Gangguan bipolar, dulu dikenal juga dengan nama manik depresif, adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania (kebahagiaan) dan depresi (kesedihan), karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan depresif maniak. Suasana hati pengidapnya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu mania dan depresi yang berlebihan tanpa adanya pola atau waktu yang pasti, atau bisa pula gabungan mania dan depresi sekaligus dalam satu waktu.
Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik dan suasana hati yang buruk. Akan tetapi, seseorang yang menderita gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan yang ekstrem dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania, atau di saat ringan disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati normal, tetapi dalam beberapa individu, depresi dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle.
Episode mania ekstrem kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikosis seperti delusi dan halusinasi. Episode mania biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomania mempunyai derajat yang lebih ringan daripada mania. Gangguan bipolar dibagi menjadi bipolar I, bipolar II, cyclothymia, dan jenis lainnya berdasarkan sifat dan pengalaman tingkat keparahan episode suasana hati; kisaran ini sering digambarkan sebagai spektrum bipolar.
Prosentase terjadinya gejala
Insiden gangguan bipolar berkisar antara 0,3% - 1,5% yang persentasenya tergolong rendah jika dibandingkan dengan persentase insiden yang dikategorikan skizofrenia. Gangguan bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita gangguan bipolar, dan itu terjadi karena mereka lebih memilih untuk mengambil jalan pintas.
Episode pertama bisa timbul mulai dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita gangguan bipolar, risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi (ADHD). Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga yang juga mengidap gangguan bipolar.
Tanda dan gejala
Gangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi, sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Gangguan suasana hati sering terjadi pada seseorang, sementara yang lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup.
Ada empat jenis episode suasana hati pada penderita gangguan bipolar, yakni mania, hipomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang unik.
Tanda dan gejala mania
Gejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Gembira berlebihan.
Mudah tersinggung sehingga mudah marah.
Merasa dirinya sangat penting.
Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.
Penuh ide dan semangat baru.
Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya.
Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya.
Nafsu seksual meningkat.
Menyusun rencana yang tidak masuk akal.
Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.
Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan.
Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan.
Merasa sangat mengenal orang lain.
Mudah melempar kritik terhadap orang lain.
Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.
Sulit tidur.
Merasa sangat bersemangat, seakan-akan satu hari tidak cukup 24 jam.
Tanda dan gejala hipomania
Hipomania adalah bentuk kurang parah dari mania. Orang-orang dalam keadaan hipomanik merasa gembira, energik, dan produktif, tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan sehari-hari dan tidak pernah kehilangan kontak dengan realitas. Untuk yang lain, mungkin tampak seolah-olah orang dengan hipomania hanyalah dalam suasana hati yang luar biasa baik. Namun, hipomania dapat menghasilkan keputusan yang buruk yang membahayakan hubungan, karier, dan reputasi. Selain itu, hipomania sering meningkat menjadi mania penuh dan terkadang dapat diikuti oleh episode depresi berat.
Tahap hipomania mirip dengan mania, perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami halusinasi dan delusi. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa risiko yang sama dengan mania. Gejala-gejala dari tahap hipomania pada gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Bersemangat dan penuh energi dengan munculnya kreativitas.
Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.
Penurunan kebutuhan untuk tidur.
Tanda dan gejala depresi bipolar
Gejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Suasana hati yang murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan.
Sering menangis atau ingin menangis tanpa alasan yang jelas.
Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.
Tidak mampu merasakan kegembiraan.
Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga.
Sulit konsentrasi.
Merasa tak berguna dan putus asa.
Merasa bersalah dan berdosa.
Rendah diri dan kurang percaya diri.
Beranggapan masa depan suram dan pesimistis.
Berpikir untuk bunuh diri.
Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.
Penurunan berat badan atau penambahan berat badan.
Sulit tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan.
Mual sehingga sulit berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar, dan terkadang diare.
Kehilangan gairah seksual.
Menghindari komunikasi dengan orang lain.
Hampir semua penderita gangguan bipolar mempunyai pikiran tentang bunuh diri. dan 30% di antaranya berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara.
