Kode Etik Kedokteran Indonesia
Dokter merupakan salah satu profesi di bidang Kesehatan yang menjadi kontak pertama pasien (orang sakit) dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah Kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, oragnologi, golongan usia, dan jenis kelamin. Dikutip dari FKKMK UGM bahwa tugas dokter tidak hanya mengobati tetapi bertugas sebagai advokat di bidang Kesehatan bagi pasien, memberikan edukasi, menjelaskan dengan detil apa saja yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien sampai pasien paham. Kode Etik Profesi DokterEtika merupakan usaha mengadakan refleksi yang tertib mengenai gerakan atau instuisi moral dan pilihan moral yang seseorang putuskan. Etika kedokteran dapat diartikan sebagai kewajiban berdasarkan akhlak/moral yang menentukan praktek kedokteran. Di Indonesia tersendiri memiliki kode etik profesi dokter atau biasa disebut dengan KODEKI yang disusun bersama pemerintah dengan dasar hukum Di Indonesia tersendiri memiliki kode etik profesi dokter atau biasa disebut dengan KODEKI yang disusun bersama pemerintah dengan dasar hukum Pasal 8 Huruf f Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Profesi kedokteran mempunyai sejarah mengenai Kode Etik yang bermula sedikitnya kira-kira 2000 SM. Dalam Kode Etik oleh Hammurabi, telah disusun bermacam-macam system/peraturan mengenai para dokter. Terdapat pula beberapa bagian mengenai norma-norma tinggi moral/akhlak dan tanggung jawab yang diharapkan harus dimiliki oleh para dokter serta petunjuk-petunjuk mengenai hubungan antar dokter dengan pasien; dan beberapa masalah lain. Etika Kedokteran mempuyai tiga azaz pokok, yaitu:
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negative; Primum Non Nocere (janganlah berbuat merugikan/salah). Hendaknya kita bernada positif dengan berbuat baik, dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan-kegiatan yang merupakan awal kesejahteraan para individu dan masyarakat.
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan masyarakat dimana mungkin terjadi risiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain. Kode Etik Kedokteran Indonesia didasarkan pada asas-asas hidup bermasyarakat yaitu Pancasila yan telah sama-sama diakui oleh bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup bangsa. Keluhuran dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat dasar yang ditunjukkan oleh setiap dokter, yaitu:
Pelanggaran Kode Etik Profesi DokterTerdapat beberapa penyebab ternjadi seorag dokter melanggar kode etik profesi ketika menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter, yaitu sebagai berikut:
Mengutip dari website resmi IDI Jakarta Selatan[1], setidaknya ada 28 bentuk pelanggaran kode ertik profesi dokter yaitu:
Sanksi Pelanggar Kode Etik Profesi DokterBerdasarkan pedoman organisasi dan tata laksana kerja MKEK IDI mengatur, jika belum terbentuk MKDKIdan MKDKI-P(provinsi), maka setiap pelanggaran yang dilakukan oleh dokter dapat diperiksa di MKEK IDI pada masing-masing provinsi di indonesia. Laksana kerja MKEK IDI yang menerangkan MKEK merupakan satu-satunya lembaga penegak etika kedokteran sejak berdirinya IDI. MKEK dalam peran kesejarahannya mengembang juga sebagai lembaga penegak disiplin kedokteran yang kini dipegang oleh MKDKI. Tugas dan wewenang MKEKTerdapat divisi khusus yang berwenang dalam memberikan sanksi kepada dokter yang melanggar oke etik profesi dokter yaitu Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) yang memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
Kedudukan MKEKMKEK adalah badan otonom IDI yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran
