Liturgi Protestan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah umat Protestan. Liturgi berasal dari bahasa Yunani λείτούργιά yang artinya kerja atau layanan kepada masyarakat.[1] Liturgi Protestan memiliki beberapa perbedaan dengan liturgi Katolik, terkait dengan Reformasi Gereja pada abad ke-16. Liturgi ini disusun oleh para tokoh reformasi gereja dengan pemahaman teologis mereka terhadap ibadah itu sendiri.
Sejarah Liturgi Protestan dan Penyebarannya
Istilah "Liturgi Protestan" bermula dari konflik antara pimpinan Gereja Katolik Roma dengan orang-orang yang kelak disebut sebagai reformator Protestan pada abad ke-16. Sebelumnya, kekristenan hanya mengenal satu jenis liturgi, yaitu liturgi Katolik Roma. Dalam perkembangannya, ada 9 induk liturgi gereja-gereja Protestan,[2] yakni:
Pentakostal muncul pada abad ke-20 dan merupakan ciri khas spiritual Amerika.
Liturgi di Zaman Reformasi
Ciri-Ciri Liturgi Reformasi Protestan
Berikut adalah ciri-ciri liturgi Protestan, menurut Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 160-163. Beberapa ciri ini juga terdapat dalam liturgi Katolik Roma:
Liturgi dilaksanakan dengan bahasa umat.
Pengajaran atau khotbah adalah unsur utama dari liturgi.
Umat berhak dan wajib menerima komuni, kecuali jemaat yang bersangkutan dilarang untuk ikut karena alasan pastoral.
Umat berhak menerima roti dan anggur, bukan hanya roti saja.
Umat perlu terlibat secara aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat.
Doa dilayankan dengan suara yang jelas dan khidmat.
Pelayan liturgis tidak mengenakan pakaian liturgis yang membedakannya dari umat. ia boleh mengenakan jubah yang menunjukkan dirinya sebagai seorang sarjana, tetapi bukan jubah imamat.[3]
Perubahan liturgi yang diadakan oleh Luther berasal atas Alkitab, Gereja mula-mula dan struktur misaRoma, terutama liturgi dari zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam ibadah. Selian itu, Luther juga membersihkan gereja dari segala unsur yang dianggapnya kafir dan hanya merupakan "embel-embel zaman". Patung-patung dan lukisan orang kudus tidak dihilangkan dari gereja ,tetapi pemikiran menyerupai atau mengimajinasikan dewa-dewi dilarang. Ia hanya mengizinkan adanya tiga meja dalam gereja, yaitu meja untuk pembacaan Alkitab, meja untuk pembacaan Injil dan pemberitaan firman, serta meja untuk perjamuan kudus.[4][5]
Liturgi
Luther memperbaharui liturgi secara bertahap agar tidak menimbulkan kegelisahan dalam umat. Pertama-tama, dalam buku Formula Misae, Luther memberikan contoh bahwa umat berhak menerima roti dan anggur dalam ekaristi. Khotbah menjadi unsur utama dalam kebaktian karena menurutnya liturgi adalah pemberitaan firman. Pembacaan Alkitab dan khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi, sementara hal-hal yang lainnya, misalnya nyanyian jemaat, boleh disampaikan dalam bahasa Latin. Imam bebas memilih pakaian, asalkan tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan.[5][6] Luther melakukan pembaruan selanjutnya yang ditulis tahun 1526 dalam buku Deutsche Messe (MisaJerman).[7] Dalam buku ini, perbedaan liturgi yang diperbaharui oleh Luther tampak semakin berbeda dengan liturgi Katolik Roma. Ada unsur-unsur liturgi yang dibuang. Semua nyanyian dalam bahasa Latin diganti dengan bahasa Jerman dan diubah istilahnya. Misalnya, Agnus Dei digantikan dengan judul Christe, du Lamm Gottes.
Tahun Liturgi
Luther hanya memperbolehkan hari Minggu serta hari raya Tuhan (temporale), yaitu hari Natal, Paskah, dan Pentakosta. Ia menghapuskan perayaan hari raya para kudus (sanctorale) secara bertahap. Pada awalnya, ia masih memperbolehkan perayaan tersebut dilakukan, tetapi dimasukkan ke dalam perayaan hari Minggu atau perayaan temporale terdekat dan diajarkan melalui khotbah.
Pemberitaan Firman Tuhan
Menurut Luther, pemberitaan firman Tuhan memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan sekadar khotbah atau pidato. Praktik pengajaran yang benar adalah melalui homili. Asal kata homili sendiri berasal dari kata homileo yang berarti berbicara, bercakap-cakap dalam rangka mengajar. Oleh karena itu, khotbah yang monoton tidak dapat disebut sebagai sebuah homili. Pemberitaan firman Tuhan inilah yang menjadi pusat peribadahan. Tanpanya, ibadah tidak dapat berlangsung. Sakramen pun menjadi nyata dan sah hanya melalui pemberitaan firman.