Tanda dan gejala episode campuran
Episode ini merupakan gangguan bipolar campuran dari kedua fitur gejala mania atau hipomania dan depresi. Tanda-tanda umum episode campuran termasuk depresi dikombinasikan dengan agitasi, iritabilitas, kegelisahan, insomnia, distractibility, dan layangan pikiran (flight of idea). Kombinasi energi tinggi dan rendah membuat suasana hati penderita berisiko tinggi untuk bunuh diri.
Dalam konteks gangguan bipolar, episode campuran (mixed state) adalah suatu kondisi di saat tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antidepresan sering dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Episode campuran bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita gangguan bipolar. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusi, dan halusinasi. Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut:
Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.
Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.
Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol.
Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti tagihan listrik dan telepon.
Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian dan jauhkan benda-benda atau peralatan yang berisiko dapat membahayakan penderita atau orang-orang di sekelilingnya.
Faktor penyebab
Genetika
Genetika bawaan merupakan faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati.
Penelitian genetika perilaku menunjukkan bahwa banyak daerah kromosom dan gen kandidat terkait dengan gangguan bipolar dengan memberikan efek ringan hingga sedang.[1] Risiko gangguan bipolar hampir sepuluh kali lipat lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama dari mereka yang mengidap gangguan bipolar dibandingkan populasi umum. Hal serupa, risiko gangguan depresi mayor (berat) yaitu tiga kali lebih tinggi pada kerabat mereka yang memiliki gangguan bipolar dibandingkan populasi umum.[2]
Temuan pertama pautan genetik untuk mania telah diungkap pada 1969,[3] tetapi berikutnya studi keterkaitan tersebut tidak konsisten.[2] Temuan menunjukkan gen-gen yang terlibat sangat heterogen dalam keluarga yang berbeda.[4] Studi asosiasi genom (genome-wide association study, GWAS) yang andal dan dapat direplikasi menunjukkan beberapa polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) umum dikaitkan dengan gangguan bipolar, termasuk varian pada gen CACNA1C, ODZ4, dan NCAN.[1][5] Analisis GWAS komprehensif yang terbaru pun belum berhasil menemukan lokus yang memberikan efek yang nyata, menunjukkan bahwa tidak ada gen tunggal yang bertanggung jawab atas gangguan bipolar dalam banyak kasus.[5] Polimorfisme pada BDNF, DRD4, DAO, dan TPH1 sering dikaitkan dengan gangguan bipolar dan awalnya dikaitkan dalam meta-analisis, tetapi hubungan ini menghilang setelah koreksi untuk beberapa pengujian.[6] Di sisi lain, dua polimorfisme di TPH2 diidentifikasi terkait dengan gangguan bipolar.[7]
Karena temuan dari GWAS menunjukkan hasil tidak konsisten, berikutnya dilakukan pendekatan menganalisis SNP dalam jalur biologis. Jalur persinyalan yang secara tradisional sudah dipelajari terkait dengan gangguan bipolar termasuk persinyalan hormon pelepas kortikotropin, persinyalan β-adrenergik jantung, persinyalan fosfolipase C, persinyalan reseptor glutamat,[8] persinyalan hipertrofi jantung, persinyalan Wnt, persinyalanNotch,[9] dan persinyalan endotelin 1. Dari 16 gen yang diidentifikasi pada jalur-jalur ini, tiga gen ditemukan mengalami disregulasi pada bagian korteks prefrontal dorsolateral otak dalam studi post-mortem yaitu: CACNA1C, GNG2, dan ITPR2.[10]
Gangguan bipolar dikaitkan dengan penurunan ekspresi enzim perbaikan DNA spesifik dan peningkatan tingkat kerusakan DNA oksidatif.[11]
Lingkungan
Gangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetik cenderung untuk mengidap gangguan bipolar, tetapi tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan adanya perubahan fisik pada otak pengidap gangguan bipolar. Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini juga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian, dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor-faktor eksternal dapat memulai episode baru mania atau depresi dan membuat gejala yang ada makin memburuk. Namun, banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.
