa Melayu, maupun bahasa Inggris, berupa skripsi, thesis, disertasi, makalah forum ilmiah, jurnal, sampai buku, yang telah mengulas pemikiran Syekh Kadirun Yahya, sosok pribadi dan perjalanan spiritualnya, maupun pergerakannya dalam dakwah tarekat.

Terlepas dari adanya pro dan kontra terhadap metode maupun materi dakwah tarekat yang dibawanya, hal ini menunjukkan bahwa Syekh Kadirun Yahya telah dianggap banyak memberi pengaruh dalam berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah. Pemikiran dan pergerakannya telah membuat banyak orang mengikuti ajaran tarekat tersebut, atau sekedar menjadikannya sebagai ilmu pengetahuan secara ilmiah saja. Kini Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah yang dibawa Syekh Kadirun Yahya telah berkembang luas menjadi salah satu tarekat terbesar di Indonesia maupun di Malaysia,[4] dan telah tersebar sampai ke Thailand, Brunei, Jepang, Australia, Amerika dan Inggris.

Wafat

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya wafat pada 9 Mei 2001 atau 15 Safar 1422 H, dalam usia 84 tahun, dan dimakamkan di Surau Qutubul Amin Arco, Depok, Jawa Barat.[35]

Referensi

  1. ^ "Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara (1)". Republika Online. 2012-01-18. Diakses tanggal 2020-06-04. 
  2. ^ a b c d Nur, Prof. K. H. Djamaan (2002). Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya. Medan: USU Press. ISBN 979-458-191-7. 
  3. ^ Ridjal, Syamsur (2013). "Tarekat Naqsyabandiyah Syeikh Kadirun Yahya dan Pengalamannya di Kota Jambi". Innovatio : Journal for Religious Innovations Studies. Jambi: Program Pasca Sarjana, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi (dipublikasikan tanggal Januari 2013). 13 (1). ISSN 2541-2167. 
  4. ^ a b c Mutmainnah, Anisah (2018). "Studi Deskriptif Pemikiran Politik Syekh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tentang Hidup Bernegara". Skripsi thesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan
  5. ^ a b Wahid, Yenny Zannuba (2009). Dja'far, Alamsyah M., ed. Agama dan pergeseran representasi : konflik dan rekonsiliasi di Indonesia. Jakarta, Indonesia: Wahid Institute. ISBN 978-602-95295-0-0. OCLC 489734391. 
  6. ^ a b Bruinessen, Martin van. (1994). Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia : survei historis, geografis dan sosiologis (edisi ke-Rev. ed). Bandung, Indonesia: Penerbit Mizan. ISBN 979-433-000-0. OCLC 949660598. 
  7. ^ Mohamad al-Merbawi, Abdul Manam Bin; Abdullah, Mohd Syukri Yeoh; Abdullah, Osman Chuah; Wan Abdullah, Wan Nasyrudin Bin; Ahmad, Salmah (2012-12-02). "Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah in Malaysia: A Study on the Leadership of Haji Ishaq bin Muhammad Arif". MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman. Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. 36 (2): 299–319. doi:10.30821/miqot.v36i2.120. ISSN 2502-3616. 
  8. ^ Fakhriati (2013). "Kadirun Yahya: Perjalanan Menuju Saidi Syekh dalam Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah". Jurnal Lektur Keagamaan. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta. 11 (1): 238–260. ISSN 1693-7139. 
  9. ^ a b c Bruinessen, Martin Van (2007). "After The Days of Abu Qubays: Indonesian Transformations of The Naqshabandiyya-Khalidiyya". Journal of the History of Sufism. Paris, France: Simurg Press. 5: 225–252. ISSN 1302-6852. OCLC 611947677. 
  10. ^ Erawadi, Erawadi (2014-06-09). "Pusat-Pusat Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Tapanuli Bagian Selatan". MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman. Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. 38 (1): 81–96. doi:10.30821/miqot.v38i1.53. ISSN 2502-3616. 
