Jepang telah meninggalkan pengaruh terhadap budaya Korea. Banyak pengaruh yang berasal dari pendudukan dan pencaplokan Jepang terhadap Korea pada abad ke-20, dari tahun 1910 hingga 1945. Selama pendudukan tersebut, Jepang berusaha untuk mengasimilasi orang Korea ke dalam kekaisaran Jepang dengan mengubah hukum, kebijakan, ajaran keagamaan, dan pendidikan untuk memengaruhi penduduk Korea.[1] Selain itu, nasionalisme Korea terus meningkat setelah penjajahan Jepang berakhir dan memainkan peran besar dalam pesatnya perkembangan ekonomi Korea Selatan.[2]
Sejak akhir abad ke-20, pengaruh Jepang terutama melibatkan budaya populer. Pada tahun 1998, Kim Dae-Jung, presiden Korea Selatan, mengunjungi Jepang dan secara bertahap mencabut larangan terhadap budaya Jepang.[3] Korea Selatan dan Jepang telah mencapai konsensus untuk membuka kebijakan penerimaan budaya satu sama lain. Budaya populer Jepang menjadi lebih populer di kalangan anak muda di Korea.[4]
Seni bela diri
Seni bela diri Korea yang dikenal dengan nama Hapkido berasal dari Aikido Jepang, yang merupakan versi modern dari Daitō-ryū Aiki-jūjutsu Jepang, yang pengajarannya disusun oleh Shinra Saburo Minamoto Yoshimitsu pada abad ke-11.[5]
Seni bela diri Korea Kumdo berasal dari Kendo Jepang. Pada tahun 1896, Dai Nippon Butoku Kai berkembang ke Korea dengan nama "Dai Nippon Butokukai - Choson-bu" (Cabang Korea), dan Kendo menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah Korea pada tahun 1939, yang akhirnya menyimpang menjadi Kumdo setelah Perang Dunia Kedua.[6]
Diyakini bahwa nenek moyang terdekat taekwondo adalah karateShotokan. Taekwondo masa kini berdasarkan pada karate dan telah berkembang dengan memadukan taekkyeon dan seni bela diri tradisional lainnya.
Agama dan kepercayaan
Pada Agustus 1915, Peraturan tentang Penyebaran Agama dikeluarkan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa tiga agama besar yang diakui di Korea pada saat itu adalah agama Buddha, Shinto, dan Kekristenan.[3] Peraturan tersebut menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan harus mematuhi peraturan pemerintah umum, dan bahwa para pemimpin keagamaan harus mengikuti keputusan pemerintah mengenai ekspresi agama.[7]
Buddhisme di bawah penduduka Jepang
Pada tahun 1910, Jepang menduduki Korea, dan untuk mengatasi pertumbuhan para misionaris Jepang, Korea mengusulkan suatu hubungan tambahan dan menggunakan kuil Korea sebagai cabang denominasi Jepang.[7]
^ abMaxey, Trent (2015). "Empire of the Dharma: Korean and Japanese Buddhism, 1877-1912 by Hwansoo Ilmee Kim (review)". The Journal of Japanese Studies. 41 (2): 422–426. doi:10.1353/jjs.2015.0039.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)