Sanksi pelanggaran oleh MKEKSecara umum pemberian sanksi kepada dokter yang melanggar kode etik profesi kedokteran dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Dalam ORTALA MKEK, pemberian sanksi terhadap dokter terhukum/pelanggar etik dapat berupa penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang (re-schooling), hingga pemecatan keanggotaan IDI, baik secara sementara atau pun permanen. Pada umumnya sanksi etik tersebut bersifat pembinaan, kecuali pemecatan keanggotaan yang bersifat permanen atau pencabutan keanggotaan seumur hidup. Mekanisme pemberian sanksi oleh MKEK diawali dari masuknya pengaduan yang sah, dilanjutkan dengan proses penelaahan kasus yang diadukan. Pada akhir penelaahan, Ketua MKEK menetapkan kelayakan kasus untuk disidangkan oleh majelis pemeriksa yang akan melakukan sidang kemahkamahan hingga tercapai keputusan MKEK. Bila terbukti terdapat bukti pelanggaran etik, maka majelis akan menetapkan sanksi sesuai dengan berat ringannya kesalahan dokter teradu. Pelaksanaan sangsi dilakukan oleh Divisi Pembinaan Etika Profesi MKEK untuk dan atas nama pengurus IDI setingkat. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi menyatakan dengan tegas, bahwa dokter dilarang keras melakukan pelanggaran disiplin profesional dokter. Sedianya ada 28 bentuk pelanggaran disiplin dokter yang dimuat dalam peraturan KKI No 4 Tahun 2011 yang harus dihindari seorang dokter. Secara garis besar pelanggaran kedisplinan itu menyangkut pelaksanaan praktik kedokteran yang tak kompeten, pengabaian pada tugas dan tanggung jawab profesional terhadap pasien serta berperilaku tercela yang merusak martabak dan kehormatan profesi kedokteran. MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi (Pasal 67 UU Praktik Kedokteran). Adapun keputusan MKDKI itu sifatnya mengikat dokter, dokter gigi, dan KKI yang isinya dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin itu dapat berupa (Pasal 69 UU Praktik Kedokteran):
SANKSI MKEK Pasal 29 (1)
Pasal 29 (2)
Hambatan Pelaksanaan Kode Etik Profesi DokterDi dalam pelaksanaan kode etik, tidak semua kode etik dapat dijalankan dengan baik oleh sebagian professional sebagaimana mestinya. Dapat dilihat di lapangan, bahwa masih terdapat professional yang mengabaikan atau melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan di dalam kode etik, salah satunya kode etik profesi kedokteran ini. Dalam hal ini penyusun menemukan faktor apa saja yang menjadi hamabatan hal tersebut terjadi, yaitu sebagai berikut:
Salah satu ciri kekeluargaan itu memberi perlakuan dan penghargaan yang sama terhadap anggota keluarga dan ini dipandang adil. Perlakuan terhadap orang bukan keluarga lain lagi. hal ini berpengaruh terhadap perilaku profesional hukum yang terikat pada kode etik profesi, yang seharusnya memberi perlakuan sama terhadap klien. Semisal di dalam kode etik profesi dokterterdapat dokter yang memiliki pasien keluarganya sendiri, ia memperlakukan pasien tersebut dengan sangat telaten dan sangat membantu, akan tetapi ketika ia memiliki pasien orang lain ia memberikan pelayanan yang apa adanya tidak sama dengan pasien ketika pasien tersebut adalah keluarganya. Padahal, di dalam kode etik semua sama dalm hal ini kode etik profesi kedokteran semua pasien itu sama dan berhak diberlakukan tapan membeda-bedakan dari segi apapun.
Salah satu ciri jabatan adalah bawahan menghormati dan taat pada atasan dan ini adalah ketentuan undang-undang kepegawaian. Fungsi eksekutif terpisah dengan fungsi yudikatif. Seharusnya masalah jabatan dipisahkan dengan masalah profesi dan ini adalah adil.
Gencarnya perusahaan-perusahaan mempromosikan produk mereka melalui iklan media massa akan cukup berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan yang tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima oleh profesional. hal ini mendorong profesional berusaha memperoleh penghasilan yang lebih besar melalui jalan pintas atau terobosan profesional, yaitu dengan mencari imbalan jasa dari pihak yang dilayaninya. Salah satunya di dalam profesi kedokteran yaitu adanya promosi terkait metode penyembuhan suatu penyakit yang belum teruji secara klinis terkait keamanannya untuk diaplikasikan kepada pasien, padahal hal tersebut sangatlah tidak sesuai dengan kode etik profesi dokter.
