Adji Darma
Adji Darma (Pangeran), bergelar (abhiseka) Pangeran Kasoema Nagara (logat Banjar) atau Pangeran Kusumanegara (logat Jawa) adalah Kepala Landschap Cantung dan Buntar Laut (Bahasa Belanda: Hoofd van het eiland Tjantong en Boentar Laoet), sekarang wilayah kecamatan Hampang dan beberapa desa di kecamatan Kelumpang Hulu, Kalimantan Selatan.[1][2] Pangeran Adji Darma alias Pangeran Kasoema Nagara diasingkan pemerintah kolonial Belanda ke Bondowoso sampai akhir hayatnya.[3] Nama lahirnya Adji Darma, setelah dinobatkan, maka gelar Pangeran ditambahkan di depan nama lahirnya tersebut dengan panggilan Pangeran Adji Darma. Dia lahir di daerah Tjantoeng (Cantung) yang sekarang berubah menjadi kecamatan Hampang, Kalimantan Selatan. Ayahnya bernama Adji Madoera/Adji Daha bin Adji Jawa bin Adji Raden bin Pangeran Prabu bin Panembahan Adam/Aji Duwo bin Adji Anom Singa Maulana (1644-1667) bin Adji Mas Anom Indra (1607-1644) bin Adji Mas Pati Indra (1567-1607) bin Pangeran Abu Mansyur Indra Jaya (Bangsawan dari Giri tanah Jawa).: Kabupaten Paser Ibunda Pangeran Kasoema Nagara adalah Ratoe (Ratu) Jumantan binti Pangeran Praboenata (Raja Sampanahan). Wilayah Tjantoeng (Cantung) dulunya masuk dalam wilayah kerajaaan "Tanah Boemboe (Tanah Bumbu)" (Kerajaan: Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manoenggoel (manunggul), Tjantoeng (Cantung), Batoe Licin (Batu Licin) dan Boentar Laoet (Buntar Laut ) [1]. Tanah Bumbu di Kepalai oleh Ratoe Mas (Ratu Mas) , Raja Tanah Bumbu 3 (1740-1780) binti Pangeran Mangoe (Mangu), Raja Tanah Bumbu 2 (1700-1740) bin Pangeran Dipati Toeha (Tuha) 2 Raja Tanah Bumbu 1 (1660-1700) yang di berikan oleh Soeltan Saidoellah/Raden Kasoema Alam (Sultan Saidullah), yang bergelar Panembahan Batoe 1 sebagai Raja Banjar ke 6 (1646-1660) dari trah Kesultanan Banjar. Kerajaan Cantung mulai di kenal pada era Adji Jawa (1825-1841) yang sebelumnya di Aneksasi oleh Kerajaan Pasir. [2] Adji Jawa mengambil alih ke 6 (enam) divisi: Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manunggul, Cantung, Batoe Licin dan Buntar Laut Ketika menikahi Gusti Katapi binti Gusti Muso [3] dan Gusti Kamil binti Gusti Kamir.Aji Jawa mengadakan "Kontrak Politik" Pada Tanggal 25 Juli 1825 No.24 . Raja Adji Jawa melimpahkan kekuasaan Cantung kepada anaknya Adji Madoera / Adji Daha dari ibunya Gusti Katapi Binti Gusti Muso pada tahun 1841. Semenjak itu Adji Madoera / Adji Daha menjadi Raja Cantung pada tahun 1841-1863 menggantikan Ayahandanya (Adji Jawa). [4] Adji Madoera / Aji Daha sekitar tahun 1845 juga mengambil alih "Kerajaan Buntar Laut" dari bibinya Gusti Dandai yang meninggal dunia karena tidak memiliki keturunan.Sehingga wilayah kekuasaannya menjadi Cantung dan Buntar Laut.[5] Pada tanggal 10 Oktober 1862 (BT 10 Oktober 1862 No.22) Adji Madoera mengadakan "Kontrak politik" dengan Pemerintahan Hindia Belanda. Adji Madoera memberikan Kekuasaan kepada Anaknya Pangeran Koesoemanegara sekitar tahun "1864". Semenjak tahun 1864 di mulailah era kepemimpinan Raja Cantung dan Buntar laut Pangeran koesoemanegara / Adji Darma. [6] Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma sangat di hormati oleh rakyatnya dan di segani oleh kawan maupun lawan.Di Dalam mengatur roda pemerintahan Pangeran Koesoemanegara di bantu oleh Datu Tingkan sebagai panglima perangnya. Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma sering berkomunikasi dengan rakyatnya tanpa pandang bulu.dia seorang yang taat di dalam menjalankan syariat islam tanpa menbedakan agama satu dengan lainnya. Sehingga Pangeran Kasoema Nagara / Aji Darma raja Cantung dan Buntar laut sangat di cintai oleh rakyatnya. Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma menikah dengan Adji Oetin binti Pangeran Muda Arifbillah / Aji Samarang (Raja Tanah Boembu (Bangkalaan, Cengaal, Manunggul)) memperoleh anak:
Pada Masa itu Wilayah kerajaan Cantung dan buntar Laut di bawah Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma "sangat menentang" (tidak menyukai) Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang di anggap merugikan Bangsa Indonesia khususnya rakyat Cantung. Kerajaan Cantung dan Buntar laut mencapai kemakmuran pada era kepemimpinan Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma sehingga membuat iri lawan-lawannya. Banyak cara yang telah di lakukan lawan-lawanya untuk mengambil "alih kekuasaan" Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma. Kolonial Hindia Belanda yang terkenal dengan "politik adu domba" menyusun strategi untuk menjatuhkan kekuasaan Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma, Sehingga sekitar tahun 1890 dia di anggap makar oleh Kolonial Hindia Belanda karena ikut membantu "Goesti Arsyad/Sultan Moh Seman" dalam perang kemerdekaan/perang melawan penjajahan yang pada akhirnya di internir/exiled (diasingkan) ke Surabaya melalui jalan laut, lalu di teruskan ke Pelabuhan Panarukan (di bawah karesidenan Besuki) dan selanjutnya ditempatkan di Bondowoso Jawa Timur dengan pengawalan yang ketat. "(BT 30 Oktober 1901 No.46)" Ratoe Jumantan Ibunda Pangeran Koesoemanegara ikut serta hingga ke Bondowoso Jawa Timur. Ratoe Jumantan meninggal dan di makamkan di Bondowoso bersebelahan dengan makam Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma pada tahun 1325 H atau tahun 1904 Pangeran Kasoema Nagara/ Adji Darma tutup usia pada tanggal 17 Muharam 1348 H atau 25 Juni 1929 dan di makamkan di Bondowoso Jawa Timur. H. Hendri Nindyanto, SH: keturunan ke 4 dari Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma Bin Adji Madoera . Silsilah Kekerabatan dan Sejarah Pewarisan WilayahSilsilah menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar & Kotawaringin yang disebut juga Hikayat Banjar resensi 1.[4] Saudagar Jantam[5]
Saudagar Mangkubumi x Sita Rara
Raja Negara Dipa I: Ampu Jatmaka (anak angkat Raja Kuripan) x Sari Manguntu
Raja Negara Dipa II: Lambu Mangkurat (saudara angkat Raja Negara Dipa III Puteri Junjung Buih) x Dayang Diparaja binti Aria Malingkun dari Tangga Ulin
Putri Huripan x Raja Negara Dipa V: Maharaja Suryaganggawangsa bin Raja Negara Dipa IV: Maharaja Suryanata (suami dari Raja Negara Dipa III: Puteri Junjung Buih)
Putri Kalarang x Pangeran Suryawangsa (adik Maharaja Suryaganggawangsa)
Raja Negara Dipa VI: Maharaja Carang Lalean x Raja Negara Dipa VII: Putri Kalungsu (adik Putri Kalarang)
Raja Negara Daha I: Maharaja Sari Kaburungan
Raja Negara Daha II: Maharaja Sukarama
Putri Galuh Baranakan x Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan bin Maharaja Sari Kaburungan
Sultan Banjar I: Sultan Suryanullah
Sultan Banjar II: Sultan Rahmatullah
Sultan Banjar III Sultan Hidayatullah
Sultan Banjar IV: Sultan Musta'ain-nu Billah/Marhum Panembahan/Pangeran Senapati x Ratu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Rahmatullah
Sultan Banjar V: Sultan Inayatullah (Ratu Agung)
Sultan Banjar VI: Sultan Saidullah (Sultan Ratu)
Raja Tanah Bumbu I: Pangeran Dipati Tuha/Pg. Dipati Mangkubumi
Raja Tanah Bumbu II: Pangeran Mangun Kasuma
Raja Tanah Bumbu III: Ratu Mas (saudari dari Ratu Sepuh) x Pangeran Dipati (Daeng Malewa) dari Gowa
Raja Tanah Bumbu: Raja Adji Djawa (Pangeran Adji Jawi) x Gusti Katapi binti Gusti Muso (Sub-Raja Bangkalaan)
Raja Cantung & Buntar Laut: Raja Adji Madoera x Ratu Jumantan binti Raja Sampanahan Gusti Prabu Nata
Raja Cantung & Buntar Laut: Pangeran Adji Darma x Adji Oetin binti Pangeran Muda Arifbillah / Adji Samarang (Raja Tanah Bumbu: Bangkalaan, Cengal, Manunggul))
Catatan kaki
Pranala luarInformasi yang berkaitan dengan Adji Darma |