  11. ^ Lubis, Sakban (2018). "Tharekat Naqsabandiyah Kholidiyah Saidi Syekh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya, MA di Universitas Pembangunan Panca Budi Medan". Almufida: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. Medan: Fakultas Agama Islam Universitas Dharmawangsa. 03 (01): 44–69. ISSN 2715-6737. 
  12. ^ Kadirun Yahya, Yayasan Profesor DR H (2003). "Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah Serumpun". Gema Panca Budi. XI (edisi ke-115). Medan: Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya. 
  13. ^ Nurul Amin Hudin, LC (2016) "Titik Temu Ilmu Eksakta dan Tasawuf Pemikiran Syekh Kadirun Yahya." Masters thesis, Program Studi Agama dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta.
  14. ^ Yudhasatria, Ebma (2014). "Pemikiran Kadirun Yahya Tentang Tasawuf 1950-2001." Skripsi thesis, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
  15. ^ a b c May, Asmal (2017-08-01). "MENYINGKAP ENERGI ZIKIR DALAM KONSEP TASAWUF SYEKH KADIRUN YAHYA". Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman. Pekanbaru, Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. 11 (1): 165–185. doi:10.24014/af.v11i1.3856. ISSN 2502-7263. 
  16. ^ Husin, Hamidun Mohamad; Jailani, Moh. Rushdan Mohd., Prof. DR. (2013). "Kelangsungan Amalan Takziyat Al-Nafs: Instrospeksi Pengalaman Tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya di Malaysia." Proceedings from conference on "Seminar Kebangsaan Pengajian Akidah dan Agama Kali ke-3 (2013), run by Program Pengajian Akidah dan Agama dengan kerjasama Fakulti Kepimpinan dan Pengurusan, Universiti Sains Islam Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia, 28 September 2013.
  17. ^ Abdullah, Luqman (2018-08-16). "Kontribusi Tarekat Naqsabandiyah Terhadap Pendidikan Agama Islam Dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Naqsabandiyah Di Dukuh Tompe, Kabupaten Boyolali)". Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam. 1 (1): 1–19. doi:10.31538/nzh.v1i1.39. ISSN 2614-8013. 
  18. ^ Triyanta, Agus (2003). "Tarekat Naqsabandiyah dan Konservasi Alam (Etika Lingkungan Lingkungan Hidup dalam Wawasan Keagamaan)". Fenomena, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. 1 (1): 80–96. ISSN 1693-4296. 
  19. ^ Sutatminingsih, Raras (2016/12). "The RELATIONSHIP BETWEEN The PRACTICE of SULUK with PSYCHOLOGICAL WELL BEING among THE SALIKS at TAREKAT NAQSYABANDIYAH and NON-SALIKS" (dalam bahasa Inggris). Atlantis Press: 215–218. doi:10.2991/phico-16.2017.41. ISBN 978-94-6252-333-3. 
  20. ^ a b c d e Izzati, Nurul (2019). "Kontroversi Tasawuf Nusantara: Kadirun Yahya dan perdebatan tentang otentisitas ajaran tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah". Masters thesis, Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya
  21. ^ Hakim, U.N. Lukman (2011). "Aktualisasi Metafisika dalam Kehidupan Manusia di Abad 21". Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu. Medan: Universitas Pembangunan Panca Budi Medan (dipublikasikan tanggal Desember 2011). 4 (2): 602–611. ISSN 1979-5408. 
  22. ^ Simamora, Nur Aisah (2016). "Integrasi Keilmuan Pada Perguruan Tinggi Islam Di Kota Medan." Dissertation thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
  23. ^ Bahri, Media Zainul (2018-12-01). "Expressing Political and Religious Identity: Religion-Science Relations in Indonesian Muslim Thinkers 1970-2014". Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies (dalam bahasa Inggris). Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 56 (1): 155–186. doi:10.14421/ajis.2018.561.155-186. ISSN 2338-557X. 
