Sistem manajemen keselamatanSuatu sistem manajemen keselamatan (SMK) didesain untuk mengelola risiko keselamatan di tempat kerja, keselamatan kerja telah ditentukan sebagai pengurangan risiko sampai pada suatu tingkatan risiko terendah yang secara wajar dapat dikerjakan untuk mencegah orang mengalami cidera. DeskripsiSuatu sistem manajemen keselamatan menyediakan cara sistematis untuk secara kontinu mengidentifikasi dan memantau bahaya dan mengendalikan risiko sambil menjamin bahwa pengendalian risiko efektif.[1] Sistem manajemen keselamatan dapat dijelaskan sebagai: ...Suatu pendekatan secara bisnis terhadap keselamatan. Pendekatan itu merupakan proses yang sistematis, gamblang dan komprehensif untuk mengelola risiko. Seperti juga semua sistem manajemen, suatu manajemen keselamatan tersedia untuk menetapkan tujuan, perencanaan, dan mengukur kinerja. Suatu manajemen keselamatan itu terjalin ke dalam jaringan organisasi. Menjadi bagian dari budaya, bagaimana orang melakukan pekerjaannya.[2] Tiga hal yang imperatif dalam mengadopsi sistem manajemen keselamatan untuk suatu bisnis adalah etika, hukum, dan keuangan. Terdapat kewajiban moral yang jelas atas seorang pekerja untuk memastikan aktivitas kerja dan tempat kerja dalam konsidi aman; terdapat persyaratan perundangan yang ditetapkan di setiap jurisdiksi tentang bagaimana mencapai hal ini dan bukti substansial yang menunjukkan bahwa manajemen keselamatan yang efektif dapat mengurangi paparan keuangan dan rusaknya reputasi organisasi dengan mengurangi terjadinya kecelakaan. Untuk membahas tiga elemen penting ini, suatu sistem manajemen keselamatan yang efektif harus:
Landasan dari sistem manajemen keselamatan adalah manajemen risiko yang efektif. Proses yang ditetapkan dalam suatu organisasi untuk mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi, dan mengendalikan (atau perawatan risiko) suatu risiko merupakan kunci, yang harus dipertimbangkan secara cermat dan didokumentasikan dalam sistem manajemen keselamatan. Sebagaimana manajemen keselamatan, terdapat beberapa model manajemen risiko yang dapat digunakan, tergantung kepada profil risiko suatu organisasi namun ISO 31000 - Pedoman – Manajemen Risiko, [3] standar internasional yang diakui, merupakan titik awal yang umum digunakan. Hal yang menarik, tidak terdapat referensi tentang keselamatan di dalam standar tersebut. Konteks sejarahManajemen keselamatan berkembang mengimbangi ekploitasi pekerja industri di abad 19 dan 20. Dengan terbukanya kesempatan komersial yang substantif oleh revolusi industri di komunitas dunia Barat, kewajiban keuangan bagi pemilik bisnis dan industrialis mengakibatkan terjadinya penggunaan tenaga kerja yang diekploitasi, tidak terampil dan terdidik, termasuk juga pekerja anak dan pekerja migran daerah terpencil, seringkali dalam kondisi kerja di mana cidera dan kematian merupakan kejadian sehari-hari. Ini menjadi kewajiban para pembuat undang-undang dengan kesadaran sosial untuk memahami bahwa pemerintah memiliki tanggung jawb moral dan hukum untuk melindungi pekerja dengan memanfaatkan undang-undang keselamatan kerja yang umum maupun khusus. Di Inggris Raya, Undang Undang Fabrik pada awal abad ke 19 merupakan perkembangan yang signifikan untuk secara bertahap meningkatkan keselamatan kerja pada dekade itu, dan pada kenyataannya perubahan terakhir dilakukan pada tahun 1961. Lingkungan yang berkembang ini juga merupakan pendorong dibentuknya serikat dagang atau gerakan serikat buruh dan perwakilan pekerja di awal abad ke 19 di seluruh Eropa dan Amerika yang berkembang dalam beberapa dekade menjadi perwakilan dalam negosiasi upah dan kondisi kerja, tetapi juga perlindungan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Contoh jelas bagaimana terjadinya kondisi kerja yang tidak aman dan berbahaya selama revolusi industri dapat terlihat dalam ekstrak ini dalam hubungannya dengan musibah pertambangan di awal abad ke 20 di Virginia Barat, Amerika Serikat. Dengan berakhirnya abad ke 19 dan dimulainya abad ke 20, kawasan Virginia Barat menjadi