Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Antropologi budaya di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang berfokus pada penelitian variasikebudayaan pada manusia. Disiplin ini berbeda dengan cabang antropologi sosial, yang memandang keragaman budaya sebagai sub bagian dari antropologi itu sendiri.
Berbagai metode yang digunakan dalam studi antropologi budaya antara lain pengamatan partisipatif (participant observation), wawancara, dan survei. Metode pengamatan partisipatif sering disebut juga sebagai "penelitian lapangan" (fieldwork) karena memerlukan dedikasi [[antropolog untuk menetap dalam kurun waktu yang cukup lama di lokasi penelitiannya.[1]
Asal usul
Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan" berdasarkan antropologi adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897: "Kebudayaan, atau peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum, adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat.[2] Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisiiya oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan "peradaban" menjadi satu jenis khusus kebudayaan[3]
Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam "keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.
Karena manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan sosialisasi, orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, akan mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara non-genetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat atau keadaan yang berbeda).[4]
Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat pertanyaan tentang kebudayaan manakah yang "primitif" dan yang mana yang "beradab", tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tetapi juga banyak orang lainnya. Kolonialisme dan prosesnya semakin sering membuat pemikir asal Eropa berhubungan, secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang "primitif".[5] Keadaan yang berbeda antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan gaya Paleoliti, menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya.
Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggrisantropologi sosial, di mana "kesosialan" merupakan paham inti yang berpusat pada penelitian mengenai kedudukan dan peranan sosial, kelompok, lembaga dan hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplinakademis. Suatu istilah perangkum, yaitu antropologi sosial-budaya, mengacu baik ke antropologi budaya maupun sosial[6]
Asal usul
Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan" berdasarkan antropologi adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897: "Kebudayaan, atau peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum, adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat.[2] Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisinya oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan "peradaban" menjadi satu jenis khusus kebudayaan[3]
Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam "keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.
Karena manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan sosialisasi, orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, akan mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara non-genetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat atau keadaan yang berbeda).[4]
Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat pertanyaan tentang kebudayaan manakah yang "primitif" dan yang mana yang "beradab", tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tetapi juga banyak orang lainnya. Kolonialisme dan prosesnya semakin sering membuat pemikir asal Eropa berhubungan, secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang "primitif".[5] Keadaan yang berbeda antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan gaya Paleoliti, menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya.
Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggrisantropologi sosial, di mana "kesosialan" merupakan paham inti yang berpusat pada penelitian mengenai kedudukan dan peranan sosial, kelompok, lembaga dan hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplinakademis. Suatu istilah perangkum, yaitu antropologi sosial-budaya, mengacu baik ke antropologi budaya maupun sosial[6]
Sejarah singkat
Antropologi budaya moder mempunyai asal-usulnya, dan dikembangkan sebagai reaksi terhadap etnologo abad ke-19 yang melibatkan perbandingan masyarakat majemuk yang terorganisir. Sarjana seperti E.B. Tylor dan J.G. Frazer di England bekerja dengan sebagian besar bahan yang dikumpulkan oleh orang lain – biasanya misionaris, pedagang, penjelajah, atau kolonial pejabat – ini didapat dari mereka yang saat ini nama julukannya "arm-chair anthropologists"
Ethnologists had a special interest in why people living in different parts of the world often had similar beliefs and practices. In addressing this question, ethnologists in the 19th century divided into two schools of thought. Some, like Grafton Elliot Smith, argued that different groups must somehow have learned from one another, however indirectly; in other words, they argued that cultural traits spread from one place to another, or "diffused".
Other ethnologists argued that different groups had the capability of creating similar beliefs and practices independently. Some of those who advocated "independent invention", like Lewis Henry Morgan, additionally supposed that similarities meant that different groups had passed through the same stages of cultural evolution (See also classical social evolutionism). Morgan, in particular, acknowledged that certain forms of society and culture could not possibly have arisen before others. For example, industrial farming could not have been invented before simple farming, and metallurgy could not have developed without previous non-smelting processes involving metals (such as simple ground collection or mining). Morgan, like other 19th century social evolutionists, believed there was a more or less orderly progression from the primitive to the civilized.
20th-century anthropologists largely reject the notion that all human societies must pass through the same stages in the same order, on the grounds that such a notion does not fit the empirical facts. Some 20th-century ethnologists, like Julian Steward, have instead argued that such similarities reflected similar adaptations to similar environments (see cultural evolution).
