Sastra Amerika Serikat merujuk pada karya tertulis yang diciptakan di daerah Amerika Serikat maupun Amerika Kolonial dalam bahasa Inggris. Pada awal sejarahnya, Amerika Serikat berawal dari sejumlah koloni Inggris di pesisir timur Amerika Serikat sekarang ini. Oleh karena itu, tradisi sastra di koloni-koloni Britania tersebut juga dimulai sebagai sastra yang berkaitan dengan tradisi sastra Inggris.
Sastra zaman kolonial
Koloni-koloni New England sering dianggap sebagai tempat bermulanya sastra Amerika Serikat karena adanya imigrasi besar-besaran ke Boston pada tahun 1630-an, budaya Puritan, dan didirikannya universitas dan penerbit di Cambridge. Meskipun demikian, permukiman Eropa pertama di Amerika Utara sudah ada di tempat-tempat lain bertahun-tahun sebelumnya. Dibandingkan Boston, sudah ada kota-kota yang lebih tua, misalnya permukiman Spanyol di Saint Augustine dan Santa Fe, permukiman Belanda di Albany dan New Amsterdam, serta koloni Inggris di Jamestown (Virginia sekarang ini). Semasa zaman kolonial, sudah banyak penerbit di berbagai kota mulai dari Cambridge dan Boston hingga ke New York, Philadelphia, dan Annapolis.
Dominasi bahasa Inggris hampir tidak dapat dihindari.[1] Namun, buku pertama yang dicetak di Pennsylvania adalah buku berbahasa Jerman. Di Pennsylvania juga diterbitkan buku dalam jumlah terbanyak dibandingkan koloni-koloni lainnya sebelum Revolusi Amerika.[1] Spanyol dan Prancis juga memiliki tradisi sastra di wilayah-wilayah yang sekarang merupakan bagian dari Amerika Serikat. Pembahasan mengenai sastra Amerika tahap awal biasanya tidak lepas dari karya-karya Álvar Núñez Cabeza de Vaca dan Samuel de Champlain berdampingan dengan karya berbahasa Inggris oleh Thomas Harriot dan John Smith. Selain itu, benua Amerika juga menyimpan kekayaan tradisi lisan yang dimiliki oleh berbagai macam kelompok penduduk pribumi Amerika. Perkembangan politik akhirnya menjadikan bahasa Inggris sebagai lingua franca sekaligus bahasa sastra di daerah-daerah koloni. Ketika Inggris menaklukkan New Amsterdam pada tahun 1664, mereka menamakan kota itu sebagai New York dan mengganti bahasa pengantar dari bahasa Belanda ke bahasa Inggris.
Dari 1696 hingga 1700, kira-kira hanya ada 250 terbitan terpisah yang dihasilkan oleh penerbit di koloni-koloni Amerika. Jumlah ini kecil dibandingkan terbitan yang dihasilkan oleh percetakan di London pada waktu itu. Meskipun demikian, percetakan didirikan di berbagai kota di koloni Amerika sebelum percetakan boleh didirikan di sebagian besar kota-kota di Inggris. Di Inggris, hukum yang restriktif hanya membolehkan percetakan untuk didirikan di empat kota: London, York, Oxford, dan Cambridge. Oleh karena itu, koloni-koloni di Amerika telah memasuki zaman modern lebih awal dibandingkan penerbit-penerbit di Inggris.[1]
Pada waktu itu, sebagian dari sastra Amerika adalah pamflet dan tulisan yang memuji-muji manfaat kolonialisme untuk pembaca orang Eropa dan para kolonis. Kapten John Smith dapat dianggap sebagai pengarang Amerika pertama dengan karya-karyanya: A True Relation of Such Occurrences and Accidents of Noate as Hath Happened in Virginia... (1608), dan The Generall Historie of Virginia, New England, and the Summer Isles (1624). Penulis-penulis lain yang sejenis misalnya Daniel Denton, Thomas Ashe, William Penn, George Percy, William Strachey, Daniel Coxe, Gabriel Thomas, dan John Lawson.
