Tarumanagara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma (bahasa Sunda: ᮒᮛᮥᮙᮔᮌᮛ) adalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan bukti arkeologi. Kerajaan ini pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-5 sampai abad ke-7 Masehi. Bukti tertua peninggalan arkeologi dari kerajaan ini adalah prasasti Ciaruteun, berupa batu peringatan dari abad ke-5 Masehi yang ditandai dengan bentuk tapak kaki raja Purnawarman.[1] Raja - Raja TarumaTarumanagara didirikan tahun 358 Masehi oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman (tahun 358-382 Masehi) menantu dari Dewawarman VIII. Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi) kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395 masehi. Pada tahun 357 Saka (= 435 Masehi) Wisnuwarman, raja ke-4 Salakanagara mengirim duta-dutanya ke berbagai negeri, yaitu Cina, Bharatanagari, Campanagari, Bakulapura, Dharmanagari, dan lain-lain. Hubungan pelayaran, perdagangan dan diplomasi antar negara yang dilakukan Salakanagara dan Tarumanagara juga Kerajaan Sagalapasir. Telah meninggalkan peninggalan kompleks Percandian terluas (500 hektar / 5 km2) dan tertua di Indonesia yang berlokasi di Batujaya - Karawang. Karena dibangun lebih tua daripada candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu abad 2 hingga 7 masehi, maka situs candi hanya tersisa beberapa landasan, lantai, badan dan pondasi candi yang bisa dieskavasi. Bangunan candi terlihat menggunakan batu bata khas percandian Budha, Penggunaan batubata menunjukkan rakyat Tarumanagara telah mahir industri tersebut. Keunikan lainnya, pada Candi Blandongan ditemukan beberapa tengkorak manusia dewasa beserta bekal kuburnya berupa gerabah, dan peralatan yang terbuat besi. Bahkan beberapa tengkorak manusia menggunakan perhiasan. Patut diduga merupakan bangunan khas candi / kuil Budha model Tiongkok. Sebagaimana catatan Tiongkok sendiri yang telah menerima utusan dari Pien Tiao (raja Salakanagara) hingga To lo mo / Tarumanagara dari abad 2 hingga 7 masehi. Purnawarman (395 - 434 M), raja ketiga Tarumanagara, Membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 masehi yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Wilayah sekitar utara Jakarta dan Bekasi sekarang. Nama Sunda mulai digunakan kembali oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) memang kekuasaan raja-raja penguasa Sunda pada masa silam. Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu, pada koordinat 6°07’45,40”LS dan 0°06’34,05” BT dari Jakarta (lk. 06°07′45.4″LS 106°55′04.6″BT di sekitar Simpang Lima Semper, tidak jauh dari tepian Kali Cakung), Kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga (Sungai Bekasi) oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman. Penggalian sungai tersebut untuk menghindari bencana alam berupa banjir dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Juga sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antar daerah. Prasasti Tugu dari Tarumanagara selain yang asli di Museum Nasional, juga dapat ditemukan replikanya di Museum Jakarta – Kota Tua dan Museum Bekasi - Gedung Perjuangan 45. Upaya Purnawarman membangun Infrastruktur Pengelolaan Banjir abad 4 - 5 masehi
Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur (12 km). Menunjukkan Tarumanagara telah mengenal sistem irigasi, pertanian/ peternakan, perdagangan lokal maupun global. Selain sebagai pelaut ulung. Setiap selesai kegiatan, pada masa Purnawarman inilah dikenal Catatan diadakannya upacara Salametan (doa dan Balakecrakan). Tradisi yang masih dilakukan masyarakat Sunda hingga kini abad 21 masehi, Berdoa dan makan bersama setelah selesai acara/kegiatan. Purnawarman di Indramayu menghadiahkan 400 ekor sapi, 80 ekor kerbau, pakaian bagi para brahmana, 10 ekor kuda, 1 buah bendera Tarumanagara dan bahan makanan. Pada Masa Pemerintahan Candrawarman (515-535 M), raja Tarumanagara ke-6 Pada tahun 535 M Gunung Krakatau Meletus sangat dashyat menyebabkan tsunami besar dan berdampak pada seluruh dunia. Berikutnya, Suryawarman (535 - 561 M) melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (561 – 618 M) menuntut ilmu hingga ke Mekkah. Tarumanagara mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669 M, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Sumber sejarahManuskripNaskah-naskah Kuno yang terkait dengan Tarumanagara, diantaranya berjudul :
PrasastiTerdapat tujuh bukti prasasti yang berhubungan dengan kerajaan Tarumanagara ditemukan di daerah Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Prasasti tersebut di antaranya adalah prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi I, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten di dekat Bogor; prasasti Tugu di Jakarta Utara; dan prasasti Cidanghiang di Pandeglang, Banten. [2] Situs
Berita asingSumber berita lain yang membuktikan berdirinya Kerajaan Tarumanagara berasal dari berita Cina, berupa catatan perjalanan Fa-Hien (penjelajah dari Cina) dalam bentuk buku dengan judul "Fa-Kuo-Chi" menyebutkan bahwa pada awal abad ke-5 M, di Ye-Po-Ti banyak orang Brahmana dan animisme.[8] Pada tahun 414 M Fa-Hien datang ke tanah Jawa untuk membuat catatan sejarah kerajaan To-lo-mo (Kerajaan Tarumanagara), dan singgah di Ye-Po-Ti selama 5 bulan.[9] Selain itu, berita Dinasti Sui menuliskan bahwa pada tahun 528 dan 535, utusan To-lo-mo telah datang dari sebelah selatan. Berita Dinasti Tang menuliskan bahwa pada tahun 666 dan 669 utusan To-lo-mo telah datang. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa Kerajaan Tarumanagara berkembang antara tahun 400–600 M, yang pada saat itu masa kepemimpinan Raja Purnawarman dengan wilayah kekuasaan hampir seluruh Jawa Barat.[9] Referensi
|