Ketangguhan kota (disebut juga ketahanan kota, bahasa Inggris: urban resilience) biasa didefinisikan sebagai ukuran kemampuan sistem kota beserta penduduknya dalam menjaga kelangsungannya melewati berbagai guncangan (shock) dan tekanan (stress), sekaligus beradaptasi dan mengembangkan diri untuk mencapai keberlanjutan.[1][2]Kota tangguh adalah kota yang menilai, merencanakan, dan bertindak untuk bersiap dan menanggapi bencana, baik alami maupun ulah manusia, baik tiba-tiba maupun perlahan, baik diduga maupun tak terduga. Kota-kota tangguh melindungi dan memperbaiki kehidupan masyarakatnya, memastikan pengembangan dirinya, memelihara lingkungan yang cocok untuk investasi, dan mendorong perubahan yang positif.[1] Bahasan akademik tentang ketangguhan kota berfokus pada tiga ancaman utama: perubahan iklim, bencana alam, dan terorisme.[3][4] Ketahanan terhadap ancaman-ancaman itu telah dibahas dalam konteks aspek fisik ataupun nonfisik perencanaan dan desain kota.[5][6][7] Terlebih lagi, strategi ketahanan lebih condong ke arah pemberantasan terorisme, bencana lain (gempa bumi, kebakaran liar, tsunami, banjir rob, suar Matahari, dan lain-lain), serta pembuatan prasarana energi berkelanjutan.[8]
Pembangunan ketahanan dalam perkotaan membutuhkan kebijakan investasi yang memprioritaskan pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan yang menawarkan alternatif, yaitu yang bisa berjalan dengan baik dalam berbagai macam kasus. Keputusan tersebut harus memperhatikan risiko dan ketidakpastian pada masa depan. Karena risiko tidak bisa dihilangkan seluruhnya, perencanaan kedaruratan dan kebencanaan sangat penting.[9] Kerangka kerja pengelolaan risiko bencana, misalnya, memberikan peluang praktis untuk meningkatkan ketahanan.[10]
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB ke-11
Pada September 2015, para pemimpin dunia mengadopsi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG)[11] sebagai bagian dari Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Tujuannya, yang berdasarkan dan menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium,[12] secara resmi diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2016 dan diharapkan dapat tercapai dalam 15 tahun ke depan. Meski SDG tidak mengikat secara hukum, tiap pemerintah diharapkan turut mengambil peran dan membuat kerangka kerja nasional untuk pencapaian masing-masing. Tiap negara juga memiliki tanggung jawab utama untuk menindaklanjuti dan meninjau kemajuan berdasarkan kualitas.
Alat Penilaian Ketangguhan Kota PPM PBB
Bagian ini kosong. Anda bisa membantu dengan melengkapinya.
Perserikatan Medellin untuk Ketangguhan Kota
Bagian ini kosong. Anda bisa membantu dengan melengkapinya.
Seratus Kota Tangguh dan Indeks Ketangguhan Kota (CRI)
Bagian ini kosong. Anda bisa membantu dengan melengkapinya.
Teknologi digital, data terbuka, dan pemerintahan
Bagian ini kosong. Anda bisa membantu dengan melengkapinya.
Pemanasan global
Dampak pemanasan global terhadap perkotaan beragam sesuai keadaan geografis dan tahapan pembangunannya. Sebuah penelitian[13] terhadap 616 kota menemukan bahwa banjir membahayakan lebih banyak warga kota daripada bencana alam lainnya; diikuti oleh gempa bumi dan badai.
Gelombang panas dan kekeringan
Bagian ini kosong. Anda bisa membantu dengan melengkapinya.
Banjir
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. (Desember 2020)
Banjir, baik akibat cuaca, kenaikan permukaan laut, maupun kegagalan prasarana, adalah penyebab utama kematian, penyakit, dan kerugian ekonomi di seluruh dunia. Perubahan iklim dan perkembangan pemukiman kota yang sangat cepat menjadi faktor utama dari semakin sering dan parah banjir, terlebih di negara berkembang.[14][15][16]
Program pendidikan tentang ketangguhan kota
Bagian ini memerlukan pengembangan dengan mengembangkannya, terutama pendidikan di Indonesia. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. (Desember 2020)
^"Ketahanan". Jakarta Berketahanan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-20. Diakses tanggal 14 Desember 2020.
^Coaffee, J (2008). "Risk, resilience, and environmentally sustainable cities". Energy Policy. 36 (12): 4633–4638. doi:10.1016/j.enpol.2008.09.048.
^Pickett, S. T. A.; Cadenasso, M. L.; et al. (2004). "Resilient cities: meaning, models, and metaphor for integrating the ecological, socio-economic, and planning realms". Landscape and Urban Planning. 69 (4): 373. doi:10.1016/j.landurbplan.2003.10.035.
^Sharifi, Ayyoob (Oktober 2019). "Urban form resilience: A meso-scale analysis". Cities. 93: 238–252. doi:10.1016/j.cities.2019.05.010.
^Sharifi, Ayyoob (Januari 2019). "Resilient urban forms: A review of literature on streets and street networks". Building and Environment. 147: 171–187. doi:10.1016/j.buildenv.2018.09.040.
^Sharifi, Ayyoob; Yamagata, Yoshiki (Juli 2016). "Principles and criteria for assessing urban energy resilience: A literature review". Renewable and Sustainable Energy Reviews. 60: 1654–1677. doi:10.1016/j.rser.2016.03.028.
^IPCC (2001). Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press. hlm. 881.
^IPCC (2007). Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Summary for Policymakers. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press.