Leang Karrasa
Leang Karrasa atau Gua Karrasa (Indonesia: Gua Keramat; Inggris: Sacred Cave ) adalah sebuah gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Lokasi gua ini secara administratif terletak di pinggir Jalan Poros Camba (Jalan Poros Maros-Bone), di wilayah Kampung Taddeang, Dusun Pattunuang, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia. Secara astronomis berada pada posisi 05°02'38,0" LS dan 119°42'23,4" BT. Jarak sekitar 19 km sebelah timur Kota Turikale, atau sekitar 9 km sebelah tenggara Taman Prasejarah Leang-Leang. Gua ini termasuk jenis gua prasejarah Budaya Toala Sulawesi Selatan homo sapiens dengan tipe lingkungan pegunungan. Tinggalan arkeologi yang terdapat di gua ini adalah berupa artefak batu, serpih bilah kasar, tembikar, sampah dapur, dan kerang pada bagian singkapan tanah. Adapun fosil fauna masa Budaya Toala yang ditemukan adalah phalanger ursinus, phalanger celebensis, Babyrousa babyrussa, macaca maura, dan sus celebensis.[1][2][3][4][5] Hendrik Robbert van Heekeren mengklasifikasikan lapisan Budaya Toala dalam 3 lapisan, yaitu Toala III, Toala II, dan Toala I. Ian C. Glover menerapkan radiokarbon untuk mengetahui kurun waktu hunian di gua. Klasifikasi masa hunian pada gua didasari atas jenis temuan yang terkandung pada gua sebagai unsur lapisan budaya yang bersangkutan, yaitu Toala III sampai dengan Toala I. Berdasarkan kajian klasifikasi lapisan Budaya Toala masa hunian oleh Hendrik Robbert van Heekeren dan kajian hasil analisis radiokarbon dengan sistem penanggalan radiokarbon oleh Ian C. Glover, Situs Leang Karrasa masuk pada klasifikasi lapisan Budaya Toala III. Pertanggalan Toala III diperkirakan berumur antara 32160 ± 330 BP sampai dengan 20150 ± 250 BP.[6] [7] [8] PenelitianR.P. Soejono dalam karyanya "On Prehistoric Burial Methods in Indonesia" (1969), telah meneliti Leang Karrasa bahwa penghuni gua ini telah mengenal sistem tradisi penguburan mayat sebagai bagian budaya prasejarah. Sisa-sisa aktivitas penguburan yang berasal dari masa yang lebih tua, yaitu berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut (mesolitik).[9] Hendrik Robbert van Heekeren dalam karyanya "The Stone Age of Indonesia" (1972), meneliti dan memetakan Leang Karrasa serta memasukannya ke klasifikasi situs gua prasejarah peninggalan Budaya Toala. Kehidupan penghuni gua Budaya Toala berlangsung sejak kala Pasca Plestosen hingga awal Masehi. Kehidupan Budaya Toala ini berlangsung cukup lama dan mampu bertahan beratus-ratus tahun lamanya. Kehidupan budaya tersebut masih sangat bergantung pada potensi ekologi sumber alam sekitarnya.[6][8] Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|