Pengidap penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antarperseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita gangguan bipolar yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung pengidap gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal.
Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya gangguan bipolar:
Infeksi virus prenatal telah terlibat dalam sejumlah penyakit mental, termasuk bipolar. Ada bukti yang lebih kuat untuk hubungan antara bipolar dan seropositif untuk infeksi T. gondii.[12][13]
Ada hubungan yang signifikan antara perkembangan bipolar dan pelecehan fisik, seksual dan emosional sebelumnya, dan pengabaian fisik dan emosional.[14] Dalam survei, 30-50% orang dewasa yang didiagnosis dengan gangguan bipolar melaporkan pengalaman traumatis/pelecehan di masa kanak-kanak, yang dikaitkan dengan onset yang lebih awal, tingkat upaya bunuh diri yang lebih tinggi, dan gangguan kejiwaan lain yang terjadi bersamaan seperti gangguan stres pascatrauma.[15]
Bipolar sering komorbiditas dengan penyalahgunaan zat, termasuk ganja, opioid, kokain, obat penenang dan alkohol, dan kausalitas telah disarankan di kedua arah.[16][17]
Secara akut, mania dapat disebabkan oleh kurang tidur pada sekitar 30% orang dengan gangguan bipolar.[18]
Penyakit penyerta
Orang dengan gangguan bipolar sering memiliki penyakit kejiwaan lain yang ada bersama seperti kecemasan (hadir pada sekitar 71% orang dengan gangguan bipolar), penyalahgunaan zat (56%), gangguan kepribadian (36%), serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (10-20 %) yang dapat menambah beban penyakit dan memperburuk prognosis. Penyakit tertentu juga lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum, yaitu sindrom metabolik (hadir pada 37% orang dengan gangguan bipolar), sakit kepala migrain (35%), obesitas (21%), dan diabetes melitus tipe 2 (14%). Ini berkontribusi pada risiko kematian dua kali lebih tinggi pada mereka dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum.[19]
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan neurotransmiter utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter dalam menjalankan tugasnya. Norepinefrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls saraf. Pada penderita gangguan bipolar, senyawa kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang.
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi ketika kadar senyawa kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania, tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.
Selain gangguan pada neurotransmiter, sistem neuroendokrin juga mengalami gangguan pada bipolar. Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituari. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari kortisol yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari kortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya kortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipokampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipokampus yang tidak normal. Penelitian mengenai sindrom Cushing juga dikaitkan dengan tingginya tingkat kortisol pada gangguan depresi.
Diagnosis
Jenis gangguan bipolar
Gangguan bipolar dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Beberapa jenis telah diidentifikasi; jenis-jenis tersebut terutama terkait dari pola terjadinya gangguan bipolar:[22][23]
Gangguan bipolar tipe II: Tidak ada kejadian kegembiraan berlebihan, tetapi setidaknya ada satu kejadian Hypomania, dan setidaknya satu kejadian kesedihan berlebihan.
Cyclothymia: Seperti halnya gangguan bipolar II, tetapi depresinya tidak dapat dikategorikan sebagai kesedihan berlebihan.
Seperti kebanyakan penyakit mental lainnya, banyak cara untuk melakukan tata laksana perawatan gangguan bipolar. Kadang-kadang pemberian obat-obatan dan terapi/konsultasi dapat membuat hal ini lebih mudah dikontrol. Tetapi hal ini belum tentu bisa dilakukan pada semua orang dan tidak jarang terjadi masa kegembiraan berlebihan (manik), ketika mereka berhenti minum obat, karena mereka merasa sudah dapat mengontrol dirinya sendiri. Hal ini dapat membuat sulitnya hidup dengan gangguan bipolar, tetapi dengan adanya edukasi tentang hal ini, maka gangguan bipolar sesungguhnya tidak benar-benar sulit. Kadang-kadang, penderita gangguan bipolar perlu diberikan obat-obatan atas kemauannya; tergantung dari tingkat beratnya, penderita mungkin berpikir tentang bunuh diri, atau mungkin mereka tidak dapat melihat keadaannya dengan tepat. Dalam banyak kasus, menerangkan kasusnya pada penderita akan sangat membantu. Ketika mereka telah melewati banyak tahap dari gangguan bipolar ini berulang kali, mereka sering kali melihat tata laksana perawatan dapat membuat hidup mereka lebih mudah.