Others, such as Claude Lévi-Strauss (who was influenced both by American cultural anthropology and by French Durkheimiansociology), have argued that apparently similar patterns of development reflect fundamental similarities in the structure of human thought (see structuralism). By the mid-20th century, the number of examples of people skipping stages, such as going from hunter-gatherers to post-industrial service occupations in one generation, were so numerous that 19th-century evolutionism was effectively disproved.[7]
In the 20th century, most cultural (and social) anthropologists turned to the crafting of ethnographies. An ethnography is a piece of writing about a people, at a particular place and time. Typically, the anthropologist lives among people in another society for a considerable period of time, simultaneously participating in and observing the social and cultural life of the group.
Numerous other ethnographic techniques have resulted in ethnographic writing or details being preserved, as cultural anthropologists also curate materials, spend long hours in libraries, churches and schools poring over records, investigate graveyards, and decipher ancient scripts. A typical ethnography will also include information about physical geography, climate and habitat. It is meant to be a holistic piece of writing about the people in question, and today often includes the longest possible timeline of past events that the ethnographer can obtain through primary and secondary research.
Bronisław Malinowski (yang melakukan fieldwork di Kepulauan Trobriand dan mengajar di Inggris) mengembangkan metode ini, dan Franz Boas (yang melakukan fieldwork di Pulau Baffin dan mengajar di Amerika Serikat) mempromosikan metodenya lebih luas. Murid-murid Boas mengambil teorinya mengenai budaya dan relativisme budaya untuk mengembangan antropologi budaya di Amerika Serikat. Dalam waktu yang bersamaan, murid-murid Malinowski and A.R. Radcliffe Brown juga mengembangkan antropologi sosial di Inggris Raya. Antropologi budaya berfokus pada simbol-simbol dan nilai-nilai, sedangkan antropologi sosial berfokus pada kelompok-kelompok sosial dan institusi-institusi sosial. Sekarang ini, antropolog sosial-budaya mempelajari seluruh elemen-elemen ini.
Although 19th-century ethnologists saw "diffusion" and "independent invention" as mutually exclusive and competing theories, most ethnographers quickly reached a consensus that both processes occur, and that both can plausibly account for cross-cultural similarities. But these ethnographers also pointed out the superficiality of many such similarities. They noted that even traits that spread through diffusion often were given different meanings and function from one society to another.
Accordingly, these anthropologists showed less interest in comparing cultures, generalizing about human nature, or discovering universal laws of cultural development, than in understanding particular cultures in those cultures' own terms. Such ethnographers and their students promoted the idea of "cultural relativism", the view that one can only understand another person's beliefs and behaviors in the context of the culture in which he or she lived or lives.
In the early 20th century, socio-cultural anthropology developed in different forms in Europe and in the United States. European "social anthropologists" focused on observed social behaviors and on "social structure", that is, on relationships among social roles (for example, husband and wife, or parent and child) and social institutions (for example, religion, economy, and politics).
American "cultural anthropologists" focused on the ways people expressed their view of themselves and their world, especially in symbolic forms, such as art and myths. These two approaches frequently converged and generally complemented one another. For example, kinship and leadership function both as symbolic systems and as social institutions. Today almost all socio-cultural anthropologists refer to the work of both sets of predecessors, and have an equal interest in what people do and in what people say.
Ethnography dominates socio-cultural anthropology. Nevertheless, many contemporary socio-cultural anthropologists have rejected earlier models of ethnography as treating local cultures as bounded and isolated. These anthropologists continue to concern themselves with the distinct ways people in different locales experience and understand their lives, but they often argue that one cannot understand these particular ways of life solely from a local perspective; they instead combine a focus on the local with an effort to grasp larger political, economic, and cultural frameworks that impact local lived realities. Notable proponents of this approach include Arjun Appadurai, James Clifford, George Marcus, Sidney Mintz, Michael Taussig and Eric Wolf.
A growing trend in anthropological research and analysis is the use of multi-sited ethnography, discussed in George Marcus's article, "Ethnography In/Of the World System: the Emergence of Multi-Sited Ethnography"]. Looking at culture as embedded in macro-constructions of a global social order, multi-sited ethnography uses traditional methodology in various locations both spatially and temporally. Through this methodology, greater insight can be gained when examining the impact of world-systems on local and global communities.
Also emerging in multi-sited ethnography are greater interdisciplinary approaches to fieldwork, bringing in methods from cultural studies, media studies, science and technology studies, and others. In multi-sited ethnography, research tracks a subject across spatial and temporal boundaries. For example, a multi-sited ethnography may follow a "thing," such as a particular commodity, as it is transported through the networks of global capitalism.
Multi-sited ethnography may also follow ethnic groups in diaspora, stories or rumours that appear in multiple locations and in multiple time periods, metaphors that appear in multiple ethnographic locations, or the biographies of individual people or groups as they move through space and time. It may also follow conflicts that transcend boundaries. An example of multi-sited ethnography is Nancy Scheper-Hughes's work on the international black market for the trade of human organs. In this research, she follows organs as they are transferred through various legal and illegal networks of capitalism, as well as the rumours and urban legends that circulate in impoverished communities about child kidnapping and organ theft.
