Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Letusan Kambrium

Letusan Kambrium atau radiasi Kambrium (bahasa Inggris: Cambrian explosion) adalah peristiwa kemunculan filum-filum utama yang relatif cepat ("cepat" dalam artian ini mencakupi periode jutaan tahun) sekitar 530 juta tahun yang lalu. Kemunculan tersebut lalu diikuti oleh diversifikasi organisme-organisme lainnya, seperti hewan, fitoplankton dan kalsimikroba.[1] Sebelum 580 juta tahun yang lalu, sebagian besar organisme berbentuk sederhana dan terdiri dari sel-sel individu yang kadang-kadang tersusun sebagai koloni. Tujuh puluh atau delapan puluh juta tahun kemudian, evolusi mengalami percepatan dan keanekaragaman hidup mulai mirip dengan sekarang.[2] Terjadinya peristiwa ini ditunjukkan melalui catatan fosil.[3][4]

Peristiwa ini telah mengakibatkan munculnya perdebatan ilmiah. Kemunculan fosil yang tampak cepat dalam "Strata Primordial" pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke-19,[5] dan Charles Darwin menganggapnya sebagai salah satu hal yang bisa dipakai untuk meruntuhkan teori evolusi berdasarkan seleksi alam-nya.[6] Kebingungan yang berlangsung mengenai kemunculan fauna Kambrium yang tampak mendadak dan tiba-tiba berkisar pada tiga poin: apakah diversifikasi organisme kompleks sungguh terjadi pada periode yang relatif pendek pada zaman Kambrium awal; apa yang mengakibatkan perubahan tersebut; dan apa implikasinya terhadap asal usul dan evolusi organisme. Interpretasi sulit dilakukan karena terbatasnya bukti, yang biasanya didasarkan pada catatan fosil yang tak lengkap dan sisa kimiawi di bebatuan Kambrium.

Kemungkinan penyebab "letusan" ini

Meski ada bukti yang menunjukkan bahwa hewan yang cukup kompleks (bilateria triploblastik) ada sebelum letusan Kambrium, kecepatan evolusi pada zaman awal Kambrium luar biasa cepat. Penjelasannya dapat dikategorikan dalam tiga kategori: perubahan lingkungan, perkembangan, dan ekologi. Setiap penjelasan harus memaparkan waktu dan magnitudo letusan.

Perubahan lingkungan

Meningkatnya oksigen

Atmosfer Bumi pada awalnya tidak mengandung oksigen; oksigen yang dihirup hewan saat ini merupakan hasil dari fotosintesis selama miliaran tahun. Konsentrasi oksigen di atmosfer telah meningkat secara bertahap selama 2,5 miliar tahun terakhir.[7]

Kekurangan oksigen mungkin telah mencegah munculnya hewan yang besar dan kompleks. Jumlah oksigen yang dapat diserap hewan sebagian besar ditentukan oleh luas permukaan penyerap oksigennya (paru-paru dan insang di hewan-hewan yang paling kompleks); namun, jumlah oksigen yang diperlukan ditentukan oleh volumenya, yang berkembang lebih cepat daripada luas permukaan penyerap oksigen jika ukuran hewan meningkat ke segala arah. Meningkatnya konsentrasi oksigen di udara atau air akan meningkatkan besarnya organisme tanpa membuat jaringannya menderita karena kekurangan oksigen. Namun, anggota biota Ediacara panjangnya mencapai bermeter-meter; jelas bahwa oksigen tidak membatasi pertumbuhan mereka.[8] Fungsi metabolis lain mungkin terhambat oleh kekurangan oksigen, contohnya pembentukan jaringan seperti kolagen yang diperlukan untuk pembentukan struktur kompleks[9] atau untuk membentuk molekul yang berperan dalam pembentukan tulang luar yang keras.[10] Namun, hewan tidak terpengaruh saat kondisi oseanografik yang mirip terjadi pada kurun Fanerozoikum; tidak ada korelasi yang meyakinkan antara tingkat oksigen dengan evolusi, sehingga oksigen bukanlah prasyarat kehidupan kompleks yang sepenting air.[11]