Psikososial
Berikut ini cara-cara untuk membantu diri sendiri dalam penanganan gangguan bipolar:[butuh rujukan]
Dapatkan pengetahuan tentang cara mengatasi gangguan dan hal-hal yang berkaitan dengan gangguan bipolar. Semakin banyak diketahui, semakin baik dalam membantu pemulihan sendiri dari gangguan ini.
Jauhkan stres dengan menjaga situasi keseimbangan antara pekerjaan dan hidup sehat, dan mencoba teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, berdoa/menyembah/memuji Tuhan, shalat malam atau pernapasan dalam.
Mencari dukungan dengan memiliki seseorang yang untuk diminta bantuan dan dorongan. Cobalah bergabung dengan kelompok pendukung atau berbicara dengan teman yang dipercaya.
Buatlah pilihan yang sehat. Pola tidur, makan, dan berolahraga dapat membantu menstabilkan suasana hati. Menjaga jadwal tidur yang teratur sangatlah penting.
Pemantauan suasana hati secara mandiri dengan melacak gejala dan tanda-tanda ayunan suasana hati Anda berayun di luar kendali sehingga dapat menghentikan masalah sebelum dimulai.
Menggunakan terapi buku harian, buku harian positif memuat aset positif. Dalam buku harian juga terdapat aspek meamaafkan dan rasa syukur. Buku harian juga dapat memengaruhi emosi, pikiran dan tindakan menjadi lebih terkontrol dengan baik dan ke arah yang positif.
Obat-obatan
Obat-obatan sering diresepkan untuk membantu meringankan gejala gangguan bipolar. Obat-obatan yang disetujui untuk mengobati gangguan bipolar termasuk penstabil suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan. Terkadang kombinasi obat-obat tersebut juga dilakukan. Pilihan obat mungkin berbeda tergantung pada jenis episode gangguan bipolar atau jika orang tersebut mengalami depresi unipolar atau bipolar. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika dipilih terapi obat yaitu penyakit penyerta, respons terhadap terapi sebelumnya, efek samping, dan keinginan orang tersebut untuk dirawat.[20]
Penstabil suasana hati
Litium karbonat dan antikonvulsankarbamazepin, lamotrigin, dan asam valproat diklasifikasikan sebagai penstabil suasana hati pada terapi gangguan bipolar.[32][33][34] Litium memiliki bukti keseluruhan terbaik dan dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk episode manik akut, mencegah kekambuhan, dan depresi bipolar.[35][36] Litium mengurangi risiko bunuh diri, melukai diri sendiri, dan kematian pada orang dengan gangguan bipolar.[37] Litium lebih disukai untuk menstabilkan suasana hati jangka panjang.[38] Litium memiliki efek samping yaitu mempengaruhi fungsi ginjal dan tiroid dalam waktu lama. Valproat telah menjadi pengobatan yang umum diresepkan dan efektif mengobati episode manik.[39]
Karbamazepin kurang efektif dalam mencegah kekambuhan dibandingkan litium atau valproat.[40][41] Lamotrigin memiliki beberapa kemanjuran dalam mengobati depresi, dan manfaat ini paling besar pada depresi yang lebih parah.[42] Lamotrigin juga telah terbukti memiliki beberapa manfaat dalam mencegah kekambuhan gangguan bipolar (walau penelitian mengundang diskusi), dan tidak bermanfaat dalam subtipe gangguan bipolar siklus cepat.[43] Valproat dan karbamazepin bersifat teratogenik dan harus dihindari sebagai pengobatan pada wanita usia subur, tetapi penghentian obat-obatan ini selama kehamilan dikaitkan dengan risiko kekambuhan yang tinggi.[44] Efektivitas topiramat tidak diketahui.[45] Karbamazepin secara efektif mengobati episode manik, dengan beberapa bukti memiliki manfaat yang lebih besar pada gangguan bipolar siklus cepat, atau pada orang-orang yang memiliki lebih banyak gejala psikotik atau lebih banyak gejala yang mirip dengan gangguan skizofrenia.