Salah satu syarat menjadi profesional itu adalah taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketaqwaan ini adalah dasar moral manusia. Jika manusia temperately iman dengan taqwa, maka di dalam diri akan tertanam nilai moral yang menjadi rem untuk berbuat buruk. Dengan taqwa manusia makin sadar bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan keburukan. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Adil. Dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan tergiur dengan bermacam ragam bentuk materi disekitarnya. Dengan iman yang kuat kebutuhan akan terpenuhi secara wajar dan itulah kebahagiaan sejatinya. Seperti halnya dalam kasus pelanggaran kode etik profesi dokter yaitu adanya oknum-oknum dokter yang dengan sengaja tidak memberikan pelayanan yang seharusnya kepada pasien karena alasan uang, padahal di dalam sumpah dokter itu sudah jelas itu tidak sibenarkan. Padahal ketik adokter pengucap sumpah itu bukanlah sumpah dengan manusia tetapi terhadap tuhannya. Peran Efektif Kode Etik Profesi DokterKode etik dibuat sedemikian rupa dalam rangka atau memiliki tujuan luhur agar paraprofessional tidak dengan sewenang-wenang dalam melakukan aktifitasnya sebagai seorang professional di bidang tertentu, atau dalam hal ini profesi dokter. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Kode etik profesi dokter ini dapat berjalan dengan baik apabila subjek atau orang-orang yang ada di dalamnya dapat menjalankan kode etik profesi tersebut dengan baik, atau hal ini biasa dikenal dengan istilah man behind the system. Istilah tersebut memiliki makna unsur manusialah yang menentukan segala sesuatu sebagai makhluk hidup dan bukan makhluk mati. Sebaik apapun atauran atau dalam hal ini kode etik profesi dokter, jika orang atau subjek yang menjalankannya tidak sepenuhnya menjalankan dengan baik dan benar maka kode etik atau peraturan tersebut akan terasa percuma. Karena tujuan dari adanya kode etik ini adalah untuk membuat keteraturan dan pembatasan terhadap suatu profesi agar tidak melakukan hal-hal yang semestinya tidak dilakukan. Berdasarkan analisis penyusun terkait efektifitas dari adanya kode etik profesi dokter sebagai kontrol seorang dokter dalam menjalankan tugasnya adalah efektif selama dokter tersebut menjalankannya dengan baik dan penuh akan kesadaran terhadap kode etik profesinya, karena kembali kepada fungsi dan tujuan dari adanya kode etik tersebut, tidak mungkin dengan adanya kode etik semua hal akan menjadi negatif tentunya kode etik hadir akan memberikan banyak hal-hal positif ketika seorang dokter menjalankan tugasnya. Seorang dokter haruslah mengikuti segala bentuk aturan yang telah ada baik yang ada dalam perjajian kerja ataupun peraturan yang telah ada dalam kode etik profesi dokter serta undang-undang terkait. Terdapat upaya yang bisa dilakukan dalam meminimalisir terjadinya pelanggaran kode etik profesi dokter yaitu dengan dilakukannya pengawasan secara berkala terhadap dokter yaitu dengan MKEK dan MKDKI melakukan sosialisasi tentang kode etik kedokteran kepada seluruh dokter yang ada karean kode etik ini memang harus diterapkan dengan baik dan benar agar proses dalam menjalankan tugas sebagai dokter dapat sesuai dengan standar yang ditentukan dan tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi DokterIkatan Dokter Indonesia (IDI) memberhentikan mantan Menteri Kesehatan dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI. Ada Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar purnawiran jenderal bintang dua itu. Hal tersebut disampaikan epidemiolog dari UI Pandu Riono yang mengirimkan salinan surat MKEK kepada Bisnis pada Sabtu (26/3/2022) terkait pemecatan Terawan. Menurut surat tersebut, dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan tiga pasal yakni pasal empat, enam dan delapan belas. Pada pasal empat tertulis bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter. Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam. Bunyinya: “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”. Kemudian, Terawan pun melanggar pasal 18 tentang menjunjung tinggi kesejawatan yang bunyinya: “setiap dokter wajib memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana dia sendiri ingin diperlakukan”. Pemecatan itu dilakukan berdasarkan hasil keputusan Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022). Ada tiga poin yang dibacakan panitia terkait putusan tersebut. Surat tim khusus MKEK Nomor 0312/PP/MKEK/03/2022 memutuskan menetapkan: pertama, meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Prof Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) sebagai anggota IDI. Kedua, ketetapan ini, pemberhentian dilaksanakan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja. Ketiga, ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, ujar salah satu panitia yang dikutip dari video Muktamar PB IDI, Sabtu (26/3/2022). |