Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara
Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (Bahasa Inggris: North American Free Trade Agreement, kepanjangan dari NAFTA; bahasa Spanyol: Tratado de Libre Comercio de América del Norte, TLCAN; bahasa Prancis: Accord de libre-échange nord-américain, ALÉNA), adalah sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara Amerika Utara. Organisasi ini didirikan pada 1994 oleh tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Piagamnya menyatakan bahwa NAFTA bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi, termasuk hubungan niaga; komunikasi; kegiatan kebudayaan; kewarganegaraan, paspor, dan visa; kegiatan sosial; dan kegiatan kesehatan. Markas NAFTA berada di Washington D.C., Ottawa, dan Mexico City. Perjanjian ini digagas pertama kali oleh Ronald Reagan dalam kampanyenya sebagai calon presiden pada tahun 1980. Setelah menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas Kanada-Amerika Serikat, pemerintahan George H. W. Bush di Amerika Serikat, Carlos Salinas de Gortari di Meksiko, dan Brian Mulroney di Kanada melakukan negosiasi draf cikal bakal NAFTA. Masing masing pemerintahan mengirimkan perjanjian tersebut untuk diratifikasi pada Desember 1992. Namun, ada penolakan signifikan terhadap perjanjian tersebut di Amerika Serikat dan Kanada. Ketiga negara meratifikasi NAFTA pada 1993 setelah menambah dua kesepakatan sampingan, yakni North American Agreement on Labor Cooperation (NAALC) dan North American Agreement on Environmental Cooperation (NAAEC). Perjanjian NAFTA menghapus dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi di antara tiga negara tersebut. Namun, dampak perjanjian tersebut megenai isu-isu seperti ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan pertumbuhan ekonomi telah menjadi subyek perselisihan politik. Sebagian besar ekonom menunjukkan bahwa NAFTA bermanfaat bagi perekonomian Amerika Utara dan rata-rata warga negara anggotanya,[3][4][5] namun merugikan sebagian kecil pekerja di industri yang terkena persaingan perdagangan.[6][7] Para ekonom berpendapat bahwa penarikan diri dari NAFTA atau melakukan negosiasi ulang NAFTA dengan cara membangun kembali hambatan perdagangan akan berdampak buruk pada perekonomian AS dan merugikan lapangan kerja.[8][9][10] Namun, Meksiko akan terkena dampak yang lebih parah jika kehilangan lapangan kerja dan penurunan pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.[11] Setelah Donald Trump mulai menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada tahun 2017, ia berusaha untuk menggantikan NAFTA dengan perjanjian baru, memulai negosiasi dengan Kanada dan Meksiko. Pada bulan September 2018, Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada mencapai kesepakatan untuk menggantikan NAFTA dengan Perjanjian Amerika Serikat–Meksiko–Kanada (USMCA), dan ketiga negara tersebut telah meratifikasinya pada bulan Maret 2020. NAFTA tetap berlaku hingga USMCA diterapkan.[12] Pada 1 Juli 2020, USMCA mulai berlaku menggantikan NAFTA, mengakhiri perjanjian tersebut. Perbedaan USMCA dengan NAFTA hanya melibatkan perubahan kecil. KontroversiKritikan dari Capres Pemilu Amerika Serikat 1992Ross Perot, seorang capres independen dalam debat kedua pilpres Amerika Serikat 1992 mengkritik perjanjian tersebut. Ia berkata:
Namun pada akhirnya, Perot kalah dan pemenang pilpres 1992 Bill Clinton mendukung perjanjian NAFTA yang kemudian sah berlaku pada 1 Januari 1994. Dampak terhadap petani MeksikoBeberapa penelitian menolak tanggung jawab NAFTA karena menekan pendapatan petani jagung miskin. Tren ini sudah ada lebih dari satu dekade sebelum NAFTA ada. Selain itu, produksi jagung meningkat setelah tahun 1994, dan tidak ada dampak yang dapat diukur terhadap harga jagung Meksiko karena adanya subsidi jagung dari Amerika Serikat. Studi-studi tersebut sepakat bahwa penghapusan subsidi pertanian AS akan menguntungkan petani Meksiko.[14] Kritikan dari Capres Pemilu Amerika Serikat 2016Donald Trump dalam wawancara 60 Minutes pada masa kampanye Pilpres AS 2016 sebagai calon presiden dari Partai Republik menyatakan bahwa NAFTA adalah "satu satunya perjanjian perdagangan terburuk yang pernah disetujui"[15] dan berjanji jika dipilih, ia akan negosiasi ulang atau menghapus perjanjian tersebut.[16] Sementara, kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Bernie Sanders yang menentang perjanjian perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik, menyebutnya sebagai "kelanjutan dari perjanjian perdagangan yang membawa bencana lainnya, seperti NAFTA, CAFTA, dan hubungan perdagangan normal permanen dengan Tiongkok". Ia percaya bahwa perjanjian perdagangan bebas telah menyebabkan hilangnya lapangan kerja di Amerika dan menekan upah di Amerika. Sanders mengatakan bahwa Amerika perlu membangun kembali basis manufakturnya dengan menggunakan pabrik-pabrik Amerika untuk mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi bagi tenaga kerja Amerika daripada melakukan outsourcing ke Tiongkok dan negara lain.[17][18][19] Anggota
Lihat JugaReferensi
Pranala luar
|