Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Ratu Hemas

Hemas
GKR Hemas sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia periode 2019–2024
Permaisuri Yogyakarta
Mulai menjabat
7 Maret 1989
Penguasa monarkiHamengkubuwana X
PresidenSoeharto
B.J. Habibie
Abdurrahman Wahid
Megawati Soekarnoputri
Susilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
Prabowo Subianto
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Mulai menjabat
2 Oktober 2024
Menjabat bersama Yorrys Raweyai & Tamsil Linrung
Ketua DPDSultan Bachtiar Najamudin
Masa jabatan
2 Oktober 2009 – 3 April 2017
Menjabat bersama La Ode Ida (2009–2014) dan Farouk Muhammad (2014–2017)
Ketua DPDIrman Gusman
Mohammad Saleh
Sebelum
Pendahulu
Irman Gusman
La Ode Ida
Pengganti
Nono Sampono
Darmayanti Lubis
Sebelum
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
dari Daerah Istimewa Yogyakarta
Mulai menjabat
1 Oktober 2004
Informasi pribadi
Lahir
Tatiek Dradjad Supriastuti

31 Oktober 1952 (umur 72)
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politikIndependen
Suami/istri
(m. 1971)
Anak
Orang tua
  • Soepono Digdosastropranoto (ayah)
  • Susamtilah Soepono (ibu)
AlmamaterUniversitas Trisakti (tidak selesai)
ProfesiPolitikus
Instagram: gkr_hemas Youtube: UCdxksCPnAOWz2fPR_kk-I4Q Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Gusti Kanjeng Ratu Hemas (lahir 31 Oktober 1952)[1] adalah permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwana X, yaitu raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998.[1] Sejak tahun 2004, Ratu Hemas menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2009-2014 dan 2014-2019.[3]

Awal kehidupan

Ratu Hemas pada penobatan Hamengkubuwana X.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dilahirkan dengan nama Tatiek Dradjad Supriastuti adalah anak ketiga (perempuan tunggal) dari tujuh bersaudara.[1] Ia tinggal dan dibesarkan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ayahnya, Soepono Digdosastropranoto, seorang ABRI yang berasal dari Yogyakarta, dan ibu, Susamtilah Soepono, seorang ibu rumah tangga, yang berasal dari Wates, Kulonprogo.[1] Hingga SMA Tarakanita 1 di Jakarta, dan sempat kuliah di Fakultas Arsitektur, Trisakti, Jakarta namun tidak diselesaikan karena menikah pada tahun 1971.[1][4] Tatiek kemudian pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1972 mengikuti suaminya.[1]

Pertemuan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X

Hamengkubuwana X dan Ratu Hemas mengikuti kirab pernikahan putrinya Ratu Hayu dengan Pangeran Notonegoro.

Sejak kecil setiap tahun keluarganya di Jakarta berlibur ke rumah kakeknya, bekas abdi dalem Kraton di Yogyakarta, di Soronatan.[1] Pada tahun 1970-an di Yogyakarta, Tatiek (GKR Hemas) bertemu Herjuno Darpito, putera tertua Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu berkuasa, yang kemudian dinobatkan menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono X di gang.[1] Pada umur 19 tahun Tatiek menikah dengan Herjuno Darpito (6 tahun lebih tua) dan meninggalkan kuliahnya.[1] Namanya diganti untuk pertama kalinya menjadi Mangkubumi, dan berganti tiga kali hingga yang terakhir Gusti Kanjeng Ratu Hemas saat Herjuno Darpito naik takhta menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X.[1] Pernikahannya dikaruniai lima puteri; GKR Pembayun, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, dan GKR Bendara.[4]

Riwayat pekerjaan

Kegiatan sosial

Ratu Hemas saat berbicara di Konferensi Feminisme Internasional pada 24 September 2016 di Jakarta.

Pada awal kegiatannya di Kraton Yogyakarta aktivitas sosial Ratu Hemas berkisar di Yayasan Sayap Ibu dan kegiatan pemberantasan buta aksara di Yogyakarta sebagai pengajar.[1] Selain itu, ia juga pernah pula menjadi pemimpin redaksi untuk Majalah Kartini.[4]

Kiprah dan karier politik

Ratu Hemas beserta keluarga menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana beserta cucu pertamanya, Jan Ethes Srinarendra di keraton Yogyakarta pada Juni 2019.

Ratu Hemas pernah menjadi salah satu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan masa jabatan dari tahun 1997 hingga tahum 1999 dari Fraksi Utusan Golongan.

Pada tahun 2004 Ratu Hemas mengajukan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa partai politik dan terpilih. Ia juga aktif pada organisasi GPSP (Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan) karena ingin memahami kegiatan perempuan, hak-hak perempuan dan alasan terjun dalam dunia politik.[1]

Pada November 2008 Ratu Hemas mengungkapkan pandangan politiknya menentang Undang Undang Pornografi karena dinilai menyudutkan perempuan.[1] Ratu Hemas bahkan ikut turun ke jalan, berdemonstrasi bersama ribuan rakyat Bali menentang hal tersebut, karena walaupun setuju untuk perlindungan anak dan bahaya internet, ia tidak setuju penggunaan undang-undang untuk hal tersebut.[1]

Pada tahun 2009 Ratu Hemas terpilih kembali menjadi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia independen (tanpa partai politik) untuk masa jabatan 2009 hingga 2014 dengan perolehan 941.153 suara, yang di klaim sebagai delapan puluh persen dari masyarakat Yogyakarta.[2][5]

Pada November 2012 Ratu Hemas bersama dengan Laode Ida, I Wayan Sudirta, dan John Pieris mewakili Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) menggugat uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan pasal 22 D UUD 45 mengenai hak-hak yang sama antara lembaga DPD dan DPR, dan melemahkan hubungan antara pusat dan daerah.[3] Selama ini pada proses pembuatan hukum DPD mendapat kekuasaan untuk memberi masukan, tetapi tidak mendapat peran untuk meloloskan hukum tersebut.[6] DPD ingin badan legislasi giat mendukung keinginan rakyat di daerah, dan mendapat peran untuk kuasa ini.[6]

Pada tanggal 21 Desember 2018, Ratu Hemas diberhentikan sementara dari DPD karena beberapa kali tidak menghadiri sidang paripurna DPD serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya.[butuh rujukan] Akan tetapi, ia akan melawan keputusan Badan Kehormatan DPD melalui jalur hukum.[7]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n "Dari Tembok Kraton ke Senayan". VIVA.co.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2021. 
  2. ^ a b "Situs Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-15. Diakses tanggal 2013-03-19. 
  3. ^ a b "Ratu Hemas: Gugatan DPD RI Tidak Main-Main". suarapembaruan.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-08. Diakses tanggal 15 Agustus 2021. 
  4. ^ a b c Yogya Tribun News: Momen Langka, Sultan dan Ratu Mesra di Depan Publik
  5. ^ "Ratu Hemas: Saya Masuk DPD Tanpa Parpol". VIVA.co.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2021. 
  6. ^ a b "DPD seeks more authority in lawmaking". jakartapost.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2021. 
  7. ^ Kusuma, Wijaya. Khairina, ed. "GKR Hemas Tak Akan Meminta Maaf dan Memilih Jalur Hukum". Kompas.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2021. 


Kembali kehalaman sebelumnya