Sungai Tulangbawang atau biasa disebut sebagai Way Tulangbawang, adalah sungai terpanjang keempat di Provinsi Lampung, Indonesia.[2] Dengan luas daerah tangkapan air mencapai 1.285 km², sungai ini pun mendominasi bentang alam Kabupaten Tulangbawang dan melintasi ibu kota kabupaten tersebut, yakni Menggala. Sebagai salah satu sungai terbesar di Lampung, aliran sungai ini digunakan oleh penduduk setempat terutama sebagai sumber air irigasi dan sebagai sarana transporasi sungai.[3]
Etimologi
Nama sungai ini diambil dari nama tempat, Tulangbawang, yang telah dikenal lama bahkan semenjak masa awal Kerajaan Sriwijaya di abad ke-5 M.[4][5]
Sejarah
Sekitar tahun 1750-an, Perusahaan Hindia Belanda VOC bersaing dengan Imperium Britania dan Kesultanan Palembang untuk menguasai Lampung, terutama dalam bidang perniagaan rempah-rempah. Awalnya daerah ini dianggap kurang menguntungkan untuk penduduk Tulang Bawang setempat yang cenderung menghindari konflik lokal. Pada tahun 1751 sebuah pos Belanda diserang dan direbut oleh seorang penguasa daerah.[6] Barulah pada pertengahan tahun 1800-an pemerintah Hindia Belanda berhasil menaklukkan para penguasa lokal dan mendirikan administrasi resmi pada kedua tepian sungai. Pada pergantian abad ke-20, tepian sungai Tulangbawang dan anak-anak sungainya dihuni oleh sekitar 30.000 penduduk, dibandingkan dengan daerah-daerah yang jarang dihuni semakin jauh dari sungai. Kebanyakan orang suku Lampung (suku Abung) tinggal di dalma rumah-rumah tradisional mereka.[7]
Selain dapat dijadikan sebagai objek wisata petualangan, berkemah, memancing dan lainnya. Saat ini masyarakat yang mendiami beberapa bagian sungai ini memanfaatkannya sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat mencari nafkah, dengan memancing dan memasang keramba ikan di sekitar sungai ini.
Rawa Tulang Bawang merupakan lahan basah tersisa yang terbaik di Sumatra. Beberapa wilayah rawa alam yang masih banyak menyimpan keaslian lingkungan alam setempat berikut isinya adalah Rawa Pacing dan Rawa Kandis serta bagian-bagian dari Rawa Bujungtenuk.
Geografi
Sungai ini mengalir di wilayah tenggara pulau Sumatra yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger).[8] Suhu rata-rata setahun sekitar 25 °C. Bulan terpanas adalah September, dengan suhu rata-rata 28 °C, and terdingin Januari, sekitar 22 °C.[9] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 3248 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Desember, dengan rata-rata 547 mm, dan yang terendah September, rata-rata 40 mm.[10]
^Miksic, J.N. & Goh Geok Yian (2017). Ancient Southeast Asia. New York: Routledge. p.209
^Miksic, J.N. (2013). Singapore and the Silk Road of the Sea, 1300-1800. Singapore: NUS Press. p.43
^Atsushi, Ota (2006). Changes of regime and social dynamics in West Java : society, state, and the outer world of Banten, 1750-1830. Leiden: Brill. hlm. 68; 92. ISBN9789004150911.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)