Masa kepausannya dipenuhi dengan masalah, dan setelah kematiannya, jenazah Formosus digali kembali dan diadili dalam sebuah pengadilan yang buruk pada Konsili Cadaver.
Pada awal 872, ia adalah salah satu kandidat untuk menjadi Paus. Namun karena komplikasi politik, ia meninggalkan Roma dan istana Paus Yohanes VIII pada tahun itu juga. Yohanes memanggil sidang sinode, dan Formosus diperintahkan untuk kembali atau menghadapi ekskomunikasi atas tuduhan:
meninggalkan keuskupannya tanpa izin dari kepausan
menjarah dari biara-biara di Roma
memberikan komuni tanpa memperhatikan larangan gerejawi
berkonspirasi dengan para pendosa untuk menghancurkan tahta kepausan
Ekskomunikasi atas Formosus dan yang lainnya diumumkan pada Juli872. Pada tahun 878, ekskomunikasi ini dicabut, setelah ia bersumpah tidak akan pernah kembali ke Roma ataupun melakukan fungsi imamatnya.
Formosus membujuk Arnulf dari Kärnten untuk menyerbu Roma dan memerdekakan Italia. Pada tahun 894, Arnulf menaklukkan seluruh negara di utara Sungai Po. Guido meninggal pada bulan Desember dan meninggalkan putranya Lambert dan istrinya Agiltrude, seorang oposan terhadap Carollingian. Pada musim gugur 895, Arnulf melakukan serbuan keduanya ke Italia, dan pada tahun 896 ia dimahkotai oleh sang Paus di Roma. Kaisar yang baru berpendirian melawan keluarga Spoleto, tetapi menderita kelumpuhan di tengah jalan dan tidak mampu melanjutkan penyerbuan itu.
Paus Stefanus VI, penerus Bonifasius, dipengaruhi oleh Lambert dan Agiltrude, melakukan pengadilan terhadap Formosus pada 897 dalam Sinode Jenazah. Jenazah Formosus digali, dipakaikan jubah kepausan, dan didudukkan di atas sebuah kursi tahta untuk menghadapi semua tuduhan yang telah dituduhkan sejak zaman Yohanes VIII. Hasil putusannya menyatakan bahwa Formosus tidak layak menjabat sebagai Paus. Semua peraturan dan keputusan yang dikeluarkan Formosus dianulir, dan semua perintah yang diberikannya dinyatakan tidak sah. Jubah kepausan direnggut dari mayatnya, tiga jari dari tangan kanannya yang digunakan Paus untuk menahbiskan dipotong, dan jenazahnya dilemparkan ke sungai Tiber (dan belakangan diselamatkan oleh seorang biarawan).
Setelah kematian Stefanus VI, jenazah itu dimakamkan kembali di Basilika Santo Petrus. Pengadilan terhadap jenazah semacam kejadian ini kemudian dilarang untuk dilakukan pada masa depan. Tetapi Paus Sergius III (904-911) menyetujui kembali keputusan yang melawan Formosus. Sergius menuntut pentahbisan ulang semua uskup yang ditahbiskan oleh Formosus, yang menyebabkan kebingungan hebat di antara para klerus.
Belakangan, keabsahan karya Formosus dikembalikan kembali untuk kedua kalinya. Keputusan Sergius kemudian diabaikan oleh Gereja.