Sistem perekonomian di daerah Mikenai, Aegea, dan Anatolia yang menjadi ciri Zaman Perunggu Akhir hancur, berubah menjadi desa-desa kecil yang terpencil dan tidak terintegrasi. Kekaisaran Het di Anatolia dan Syam runtuh, sementara kerajaan-kerajaan lain seperti Asyur di Mesopotamia dan Mesir Kuno bertahan tetapi sangat melemah. Sebaliknya, beberapa bangsa seperti Fenisia malah berkembang pesat karena memudarnya pengaruh Mesir dan Asyur di Syam.[2]
Teori-teori mengenai keruntuhan peradaban-peradaban ini masih simpang-siur dan terus diperdebatkan sejak abad ke-19. Beberapa faktor seperti letusan gunung berapi, kekeringan, serangan dan perpindahan penduduk oleh Bangsa Laut dan Doria, perubahan sektor ekonomi secara besar-besaran karena meningkatnya penggunaan besi, dan perubahan teknologi dan metode perang yang menandai penurunan penggunaan kereta kuda.[3]
Referensi
Catatan kaki
^Crawford, Russ (2006). "Chronology". Dalam Stanton, Andrea; Ramsay, Edward; Seybolt, Peter J; Elliott, Carolyn. Cultural Sociology of the Middle East, Asia, and Africa: An Encyclopedia. Sage. hlm. xxix. ISBN978-1412981767.
^The physical destruction of palaces and cities is the subject of Robert Drews's The End of the Bronze Age: changes in warfare and the catastrophe ca. 1200 B.C., 1993.
^For Syria, see M. Liverani, "The collapse of the Near Eastern regional system at the end of the Bronze Age: the case of Syria" in Centre and Periphery in the Ancient World, M. Rowlands, M.T. Larsen, K. Kristiansen, eds. (Cambridge University Press) 1987.
Daftar pustaka
Dickinson, Oliver (2007). The Aegean from Bronze Age to Iron Age: Continuity and Change Between the Twelfth and Eighth Centuries BCE. Routledge. ISBN978-0415135900.