Sociocultural anthropologists have increasingly turned their investigative eye on to "Western" culture. For example, Philippe Bourgois won the Margaret Mead Award in 1997 for In Search of Respect, a study of the entrepreneurs in a Harlem crack-den. Also growing more popular are ethnographies of professional communities, such as laboratory researchers, Wall Street investors, law firms, or information technology (IT) computer employees.[8]
^"Dalam penelitian awalnya, seperti kebanyakan antropolog pada masanya, Levi-Strauss lebih memperhatikan terhadap hal-hal yang dianggap penting dan tugas yang penting untuk memelihara dan memperpanjang fondasi empiris dari antropologi dalam praktik di lapangan": Dalam Christopher Johnson, Claude Levi-Strauss: the formative years, Cambridge University Press, 2003, p.31
^ abEdward Tylor, Primitive Culture, New York, J.P. Putnam’s Sons.1, . 1920 [1871]
^ abAndrew Sherratt, V. "Gordon Childe: Archaeology and Intellectual History", Past and Present, No. 125. Nov. 1989, pp. 151–185.
^ abGiulio Angioni (2011). Fare dire sentire: l'identico e il diverso nelle culture. Nuoro: il Maestrale
^ abRenato Rosaldo, Culture and Truth, Beach Press, 1993
^ abD. T. Campbell, "The two distinct routes beyond kin selection to ultrasociality: Implications for the Humanities and Social Sciences", The Nature of Prosocial Development: Theories
and Strategies D. Bridgeman (ed.), pp. 11-39, Academic Press, New York, 1983
The Moving Anthropology Student Network-website - The site offers tutorials, information on the subject, discussion-forums and a large link-collection for all interested scholars of cultural anthropology
Praktik penggunaan endoskop Endoskopi merupakan pemeriksaan rongga tubuh menggunakan endoskop yang digunakan untuk diagnosis atau penyembuhan.[1] Teknik ini menggunakan serat optik dan teknologi video sehingga memampukan keseluruhan struktur tubuh dapat diinspeksi secara keseluruhan.[1] Banyak penyembuhan yang dulunya melalui operasi tetapi saat ini sudah lebih mudah serta lebih aman menggunakan endoskopi.[1] Penggunaan Endoskopi dinamakan bergantung pada bagian tubuh yan…
Strada statale 683di Licodia Eubea-LibertiniaLocalizzazioneStato Italia Regioni Sicilia DatiClassificazioneStrada statale InizioSS 514 presso Grammichele FineSS 124 presso Caltagirone Lunghezza13,298[1] km GestoreANAS Manuale La strada statale 683 di Licodia Eubea-Libertinia (SS 683), già nuova strada ANAS 10 Licodia Eubea-Libertinia (NSA 10), è una strada statale italiana. Costituisce al momento un collegamento diretto tra la strada statale 514 di Chiaramonte, sull'itinerario Cat…
This article's lead section may be too short to adequately summarize the key points. Please consider expanding the lead to provide an accessible overview of all important aspects of the article. (June 2020) 2013 studio album by Run the JewelsRun the JewelsStudio album by Run the JewelsReleasedJune 26, 2013 (2013-06-26)Recorded2013Studio Sneaky (Garrison, New York) The Space Pit (Brooklyn, New York) GenreHip hopLength32:58Label Fool's Gold Big Dada ProducerEl-PRun the Jewel…
Struktur testosteron Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh zona retikularis korteks kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik. Baik pada jantan maupun betina, testoren memegang peranan penting bagi kesehatan. Fungsinya antara lain adalah meningkatkan libido, energi, fungsi imun,…
Richard I dari InggrisLukisan rekaan dari Raja RichardBerkuasa6 Juli 1189 – 6 April 1199Penobatan3 September 1189PendahuluHenry II dari InggrisPenerusJohn dari InggrisPemakamanFontevraud Abbey, Fontevraud-l'Abbaye, PrancisWangsaPlantagenetAyahHenry II dari Inggris (1133–1189)IbuEleanor dari Aquitaine (1124–1204 )PermaisuriBerengaria dari Navarre(1165/1170 – 1230 )AnakMeninggal tanpa memiliki anak yang sah sebagai pewaris tahtaAgamaKatolik Roma Richard I (8 September 1157 – 6 April 1199…
العلاقات الألبانية النيجيرية ألبانيا نيجيريا ألبانيا نيجيريا تعديل مصدري - تعديل العلاقات الألبانية النيجيرية هي العلاقات الثنائية التي تجمع بين ألبانيا ونيجيريا.[1][2][3][4][5] مقارنة بين البلدين هذه مقارنة عامة ومرجعية للدولتين: وجه المق…
Pelargoderus Pelargoderus marginipennis Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Arthropoda Kelas: Insecta Ordo: Coleoptera Famili: Cerambycidae Subfamili: Lamiinae Tribus: Lamiini Genus: Pelargoderus Pelargoderus adalah genus kumbang tanduk panjang yang tergolong famili Cerambycidae. Genus ini juga merupakan bagian dari ordo Coleoptera, kelas Insecta, filum Arthropoda, dan kingdom Animalia. Larva kumbang dalam genus ini biasanya mengebor ke dalam kayu dan dapat menyebabkan kerusakan pada ba…
Open LibraryTangkapan layar Open Library September 2011URLopenlibrary.orgTipeIndeks perpustakaan digitalPerdagangan ?TidakRegistration (en)Cuma-cumaSloganOne web page for every book ever published Langue(Inggris)LisensiGNU Affero General Public License, version 3.0 (en) Bahasa pemrogramanPython Bagian dariInternet Archive PembuatAaron Swartz Service entry (en)2006; 18 tahun lalu (2006)NegaraAmerika Serikat Total omsetDonasiPeringkat Alexa9.565 (11 Agustus 2020)13.290 (28 November 2017)…
Pendopo Kabupaten Bandung. Pendopo Kabupaten Bandung yaitu bangunan yang dibuat untuk tempat pemerintahan bupati pada waktu itu. Pendopo Kabupaten ini merupakan bangunan pertama yang didirikan di daerah Alun-alun Bandung. Sampai sekarang bangunan ini masih ada dan mendiami lahan yang memang diperuntukkan untuk bangunan ini. Serta memiliki fungsi yang masih sama sebagai pusat pemerintahan Kota Bandung, Jawa Barat.[1][2] Sejarah Lokasi yang dijadikan pendopo ini adanya disebelah ba…
Belgian businessman and art collector Bernard Ruiz-PicassoBorn (1959-09-03) 3 September 1959 (age 64)Neuilly-sur-Seine, FranceNationalityBelgianOccupation(s)Businessman, art collectorSpouse Almine Rech (m. 1997)Relatives Marina Picasso (half-sister) Pablo Picasso (grandfather) Olga Khokhlova (grandmother) Maya Widmaier-Picasso (aunt) Claude Picasso (uncle) Paloma Picasso (aunt) Bernard Ruiz-Picasso (born 3 September 1959) is a businessman and art collector. He…
American politician (born 1963) For other people with a similar name, see Scott Fitzgerald (disambiguation). Scott FitzgeraldOfficial portrait, 2021Member of the U.S. House of Representativesfrom Wisconsin's 5th districtIncumbentAssumed office January 3, 2021Preceded byJim SensenbrennerMajority Leader of the Wisconsin SenateIn officeJanuary 7, 2013 – January 1, 2021Preceded byMark F. MillerSucceeded byDevin LeMahieuIn officeJanuary 3, 2011 – March 17, 2012Pr…
Fédération Française de Course d'OrientationFounded1970TypeOrienteering FederationArea served FranceWebsitehttp://www.ffcorientation.fr/ The French Orienteering Federation (French: Fédération Française de Course d'Orientation) (FFCO) is the national orienteering Federation of France. It is a full member of the International Orienteering Federation.[1] History The French Orienteering Federation was founded in 1970, and joined the International Orienteering Federation the same year. …
Questa voce sugli argomenti tipografi italiani e imprenditori italiani è solo un abbozzo. Contribuisci a migliorarla secondo le convenzioni di Wikipedia. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. Venezia, Aldo Manuzio e Andrea Torresano, seconda edizione della Commedia di Dante, con tavole xilografiche, 1515 (Biblioteca Medicea Laurenziana) Andrea Torresano, o Torresani, detto Andrea Asolano (Asola, 4 marzo 1451 – Venezia, 21 ottobre 1528[1]), è stato un tipografo e edit…
Japanese film, TV, games, and theatre genre This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Jidaigeki – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (January 2008) (Learn how and when to remove this message) Actors playing samurai and ronin at Kyoto's Eigamura film studio Jidaigeki (時代劇) is a genre of film…
Competition classification for disabled athletes in sports Disability sports classification is a system that allows for fair competition between people with different types of disabilities. Historically, the process has been overseen by 2 groups: specific disability type sport organizations that cover multiple sports, and specific sport organizations that cover multiple disability types including amputations, cerebral palsy, deafness, intellectual impairments, les autres and short stature, visio…