daerah yang berbahaya untuk pertambangan dibandingkan tempat lainnya. Virginia Barat tertinggal jauh dari negara bagian lain penghasil batu bara dalam mengatur kondisi pertambangan. Antara tahun 1890 dan 1912, Virginia Barat merupakan negara bagian dengan tingkat kematian tertinggi di pertambangan dibandingkan negara bagian lainnya. Virginia Barat merupakan tempat terjadinya banyak kecelakaan tambang yang fatal, termasuk juga musibah tambang terburuk di negara itu. Pada tanggal 6 Desember 1907, suatu ledakan pada tambang yang dimiliki oleh Fairmont Coal Company di Monongah, Marion County, menewaskan 361 orang. Salah satu sejarawan menyebutkan bahwa selama Perang Dunia I, seorang prajurit A.S. secara statistik memiliki kesempatan lebih baik untuk selamat dalam pertempuran dibanding seorang warga Virginia Barat yang bekerja di tambang batubara.[4] Upaya-upaya yang secara positif mempengaruhi keselamatan pertambangan seiring perkembangan abad ke 20; peningkatan dalam perundangan pertambangan dengan pengawasan berwenang dan juga perundangan keselamatan dan kesehatan kerja, keterlibatan serikat dagang untuk meningkatkan hak pekerja dan kondisi kerja, perkembangan dalam tehnologi pertambangan dan penerimaan lebih umum pada komunitas lebih luas bahwa tingkat kematian yang tinggi tidak dapat diterima.[5] Berkembangnya riset dalam kedokteran kerja, memungkinkan untuk dimulainya identifikasi penyakit akibat kegiatan industri yang disebabkan oleh paparan terhadap bahaya spesifik pada industri seperti debu batu bara dalam kegiatan pertambangan (paru-paru hitam pekerja tambang atau Pneumokoniosis pekerja batu bara), asbestos dalam pekerjaan konstruksi (asbestosis dan mesothelioma), paparan terhadapagen fisik seperti kebisingan kerja dari mesin industri (kehilangan pendengaran, denging telinga atau ketulian) dan bahaya getaran dari alat dan perlengkapan (sindrom getaran tangan dan lengan dan getaran jari putih). Vektor bahaya yang merusak dan sering mematikan ini selanjutnya menjadi target aturan perundangan untuk mengurangi terpaparnya pekerja terhadap bahan-bahan dan kegiatan berbahaya ini. Dengan makin banyaknya undang-undang industri yang secara spesifik maupun umum berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan kerja yang mulai dimunculkan, maka menjadi perlu bagi pemberi pekerja untuk memiliki kerangka kerja yang di dalamnya peraturan keselamatan ini dapat dipahami, dikelola, dan menerapkan ketentuan hukum. Hal ini diperlukan, bukan saja untuk mematuhi peraturan tetapi juga untuk menghindari denda dan biaya hukum akibat ketidakpatuhan, meningkatnya biaya asuransi dan biaya kompensasi pekerja akibat kecelakaan, dan terutama di A.S tuntutan pidana dan perdata yang semakin mahal atas kematian dan cidera yang terjadi di tempat kerja. Komponen dasar manajemen keselamatanModel Organisasi Buruh Internasional (ILO)Dokumen panduan ILO merupakan model yang paling mendasar dan dapat digunakan untuk organisasi-organisasi untuk diterapkan saat menyusun sistem manajemen keselamatan. Di dalam dokumen panduan ILO,[6] komponen dasar sistem manajemen keselamatan adalah:
Walaupun model manajemen keselamatan lainnya menggunakan terminologi yang berbeda, komponen dasar dan alur kerja untuk sistem manajemen keselamatan adalah sama. Keluaran yang diinginkan adalah proses efektif Rencanakan, Kerjakan, Periksa, Bertindak (Plan, Do, Check, Act /PDCA) yang mana tujuannya adalah peningkatan yang berkelanjutan serta terukur. Perspektif peraturanImplikasiSMK dimaksudkan berlaku sebagai struktur administrasi bisnis bagi suatu organisasi untuk secara efektif memenuhi kewajiban hukum sesuai undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Lingkup operasi organisasi dan juga profil risikonya akan menentukan bagaimana sistem manajemen keselamatan dibentuk dan sumber daya apa yang dibutuhkan untuk mengelola risiko kesehatan dan keselamatan kerja secara efektif. Beberapa organisasi dapat juga menyatukan fungsi sistem manajemen lainnya, seperti keselamatan proses, manajemen sumber daya lingkungan hidup