  24. ^ Syarifuddin; Prof. Dr. Muzakkir, MA; Nur, Dr.Anwarsyah (2017). "Metaphysical thought Muhammad Iqbal and Correlation in the Reconstruction of the characters on Education Institutions (Case Study on Education Foundation of Prof. Dr. H. Kadirun Yahya)" (PDF). International Journal for Innovative Research in Multidisciplinary Field. Gujarat, India: Research Culture Society (dipublikasikan tanggal 31/12/2017). 3 (12): 63–72. doi:10.2015/IJIRMF.2455.0620. ISSN 2455-0620. 
  25. ^ Abdullah, Luqman (2018). "Model Tarekat Naqsyabandiyah dan Pengaruhnya Terhadap Kecerdasan Spiritual (Studi Kasus Jamaah Tarekat Naqsabandiyah Nurul Amin di Kabupaten Boyolali)". Masters thesis, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta.
  26. ^ Yahya, Kadirun, Prof. DR (1994), "Relevansi dan Aplikasi Teknologi Al-Qur’an Pada Era Globalisasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”, Proceeding seminar dalam rangka Dies Natalis ITS Surabaya ke-34, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Kampus ITS Surabaya, 1994
  27. ^ Husin, Hamidun Mohamad (2014), "Kepribadian Prof. Kadirun Yahya dan Pengaruhnya terhadap Suasana Pengamalan Tarekat di bawah Bimbingannya di Malaysia." Diarsipkan 2020-06-04 di Wayback Machine. Proceedings from the international conference on "International Research Management and Innovation Conference 2014 (IRMIC2014), run by Research Development Centre & Islamic Academy, Selangor International Islamic University College. Kuala Lumpur, Malaysia, 17 to 18 November 2014.
  28. ^ Husin, Hamidun Mohamad (2017), "The Doctrine and Practice of Naqshabandiyyah Khalidiyyah of The Prof. DR. H. Kadirun Yahya." Proceedings from the international conference on "3rd International Conference o Islamiyyat Studies 2017 (IRSYAD2017)", run by Faculty of Islamic Civilization Studies, Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor. Kuala Lumpur, Malaysia, 1 to 1 Agustus 2017.
  29. ^ Aziz, Ahmad Amir (2013-09-02). "Kebangkitan Tarekat Kota". ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. 8 (1): 59–83. doi:10.15642/islamica.2013.8.1.59-83. ISSN 2356-2218. 
  30. ^ Faiz, Muhammad (2016-12-31). "Khazanah Tasawuf Nusantara: Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia". 'Anil Islam: Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman. Sumenep, Madura: Institut Ilmu Keislaman Annuqayah. 9 (2): 182–210. ISSN 2528-7532. 
  31. ^ Howell, Julia Day (2001-08). "Sufism and the Indonesian Islamic Revival". The Journal of Asian Studies (dalam bahasa Inggris). 60 (3): 701–729. doi:10.2307/2700107. ISSN 0021-9118. 
  32. ^ Ryan, Natasha (2003). "Tauhid and Tasawwuf: Indonesian Sufism in search of unity". Bachelor of Arts Honours thesis, Faculty of Community Services, Education and Social Sciences, Edith Cowan University, Australia.
  33. ^ Howell, Julia Day, Professor (2002), "Seeking Sufism in the Global City: Indonesia's Cosmopolitan Muslims and Depth Spirituality." Proceedings from the international conference on "Islam in Southeast Asia and China: Regional Faithlines and Faultlines in the Global Ummah " run by the City University of Hong Kong's Southeast Asia Research Centre, Faculty of Humanities and Social Sciences. Hong Kong, 28 November to 1 December 2002.
  34. ^ Ahmadi, Ghufron (2010). "Sumber Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya (Studi Kasus di Surau Saiful Amin Yogyakarta)". Skripsi thesis, Jurusan Tafsir Hadist, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta.
  35. ^ "Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Guru Besar Pemimpin Para Sufi | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2018-09-12. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya