Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Senyawa anorganik

Senyawa anorganik didefinisikan sebagai senyawa pada alam (di tabel periodik) yang pada umumnya menyusun material / benda tak hidup. Senyawa anorganik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu binner dan poliatomik. Senyawa anorganik binner terdiri dari unsur logam dan non-logam. Adapun pada senyawa anorganik poliatomik senyawanya dapat terdiri dari lebih dari tiga jenis unsur[1]

Semua senyawa yang berasal dari makhluk hidup di golongkan dalam senyawa organik, sedangkan yang berasal dari mineral digolongkan dalam senyawa anorganik. Senyawa organik diyakini bahwa hanya dapat terjadi karena adanya pengaruh dari daya yang dimiliki makhluk hidup (vital force atau vis vitalis).

Dengan keberhasilan Friederich Wohler dalam membuat urea (senyawa organik) dari amonium sianat (senyawa anorganik) pada tahun 1828, maka keyakinan adanya pengaruh vital force dalam pembentukan senyawa organik semakin goyah[1]. Dalam perkembangan selanjutnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa di antara senyawa organik dan anorganik tidak ada perbedaan mengenai hukum-hukum kimia yang berlaku. Meskipun di antara senyawa organik dan senyawa anorganik tidak ada perbedaan yang hakiki sebagai senyawa kimia, namun pengkajiannya tetap dipandang perlu dipisahkan dalam cabang kimia yang spesifik.

Secara garis besar alasan yang melandasi pemisahan bidang kajian kimia organik dan kimia anorganik adalah:

  • jumlah senyawa organik jauh lebih banyak daripada senyawa anorganik.
  • semua senyawa organik mengandung atom karbon, yang mempunyai keunikan dalam hal kemampuannya membentuk rantai dengan sesama atom karbon, dan mempunyai sifat-sifat khas.

Perbedaan senyawa organik dan anorganik:

  1. Titik lebur dan titik didih pada senyawa organik lebih rendah daripada senyawa anorganik. Hal tersebut terjadi karena pada senyawa jenis ikatan yang terbentuk pada senyawa anorganik merupakan ikatan ionik (pada kristal) dan ikatan kovalen (pada amorf). Contoh: Senyawa organik (napthalen) memiliki boiling point 218 deajat rCelcius. Sedangkan senyawa anorganik (sodium klorida) memiliki boiling point 1465 derajat Celcius.
  2. Kelarutan senyawa organik bernilai lebih kecil daripada kelarutan senyawa anorganik.
  3. Senyawa organik menunjukkan gejala isomerisasi, sedangkan senyawa anorganik sebaliknya. Isomer adalah senyawa-senyawa dengan rumus molekul yang sama tetapi memiliki rumus bangun yang berbeda.
  4. Senyawa organik reaksinya terjadi secara molekuler sehingga reaksi berjalan lambat, sedangkan senyawa anorganik reaksinya secara ionik sehingga reaksinya berjalan lebih cepat.
  5. Berat molekul senyawa organik (dengan susunan yang kompleks) bernilai lebih dari 1000 gram/gramol, sedangkan berat molekul senyawa anorganik bernilai kurang dari 1000 gram/gramol.

Karakteristik

Senyawa anorganik memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut[1]:

  • Titik didih dan leleh relatif tinggi
  • Polar
  • Tidak mudah terbakar
  • Mampu menghantarkan listrik
  • Reaksi kimia berlangsung cepat
  • Isomer terbatas
  • Sebagian besar ikatan kimianya berupa ikatan ionik

Referensi

  1. ^ a b c M.Si, Bramianto Setiawan, S. Pd; M.Pd, Drs Achmad Fanani; M.Pd, Imas Srinana Wardani, S. Pd; M.Pd, Drs Triman Juniarso (2022-03-24). ILMU ALAMIAH DASAR. Cv. Eureka Media Aksara. ISBN 978-623-5251-54-7. 
  • Fessenden and Fessenden, 1982, 'Kimia Organik", Erlangga, Jakarta.
  • Perry and Green, 1986, 'Perry's Chemical Engineer's Hand Book', 6 th ed, Mc Graw Hill Book Co., Singapore.


Kembali kehalaman sebelumnya