atau manajemen mutu secara bersama dengan manajemen keselamatan untuk memenuhi persyaratan peraturan, persyaratan sektor industri, dan persyaratan standar internal dan diskresi organisasi. Manajemen keselamatan harus dianggap sebagai bagian dari sistem manajemen bisnis organisasi secara keseluruhan dan bukan merupakan suatu bagian tambahan. Standar manajemen lintas fungsi bisnis seperti lingkungan hidup, mutu dan keselamatan terus meningkat, dan saat ini didesain agar elemen-elemen yang terpisah secara tradisional dapat disatukan serta dikelola dalam suatu sistem tunggal manajemen bisnis dan bukan sebagai fungsi terpisah dan berdiri sendiri. Karena dekatnya hubungan antara kesehatan dan keselamatan, sistem manajemen keselamatan juga makin dikenal sebagai sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3); kedua istilah ini secara luas dapat digunakan secara timbal balik. Suatu SMK hanya sebagus penerapannya - manajemen keselamatan yang efektif berarti bahwa semua organisasi perlu memastikan bahwa mereka memperlakukan semua risiko dalam organisasinya sebagai suatu sistem tunggal, dan bukannya memiliki beberapa sistem yang saling bersaing, yang merupakan ‘Silo Manajemen Keselamatan’[7] Jika keselamatan tidak dipandang secara holistik, maka dapat terjadi intervensi prioritas peningkatan atau bahkan menyebabkan adanya masalah keselamatan yang terlewatkan. Sebagai contoh, setelah ledakan yang terjadi pada bulan Maret 2005 di Kilang Texas City (BP) milik BP, penyelidikan menyimpulkan bahwa perusahaan itu menempatkan terlalu banyak penekanan pada keselamatan personil sehingga mengabaikan keselamatan proses[8] kerja mereka. Antidot dari cara berpikir seperti silo adalah evaluasi yang benar terhadap semua risiko, suatu aspek kunci suatu SMK yang efektif.[8] Pengembangan standar manajemen keselamatanStandar sektor industriSeiring waktu, model manajemen keselamatan tertentu dapat menjadi standar yang dijadikan pilihan dalam suatu sektor industri yang pendekatannya sering didorong oleh badan perwakilan industri atau asosiasi perniagaan. Pada industri dengan keselamatan publik adalah suatu pertimbangan utama atau organisasi yang beroperasi pada sektor industri berisiko tinggi, dapat diperkenalkan peraturan spesifik yang mencantumkan persyaratan mendetil yang sesuai dengan profil risiko industri, seperti misalnya persyaratan OSHA untuk sistem manajemen keselamatan proses.[9] Manajemen keselamatan spesifik industri mencakup:
Persyaratan perundangan untuk sistem manajemen keselamatan mencakup:
Standar independen manajemen keselamatan mencakup:
Standar nasional dan internasionalBanyak negara telah mengembangkan model manajemen keselamatan nasional yang telah diadopsi oleh organisasi beragam industri secara luas. Standar nasional disusun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dari berbagai macam organisasi dan perorangan dan dapat memberikan suatu kerangka kerja yang seragam dan konsisten dalam bidangnya. Di samping itu, standar seperti itu dapat diakses secara eksternal dan diandalkan, yang bagi banyak organisasi merupakan tujuan yang diminati. Standar-standar ini memiliki beberapa manfaat:
Seri Penilaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang biasanya dikenal sebagai seri standar OHSAS 18001 tahun 1999 merupakan suatu upaya untuk mengonsolidasikan dan menetapkan suatu standar yang secara definitif dapat disertifikasi secara internasional, mengambil pelajaran dan praktik terbaik dari berbagai standar nasional. Standar ini diadopsi secara luas, dengan revisi pada tahun 2007. Kelompok Proyek OHSAS adalah kelompok yang independen terhadap Organisasi Standardisasi Internasional (ISO). OHSAS 18001:2007 ditarik dari peredaran dan digantikan oleh standar ISO 45001:2018 Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja — Persyaratan dengan panduan untuk penggunaan[20] Suatu perkembangan signifikan yang diperkenalkan oleh ISO 45001 adalah kesesuaiannya terhadap standar manajemen lingkungan ISO 14001, dan Standar manajemen mutu ISO 9001. Lihat juga
Referensi
|