Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau sebelumnya dikenal dengan nama Situs Karanganyar adalah taman purbakala bekas kawasan permukiman dan taman yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang terletak tepi utara Sungai Musi di Kec. Gandus, Kota Palembang, Sumatera Selatan.[1] Di kawasan ini ditemukan jaringan kanal, parit dan kolam yang disusun rapi dan teratur yang memastikan bahwa kawasan ini adalah buatan manusia, sehingga dipercaya bahwa pusat kerajaan Sriwijaya di Palembang terletak di situs ini. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.
Lokasi
Secara administratif, situs Karanganyar terletak di Jalan Syakhyakirti, Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Gandus, Palembang.[1] Terletak pada dataran aluvial pada meander Sungai Musi berhadapan dengan pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan dan Kramasan. Belahan utara Sungai Musi sudah sejak lama diketahui sebagi lokasi sejumlah situs arkeologi yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-15 masehi, di antaranya adalah situs Kambang Unglen, Padang Kapas, Ladang Sirap, dan Bukit Seguntang yang terletak dekat dengan situs Karanganyar.
Situs Karanganyar pada umumnya memiliki ketinggian kurang dari 2 meter dari permukaan sungai Musi. Berada sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, tepatnya di sebelah selatan Bukit Seguntang. Taman Purbakala ini dapat dicapai dari pusat kota Palembang dengan kendaraan umum dengan jurusan Tangga Buntung-Gandus.
Situs Karanganyar terbagi atas tiga subsitus, yaitu subsitus Karanganyar 1, 2, dan 3. Yang terbesar adalah subsitus Karanganyar 1 berupa sebuah kolam berdenah empat persegi panjang membujur arah utara-selatan berukuran 623 x 325 meter. Di tengah kolam ini terdapat dua pulau, yaitu Pulau Nangka dan Pulau Cempaka. Pulau Nangka berukuran 462 x 325 meter, sedangkan Pulau Cempaka berukuran 40 x 40 meter. Pulau Nangka dikelilingi parit-parit berukuran 15 x 1190 meter. Subsitus Karanganyar 2 terletak di sebelah barat daya kolam 1 dan merupakan kolam kecil, ditengahnya terdapat pulau kecil berdenah bujur sangkar dengan ukuran 40 x 40 meter. Subsitus Karanganyar 3 berada di sebelah timur subsitus Karanganyar 1 dengan denah bujur sangkar berukuran 60 x 60 meter.
Ketiga subsitus tersebut dihubungkan oleh parit yang berjumlah tujuh buah. Parit 1 merupakan parit terpanjang, yaitu 3 kilometer dengan lebar 25 sampai 30 meter. Parit ini oleh penduduk setempat dinamai parit Suak Bujang. Sejajar dengan parit 1 terdapat parit 2 dengan panjang 1,6 kilometer. Parit ini terletak di sebelah selatan subsitus Karanganyar 1 dan 3. Ujung parit ini berasal dari subsitus Karanganyar 2, sedangkan ujung timurnya bernuara di sungai Musi. Parit 1 dan 2 dihubungkan dengan parit 3 yang terletak di antara subsitus 1 dan 3. panjang parit 3 sekitar 700 meter membujur utara-selatan. Masih ada parit lain yang sejajar dengan parit 3, yaitu parit 4 dan 5 yang terletak di sebelah barat subsitus 1. Ujung selatan parit 4 dan 5 berakhir di parit 2. Dari parit 2 terdapat dua buah parit yang ujung selatannya bermuara di sungai Musi, yaitu parit 6 dan 7.
Temuan purbakala
Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini dijumpai artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti manik-manik, struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu. Temuan-temuan tersebut diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya maupun melalui kegiatan penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini. Rekonstruksi atas fragmen keramik yang banyak ditemukan memperlihatkan adanya penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk, dan piring. Sedangkan berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan berbagai bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng. Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian masyarakat yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.
Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau buatan, dan parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang menetap dalam jangka waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu menghuni kawasan Karanganyar menggali kanal atau parit seperti parit Suak Bujang, baik untuk saluran drainase tata air penangkal banjir maupun sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman di sekitar situs dengan sungai Musi.
Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan berlanjut pada tahun 1989. Dari penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan tembikar, keramik, manik-manik, dan dan struktur bata. Berdasarkan hasil analisis keramik-keramik China yang ditemukan di kawasan ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), Song (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya terdiri dari tempayan, buli-buli, pasu, mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang dilakukan di Pulau Cempaka berhasil menampakkan kembali sisa bangunan berupa struktur bata pada kedalaman 30 cm dengan orientasi timur-barat.
Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan. Hal ini berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi berbahan bata merah. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan bangunan karena lokasi situs ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang berada di tepian sungai dan hutan lebat di Sumatra. Karena tidak terdapat gunung berapi yang menyimpan batu, bangunan peribadatan, istana, dan rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu atau bahan bata. Akibatnya, bangunan cepat rusak hanya dalam hitungan paling lama 200 tahun.[2] Ditambah lagi dengan tingginya tingkat kelembaban serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai Musi di dekatnya yang dengan mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.
Pembangunan taman purbakala
Berdasarkan interpretasi dan temuan dari foto udara tahun 1984 menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi. Dapat dipastikan situs ini adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta parit dengan luas areal meliputi 20 hektare. Serangkaian kanal, pulau buatan, dan bagian-bagian lainnya menampilkan situs Karanganyar sebagai karya arsitektur lansekap yang berkaitan dengan bangunan air.
Oleh pemerintah Sumatera Selatan kawasan ini dipugar, kanal-kanalnya dirapikan untuk dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang diresmikan oleh presiden Suharto pada tanggal 22 Desember 1994.[1] Di dalam taman purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu pusat informasi mengenai situs dan temuan Sriwijaya di Palembang .[3][4] Pada bagian tengah situs ini terdapat pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya disimpan replika Prasasti Kedukan Bukit dalam kotak kaca. Prasasti ini menceritakan mengenai perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai tonggak sejarah berdirinya kemaharajaan Sriwijaya. Setelah lebih dari satu dasawarsa didirikan, fungsi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Informasi Sriwijaya dan sebagai daya tarik wisata budaya di Palembang masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat Palembang sekarang masih belum mengetahui keberadaan taman purbakala ini sebagai peninggalan masa Sriwijaya, apalagi sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya. Selama ini Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat.[3] Sayang sekali kini kompleks taman purbakala ini terbengkalai dan kurang terawat.
^
palembangnews.com. "Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya". Media Center Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang. Diakses tanggal 2011-12-02.
Referensi
Ahmad Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa Situs dan Temuannya", Museum Negeri Sumatera Selatan, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.