Penstabil suasana hati digunakan untuk pemeliharaan jangka panjang, tetapi belum menunjukkan kemampuan yang cepat untuk mengobati depresi bipolar akut.[46]
Penelitian
Arah penelitian untuk gangguan bipolar pada anak-anak termasuk mengoptimalkan perawatan, meningkatkan pengetahuan tentang dasar genetik dan neurobiologis dari gangguan pediatrik, dan meningkatkan kriteria diagnostik.[47] Beberapa penelitian terkait terapi menunjukkan bahwa intervensi psikososial yang melibatkan keluarga, psikoedukasi, dan pengembangan keterampilan (melalui terapi seperti CBT, DBT, dan IPSRT) dapat bermanfaat, selain penggunaan obat-obatan.[48]
^Brietzke E, Kauer Sant'anna M, Jackowski A, Grassi-Oliveira R, Bucker J, Zugman A, Mansur RB, Bressan RA (December 2012). "Impact of childhood stress on psychopathology". Rev Bras Psiquiatr. 34 (4): 480–488. doi:10.1016/j.rbp.2012.04.009. PMID23429820.
^ abMuneer A (June 2013). "Treatment of the depressive phase of bipolar affective disorder: a review". J Pak Med Assoc (Review). 63 (6): 763–769. PMID23901682.
^Cirillo PC, Passos RB, Bevilaqua MC, López JR, Nardi AE (December 2012). "Bipolar disorder and Premenstrual Syndrome or Premenstrual Dysphoric Disorder comorbidity: a systematic review". Rev Bras Psiquiatr. 34 (4): 467–479. doi:10.1016/j.rbp.2012.04.010. PMID23429819.
^Jain, Ankit; Mitra, Paroma (2022). Bipolar Affective Disorder. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID32644424. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-23. Diakses tanggal 2022-03-17.
^Magill CA (2004). "The boundary between borderline personality disorder and bipolar disorder: Current concepts and challenges". Canadian Journal of Psychiatry. 49 (8): 551–556. doi:10.1177/070674370404900806. PMID15453104.
^Berk, Michael; Berk, Lesley; Davey, Christopher G; Moylan, Steven; Giorlando, Francesco; Singh, Ajeet B; Kalra, Harish; Dodd, Seetal; Malhi, Gin S (2013-10). "Treatment of bipolar depression". Medical Journal of Australia (dalam bahasa Inggris). 199 (S6). doi:10.5694/mja12.10611. ISSN0025-729X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-23. Diakses tanggal 2022-03-17.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Cipriani A, Hawton K, Stockton S, Geddes JR (June 2013). "Lithium in the prevention of suicide in mood disorders: updated systematic review and meta-analysis". BMJ. 346: f3646. doi:10.1136/bmj.f3646. PMID23814104.
^Geddes JR, Calabrese JR, Goodwin GM (2008). "Lamotrigine for treatment of bipolar depression: Independent meta-analysis and meta-regression of individual patient data from five randomised trials". The British Journal of Psychiatry. 194 (1): 4–9. doi:10.1192/bjp.bp.107.048504. PMID19118318.
^van der Loos ML, Kölling P, Knoppert-van der Klein EA, Nolen WA (2007). "Lamotrigine in the treatment of bipolar disorder, a review". Tijdschrift voor Psychiatrie. 49 (2): 95–103. PMID17290338.
^Post, RM (March 2016). "Treatment of Bipolar Depression: Evolving Recommendations". The Psychiatric Clinics of North America (Review). 39 (1): 11–33. doi:10.1016/j.psc.2015.09.001. PMID26876316.