Bumi bola salju

Pada masa Neoproterozoik akhir, hampir seluruh permukaan Bumi terlapisi oleh es. Hal ini mungkin telah mengakibatkan kepunahan massal dan hambatan populasi; diversifikasi yang diakibatkan mungkin telah mengakibatkan munculnya biota Ediacara, yang segera muncul setelah episode "Bumi bola salju" terakhir.[12] Namun, episode bola salju terjadi jauh sebelum dimulainya letusan Kambrium, dan hubungan antara leher botol dengan keanekaragaman sulit dideduksi;[13] periode dingin bahkan mungkin telah menunda evolusi besar.[14]

Meningkatnya konsentrasi kalsium di lautan Kambrium

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pegunungan tengah laut yang aktif secara vulkanis telah mengakibatkan peningkatan kadar kalsium yang mendadak di samudra, sehingga memungkinkan pembentukan tulang dan bagian tubuh lain yang keras pada organisme laut.[15]

Penjelasan perkembangan

Beberapa teori didasarkan pada konsep bahwa modifikasi kecil terhadap perkembangan hewan saat tumbuh dari embrio ke dewasa dapat mengakibatkan perubahan yang sangat besar pada bentuk dewasa akhir. Contohnya, gen hox mengontrol lokasi pertumbuhan organ-organ pada embrio. Apabila beberapa gen hox diterapkan, wilayah tertentu akan berkembang menjadi otot; jika gen hox yang berbeda diterapkan di wilayah tersebut (perubahan kecil), bisa jadi malah mata yang tumbuh (perubahan fenotip yang besar).

Berdasarkan teori ini, perubahan kecil dapat mengakibatkan dampak yang besar. Berdasarkan bukti dari metazoa prakambrium[13] yang dipadu dengan data molekuler,[16] sebagian besar arsitektur genetik yang dapat memainkan peran penting dalam letusan Kambrium sudah mapan pada zaman Kambrium.

Paradoks ini diungkapkan dalam teori yang bertumpu kepada fisika perkembangan. Kemunculan kehidupan multiseluler yang sederhana memampukan perubahan konteks dan skala spasial di mana proses dan efek fisik baru dimunculkan oleh gen yang sebelumnya berevolusi untuk fungsi-fungsi uniseluler. Kekompleksan morfologis kemudian muncul karena organisasi diri.[17]

Penjelasan ekologis

Penjelasan ini berpusat kepada interaksi antara organisme-organisme yang berbeda. Beberapa hipotesis berurusan dengan perubahan dalam rantai makanan; beberapa meyakini perlombaan senjata evolusioner antara predator dan mangsa sebagai akibat, sementara hipotesis yang lain berkisar pada mekanisme koevolusi yang elbih umum. Teori semacam itu mampu menjelaskan mengapa ada perubahan yang cepat, tetapi juga harus menjelaskan mengapa letusan semacam itu terjadi.[13]

"Ecosystem engineering"

Organisme yang berevolusi tidak bisa menghindari perubahan lingkungan di mana mereka berevolusi. Kolonisasi Devonian pada daratan mempunyai dampak luas seluruh planet pada siklus sedimen dan nutrien lautan, yang mungkin sekali berhubungan dengan kepunahan massal Devonian. Proses serupa dapat terjadi pada skala yang lebih kecil di dalam laut, contohnya sponge yang menyaring partikel dari air dan menimbunnya di lumpur dalam bentuk yang lebih mudah dicerna; atau organisme yang bersembunyi membuat sumber-sumber yang tadinya tidak terjangaku menjadi tersedia untuk organisme lain.[18]

Hipotesis yang sudah ditinggalkan (discredited)

Sejalan dengan bertambahnya pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode Kambrium, sejumlah hipotesis menjadi tidak masuk akal. Sejumlah musabab yang pernah diusulkan tetapi sekarang ditinggalkan termasuk:

  • evolusi herbivori
  • perubahan besar yang singkat dari kecepatan pergerakan lempeng tektonik
  • perubahan siklus (precession) perputaran orbital bumi,
  • mekanisme evolusi yang berbeda dengan yang dilihat dalam eon Fanerozoik (Phanerozoic).