Perselisihan agama yang mendorong permukiman di Amerika juga menjadi tema tulisan-tulisan tahap awal. Sebuah jurnal yang ditulis oleh John Winthrop, The History of New England, membicarakan landasan religius Koloni Teluk Massachusetts. Edward Winslow menulis buku harian tahun-tahun pertama setelah kedatangan Mayflower. Penulis-penulis lain yang terpengaruh oleh agama, di antaranya Increase Mather dan William Bradford, pengarang jurnal berjudul History of Plymouth Plantation, 1620–47. Pengarang lainnya seperti Roger Williams dan Nathaniel Ward dengan sengit memperdebatkan pemisahan negara dan gereja, sedangkan pengarang lain seperti Thomas Morton hanya sedikit peduli dengan gereja. The New English Canaan karya Morton mencemooh pemukim religius dan menyatakan bahwa penduduk asli Amerika lebih baik dari orang Inggris.[2]
Puisi puritan bersifat sangat religius, dan salah satu buku puisi tertua yang diterbitkan berjudul Bay Psalm Book, serangkaian terjemahan Kitab Mazmur. Meskipun demikian, maksud penerjemah bukanlah menulis sastra, melainkan menulis himne yang dapat dipakai dalam misa.[2] Penyair penting dari masa itu di antaranya Anne Bradstreet yang menulis puisi pribadi mengenai keluarga dan kehidupan rumah tangga, dan pastor Edward Taylor yang menulis puisi terbaiknya Preparatory Meditations untuk membantunya menyiapkan misa. Puisi laris dari Michael Wigglesworth, The Day of Doom, menggambarkan pengadilan terakhir. Nicholas Noyes juga dikenal dengan puisi doggerel.
Generasi kedua pemukim New England, Cotton Mather menonjol sebagai teolog dan sejarawan. Ia menulis sejarah koloni-koloni berikut kisah para pemimpin Puritan dan pahlawan-pahlawan besar kekristenan. Di antara karya-karyanya terdapat Magnalia Christi Americana, Wonders of the Invisible World, dan The Biblia Americana.
New England bukan satu-satunya wilayah koloni, koloni di Selatan diwakili oleh karya sastra seperti buku harian William Byrd dari Virginia, dan buku karangannya, The History of the Dividing Line yang menceritakan ekspedisi survei ke rawa-rawa antara Virginia dan Carolina Utara, ditambah komentar mengenai berbagai gaya hidup penduduk asli Amerika dan pemukim kulit putih di wilayah itu.[2] Dalam buku serupa, Travels through North and South Carolina, Georgia, East and West, William Bartram menceritakan dengan detail lanskap koloni Selatan dan orang-orang suku Indian yang dia temui. Buku-buku karya Bartram sangat populer di Eropa, hingga diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, bahasa Prancis, dan bahasa Belanda.[2]
Ketika koloni-koloni di Amerika beranjak ke pemutusan hubungan dengan Britania, salah satu dari catatan terpenting mengenai identitas dan budaya Amerika ditulis oleh imigran Prancis J. Hector St. John de Crèvecœur dalam karya berjudul Letters from an American Farmer[2]
Sepanjang abad ke-18, tulisan-tulisan di Amerika Serikat beralih dari ide-ide Puritan dari Winthrop dan Bradford ke kekuatan pemikiran manusia dan pemikiran rasional. Kepercayaan bahwa manusia dan peristiwa-peristiwa alam sebagai pesan-pesan dari Tuhan tidak lagi cocok dengan dunia baru yang berpusat pada manusia. Sebagian besar cendekiawan percaya bahwa pikiran manusia dapat memahami alam semesta melalui hukum-hukum fisika seperti dijelaskan oleh Isaac Newton. Kemajuan besar dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan sosial pada abad ke-18 yang disebut Pencerahan Amerika membuka jalan bagi prinsip-prinsip demokrasi. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan terciptanya kebhinekaan yang lebih luas dalam pendapat mengenai keagamaan dan kehidupan politik. Pada tahun 1670, penduduk koloni berjumlah sekitar 111.000 orang. Tiga puluh tahun kemudian, penduduk bertambah menjadi lebih dari 250.000 orang. Pada tahun 1760, penduduk sudah mencapai 1.600.000 orang.[1] Bertumbuhnya komunitas dan kehidupan sosial yang menyertainya menyebabkan orang menjadi tertarik kepada kemajuan individu dan pengalaman bersama yang dialami di koloni. Pemikiran-pemikiran baru ini menjadi alasan populernya Autobiography dari Benjamin Franklin.