Ibadah Harian
Selain ibadah mingguan yang berlangsung setiap hari Minggu, Luther juga menerapkan ibadah harian (ofisi). Ada tiga waktu doa komunal setiap hari, yaitu ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah senja. Ibadah pagi dilaksanakan sekitar pukul 4 hingga pukul 5. Pendeta memilih sebuah kitab dari Perjanjian Lama dan siapapun boleh membacakannya. Hal ini dimaksudkan agar umat tetap terampil dan pandai dalam memahami Alkitab. Ibadah siang dilakukan setelah makan siang. Ibadah senja dilakukan sekitar pukul 5 atau 6. Pada ibadah ini, sebaiknya kitab yang diambil berasal dari Perjanjian Baru.
Liturgi yang dibuat oleh Martin Bucer bersifat Injili dan memiliki segi personalitas yang menonjol.
Menurut Bucer, liturgi berisi 4 hal:
Pemberitaan firman Tuhan dan tanggapan umat kepada-Nya dalam bentuk mazmur-mazmur yang saling bersahutan, doa, dan nyanyian.
Peran Roh Kudus ditonjolkan secara aktif dan terlihat melalui khotbah yang mengena sehingga mendorong pertobatan.
Selain di waktu khotbah, umat bebas berdoa dan memuji tanpa dikekang oleh tatacara yang kaku.
Gereja harus menjadi persekutuan kasih. Kasih harus mendasari segenap kehidupan orang percaya.
Keempat hal ini dikenal sebagai "empat prinsip Bucer mengenai liturgi".[8]
Bucer menerbitkan sebuah buku liturgi yang berjudul Grund und Ursach der Neurungen an dem Nachtmahl des Herren (Dasar dan Alasan Pembaruan pada Perjamuan Malam Tuhan) pada tahun 1524. Isi liturgi buku tersebut adalah sebagai berikut:
Ketika umat datang untuk beribadah pada hari Minggu, Pendeta mengingatkan mereka untuk mengaku dosa dan berdoa. Setelah itu, Pendeta memanjatkan doa bersama umat dan memberitakan pengampunan dosa bagi mereka yang percaya. Setelah berdoa singkat dan membacakan kitab tertentu, umat menyanyikan mazmur-mazmur pendek atau nyanyian dari kidung pujian.
Umat menyanyikan Dasa Titah atau nyanyian lain, lalu Pendeta membacakan Injil dan berkhotbah.
Umat menyanyikan pengakuan iman, disusul dengan doa syafaat bagi pemerintah, iman, kasih, dan anugerah untuk selalu mengenang kematian Kristus.
Pendeta mengingatkan untuk merayakan perjamuan Tuhan dan mengenangkan-Nya.
Pembacaan Alkitab mengenai perjamuan Tuhan dari Injil Sinoptik dan 1 Korintus 11.
Pendeta memecahkan roti dan menuang cawan minuman untuk mengenang Tuhan sementara umat menyanyikan nyanyian jemaat.
pendeta menutup perjamuan dengan doa singkat dan berkat serta mengutus umat untuk pergi dalam damai Tuhan.
Kelak, Zwingli memperbaharui liturgi ini dengan membersihkannya dari unsur Katolik Roma.
Yohanes Calvin melakukan penyusunan tata liturgi dan nyanyian jemaat di Strassburg bersama teman-temannya. Ia mengembangkan liturgi yang dibuat oleh Martin Bucer. Pada tahun 1540, Calvin menerbitkan sebuah liturgi yang disebut dengan Liturgi Strassburg, namun naskah aslinya tidak tersimpan. Dua tahun kemudian, ia mempublikasikan Liturgi Jenewa. Pada tahun 1545 ia mempublikasikan sebuah edisi lain dari liturgi Strassburg yang merupakan penggabungan dari liturgi Strassburg edisi sebelumnya dengan liturgi Jenewa. Sebenarnya, liturgi Strassburg dan liturgi Jenewa memiliki pola yang sama, namun memiliki perbedaan dalam beberapa ritus.
Salah satu sumbangan Calvin terhadap liturgi Gereja Reformasi adalah unsur yang disebut dengan "votum". Kalimat votum (disebut oleh Calvin sebagai adjutorium) berbunyi sebagai berikut: "Pertolongan kita ialah di dalam nama TUHAN yang menjadikan langit dan bumi". Dalam praktiknya, kalimat tersebut sering ditambahkan dengan kalimat: "Dan yang tetap memelihara kasih setia-Nya sampai selama-lamanya dan tidak meninggalkan pekerjaan tangan-Nya." Calvin biasa menggunakan kalimat tersebut untuk pembuka kebaktian firman.[9]
Selain itu, Calvin juga memprakarsai terbentuknya Mazmur Jenewa. Mazmur Jenewa adalah kumpulan nyanyian dari Mazmur 1 - 150 yang dibuat oleh banyak penyair dan komponis. Calvin sendiri nyaris tidak terlibat secara langsung dalam pembuatan dan penyusunan Mazmur Jenewa.
Liturgi Modern
Ciri khas dari liturgi pada masa ini adalah upaya penyesuaian liturgi dengan budaya lokal. Proses ini melibatkan kontekstualisasi, inkulturasi, akulturasi, dan adaptasi terhadap budaya setempat. Selain itu, ada juga Gerakan Liturgi yang berusaha membuat penyesuaian liturgi secara oikumenis.
Nyanyian ini berasal dari komunitas yang berasal dari desa Taize, Prancis. Nyanyian Taize memiliki bentuk seperti model liturgi di biara. Liturgi Taize berbentuk rangkaian nyanyian-nyanyian. Iringan musik untuk nyanyian Taize menggunakan berbagai alat musik yang harmonis namun khidmat bila dimainkan, seperti trompet, flute, organ, dan gitar. Bahasa yang digunakan untuk nyanyian Taize adalah bahasa Latin, Inggris, Prancis, dan Jerman. Tokoh yang berperan banyak dalam mengaransemen musik Taize adalah Jaques Berthier dari Auxerre. Nyanyian-nyanyian Taize kebanyakan memiliki pola nyanyian pendek yang dinyanyikan secara bersahut-sahutan.
Gerakan Liturgis
Gerakan liturgis dimulai dengan usaha untuk kembali pada norma ibadah mula-mula. Tujuan utama dari gerakan liturgis ini adalah untuk melahirkan liturgi yang sepola. Gerakan pembaruan liturgi dari gereja Reformasi dipelopori oleh Eugene bersier, Wilfred Monod, Richard Paquier, Jean-Jacques Von Allmen, William D. Maxwell, dan James White. Dari Gereja Anglikan, tokohnya adalah Walter Howard Frere dan Dom Gregory Dix yang mempublikasikan buku "The Shape of The Liturgy" pada tahun 1945. Gereja Methodist mensahkan buku berjudul "Methodist Service Book" yang menegaskan baptisan dalam sebuah konferensi di Inggris pada tahun 1975. Gereja Lutheran menerbitkan buku berjudul "Lutheran Book of Worship" pada tahun 1978.
Pada tahun 1982, Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) menyelenggaran seminar liturgi di Peru dann menghasilkan sebuah liturgi oikumenis yang disebut sebagai Liturgi Lima. Pada tahun 1987 diselenggarakan sebuah lokakarya musik dan liturgi di Manila, Filipina yang diadakan oleh Lembaga Liturgi dan Musik Asia (Asian Institute for Liturgy and Music - AILM). Lokakarya ini bersifat internasional dan berusaha memperkenalkan dan menerapkan musik-musik Asia sebagai nyanyian jemaat. Seminar dengan tema yang serupa dilaksanakan kembali pada tahun 1992 dan diselengarakan oleh DGD dan AILM. Seminar ini menggunakan sebuah buku nyanyian jemaat dari berbagai budaya di Asia yang berjudul "Sound the Bamboo". Seminar-seminar ini ditindaklanjuti dengan beberapa seminar lain dengan tema yang sejenis pada tahun 1993 (diselenggarakan di Rio de Janeiro), 1994 (Hongkong), dan 1997 (Tainan).
Liturgi Lima adalah sebuah liturgi ekumenis yang dibentuk berdasarkan Deklarasi Lima yang dilaksanakan di kota Lima, Peru pada tahun 1982.[10] Liturgi ini disepakati secara doktrinal oleh gereja anggota DGD[11] dan dibuat oleh Max Thurian, salah seorang anggota dari kelompok Taize.[10] Liturgi Lima digunakan secara luas - serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa - sejak penggunaannya di sidang DGD pada tahun 1983 di Vancouver.[12] Struktur liturgi ini dibuat mengikuti tradisi gereja Kristen pertama kali[12] dan memiliki kemiripan dengan liturgi Katolik Roma.[13] Liturgi ini juga dibuat untuk menjembatani perbedaan antara tradisi gereja barat dan timur, misalnya menggunakan Pengakuan Iman Rasuli Nicea - Konstantinopel tanpa menggunakan tambahan bagian "Tuhan dari Tuhan" dalam artikel kedua dan "Sang Anak" dalam artikel ketiga.[12]
^(Indonesia) Rasid Rachman. Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.
^(Inggris)James F. White.1989.Protestant Worship:Traditions in Transition.Kentucky:John Knox.
^(Inggris)Jean Jacques vol Allmen.1981.The Communal Character of Public Worship in the Reformed Church.Diterjemahkan oleh Matthew J. O'Connell.New York:Pueblo Publishing Company.hlm 1-4.
^(Inggris)Bard Thompson.2003.Liturgies of the Wester Church.Minneapolis:Fortress. hlm 95-96
^(Inggris)Polycarp Chuma Ibebuike.1989.The Eucharist: the discussion on the Eucharist by the Faith and Order Commission of the World Council of Churches, Lausanne 1927--Lima 1982.University of Virginia. hlm 432.