Ambang batas kompleksitas (Complexity threshold)

Letusan ini mungkin bukan peristiwa evolusioner yang penting. Peristiwa ini mungkin menunjukkan ambang batas (=threshold) yang dilewati: contohnya ambang batas dalam kekompleksan genetik yang memampukan penerapan berbagai bentuk morfologis.[19]

Referensi

  1. ^ Butterfield, N.J. (2001). "Ecology and evolution of Cambrian plankton". The Ecology of the Cambrian Radiation (PDF). New York: Columbia University Press. hlm. 200–216. ISBN 9780231106139. Diakses tanggal 2007-08-19. 
  2. ^ Bambach, R.K. (2007). "Autecology and the filling of Ecospace: Key metazoan radiations!". Palæontology. 50 (1): 1–22. doi:10.1111/j.1475-4983.2006.00611.x. 
  3. ^ The Cambrian Period
  4. ^ "The Cambrian Explosion – Timing". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-07. Diakses tanggal 2011-12-28. 
  5. ^ Buckland, W. (1841). Geology and Mineralogy Considered with Reference to Natural Theology. Lea & Blanchard. ISBN 1147868948. 
  6. ^ Darwin, C (1859). On the Origin of Species by Natural Selection. London: Murray. hlm. 315–316. ISBN 1602061440. OCLC 176630493. 
  7. ^ Cowen, R. (2002). History of Life. Blackwell Science. ISBN 1405117567. OCLC 53325609. 
  8. ^ e.g. Knoll, A.H. (1999-06-25). "Early Animal Evolution: Emerging Views from Comparative Biology and Geology". Science. 284 (5423): 2129. doi:10.1126/science.284.5423.2129. PMID 10381872. 
  9. ^ Towe, K.M. (1970-04-01). "Oxygen-Collagen Priority and the Early Metazoan Fossil Record" (abstract). Proceedings of the National Academy of Sciences. 65 (4): 781–788. doi:10.1073/pnas.65.4.781. PMC 282983alt=Dapat diakses gratis. PMID 5266150. 
  10. ^ Catling, D.C; Glein, C.R; Zahnle, K.J; McKay, C.P (2005). "Why O2 Is Required by Complex Life on Habitable Planets and the Concept of Planetary "Oxygenation Time"". Astrobiology. 5 (3): 415–438. Bibcode:2005AsBio...5..415C. doi:10.1089/ast.2005.5.415. ISSN 1531-1074. PMID 15941384. 
  11. ^ PMID 19200141 (PMID 19200141)
    Citation will be completed automatically in a few minutes. Jump the queue or expand by hand
  12. ^ Hoffman, P.F., Kaufman, A.J., Halverson, G.P., and Schrag, D.P. (28 August 1998). "A Neoproterozoic Snowball Earth" (abstract). Science. 281 (5381): 1342–1346. Bibcode:1998Sci...281.1342H. doi:10.1126/science.281.5381.1342. PMID 9721097. 
  13. ^ a b c Marshall, C.R. (2006). "Explaining the Cambrian "Explosion" of Animals". Annu. Rev. Earth Planet. Sci. 34: 355–384. Bibcode:2006AREPS..34..355M. doi:10.1146/annurev.earth.33.031504.103001. Diarsipkan dari versi asli (abstract) tanggal 2019-12-15. Diakses tanggal 2011-12-28. 
  14. ^ Bengtson, S. (2002). "Origins and early evolution of predation". Dalam Kowalewski, M., and Kelley, P.H. The fossil record of predation. The Paleontological Society Papers 8 (Free full text). The Paleontological Society. hlm. 289– 317. Diakses tanggal 2007-12-01. 
  15. ^ "Novel Evolutionary Theory For The Explosion Of Life". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-29. Diakses tanggal 2011-12-28. 
  16. ^ de Rosa, R., Grenier, J.K., Andreeva, T., Cook, C.E., Adoutte1, A., Akam, M., Carroll, S.B. and Balavoine, G. (1999). "Hox genes in brachiopods and priapulids and protostome evolution". Nature. 399 (6738): 772. doi:10.1038/21631. ISSN 0028-0836. PMID 10391241. 
  17. ^ Newman, S.A. and Bhat, R. (2008). "Dynamical patterning modules: physico-genetic determinants of morphological development and evolution". Physical Biology. 5 (1): 0150580. doi:10.1088/1478-3975/5/1/015008. ISSN 1478-3967. PMID 18403826. 
  18. ^ DOI:10.1007/s10682-011-9505-7
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  19. ^ Solé, R.V., Fernández, P., and Kauffman, S.A. (2003). "Adaptive walks in a gene network model of morphogenesis: insights into the Cambrian explosion". Int. J. Dev. Biol. 47 (7): 685–693. PMID 14756344. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya